Minggu, 27 Desember 2009

sanjung itu milik-Mu, bukan milikku

segala sanjung itu
bukan milikku
dan, aku tundukkan hati
hanya pada-Mu



(27 Desember 2009)

kau, yang dulu dan kini

dulu, kau hanya penduduk di ujung negeri
yang tak tersentuh teknologi
dalam langkah tertatih
menuju kota, mencari tenar

kini, kau adalah pesohor negeri
tetap saja kau perlu rendah hati
dan, itu tak akan membuatmu
rendah di mata yang lain
justru itu akan membuatmu tinggi
pun bernilai di mata yang lain

begitu sulitkah bagimu
menjadi rendah hati
seperti pernah diajarkan ibu
semasa kecil dulu ?

mata lain mungkin bisa kau tipu
sayang, tidak dengan mataku
bagiku, kau hanya ingin
mengingkari masa lalumu
yang kelabu, di sudut desa itu



(27 Desember 2009)

Sabtu, 26 Desember 2009

malam itu, ketika kau tanya aku (4)

biarkan aku terbang
tanpa bimbang atau benang
pengikat sayap
dalam sebuah atap

maaf, aku belum siap



(27 Desember 2009)

senja yang setia

mentari pagi
tak lagi menjenguk hari
dan, hanya senja
begitu setia
menemani luka


(26 Desember 2009)

malam itu, ketika kau tanya aku (3)

pernah aku terjebak cinta buta
hingga aku lupa pada logika
pun terjerembab pada lubang terdalam
melahirkan serapah yang tak sudah
membawaku pada jengah
yang amat resah pun lelah

sungguh, kini aku telah beda
bukan lagi belia
yang pernah kau kenal
pada masa remaja

tak mudah bagiku,
terjatuh pada cinta yang sama
apalagi yang buta
tanpa kalkulasi logika

kau boleh bilang apa saja
tentang diriku, yang mati rasa
atau apa saja yang kau suka

maaf, aku hanya waspada
karena enggan kembali terluka
oleh cinta yang sama



(26 Desember 2009)

empedu dan madu

empedu itu,
masih ada di genggamanku
sisa luka lalu
meski madu telah mengalir
pada bibirku

dan, aku tak punya hati
bila harus beri empedu itu padamu
biarlah, aku simpan luka lalu
sendiri, untukku
tak perlu kau tahu, Sayangku

tak hendak aku beri empedu,
padamu yang begitu lugu
menunggu dalam rindu

tak hendak aku beri empedu,
padamu yang mengukir senyumku
kala jenuh membelenggu

hisap saja madu pada bibirku
sepuas hatimu, sesuka dirimu
karena hanya itu yang mampu
sebagai penebus rindumu padaku



(26 Desember 2009)

malam itu, ketika kau tanya aku (2)

bagaimana mereka bisa membaca
susunan aksara asmara
di antara kita ?


dan, jawabku :

tak perlu seorang jenius,
membaca susunan aksara asmara
yang meluncur mulus
dari hatimu yang setipis lakmus



(26 Desember 2009)

malam itu, ketika kau tanya aku (1)

dan, jawabku :

entahlah




(25 Desember 2009)

pada malam hening

mereka bilang,
kita adalah pasangan sempurna
punya segala dan cinta

biarkan mereka,
anggap saja sebagai doa
bagi langkah kita
yang tak jua bertemu sempurna

mereka bilang,
kita adalah pasangan sempurna
serupa tuan dan nyonya
begitulah sapaan mereka pada kita,
dan, kita hanya tersenyum saja

biarkan mereka,
anggap saja sebagai doa
bagi langkah kita
yang tak jua bertemu sempurna

mereka bilang,
kita adalah pasangan sempurna
biarkan saja

dan, biarlah hanya kita
menikmati luka atas cinta
yang tak jua bertemu sempurna
pada langkah-langkah berbeda

dan, biarlah hanya kita
menikmati semua tanpa dusta
dalam pelukan dan satu ciuman di kening
pada malam hening
sama seperti malam-malam hening yang lain



(24 Desember 2009)

pada simpang jalan-Mu

begitu banyak tanya,
yang tak hendak kutanya
pada-Mu yang selalu setia

hingga aku tiba
pada persimpangan tanpa rambu
atau memang aku yang tak mampu
membaca rambu-Mu

malam ini,
adalah malam-malam yang sama
dengan tanya yang sama :
dari tulang rusuk siapa
telah Kau ciptakan aku ke dunia ?

tulang rusuk dia,
atau dia
atau dia
atau dia

itu saja,
tanyaku pada-Mu
tunjuk saja rambu-Mu
dan, aku segera menepi dari perjalananku


(24 Desember 2009)

Selasa, 22 Desember 2009

rinduku...

dalam setiap perjumpaan,
selalu aku katakan pada-Mu
tak hendak kutinggalkan diri-Mu
demi yang lain

meski yang lain berlomba
menggodaku dengan segala tipu daya
tak hendak kutinggalkan diri-Mu,
yang telah begitu setia
mendampingiku ke mana saja

dalam setiap perjumpaan,
selalu aku katakan pada-Mu
tak perlu cemburu padaku

sungguh, tak hendak kutinggalkan diri-Mu
hingga aku kembali ke dalam pelukan-Mu lagi

pelukan-Mu, yang selalu aku rindu



(23 Desember 2009)

biarkan aku...

biarkan aku rebah di kaki-Mu
dan, segala rencana terbaik itu pada ujung jemari-Mu

biarkan aku rebah dalam pangkuan-Mu
dan, segala resahku terhapus dalam belaian tangan-Mu

biarkan aku menangis hanya di hadapan-Mu,
karena airmataku adalah milik-Mu

biarkan aku,
selalu tunduk hanya pada-Mu

Amin



(23 Desember 2009)

berhentilah berlagak serupa Tuhan di hadapanku

tak perlu bicara padaku tentang surga dan neraka. seolah kau pernah menjenguknya di atas sana. dan, tak perlu kau menudingku atheis. bagiku kau lebih bengis. dengan mulutmu penuh kudis berbuih. tak lelah mengeja norma dan dogma, sedang kaki tanganmu masih saja berkubang dalam dosa.

tak perlu bicara padaku tentang surga dan neraka. aku percaya Tuhan itu ada. dan, aku pun adalah salah satu makhluk-Nya. tak perlu bicara padaku tentang surga dan neraka. sedang kau tak paham hakikatmu sebagai manusia, yang harus berbagi kasih pada sesama.

tak perlu bicara padaku tentang surga dan neraka. sedang mulutmu masih saja gemar mengunyah bangkai manusia lain. tanganmu masih saja gemar menusuk punggung manusia lain. kakimu masih saja gemar menendang pantat manusia lain. dan, kelaminmu masih saja haus cairan dari manusia lain.

tak perlu bicara padaku tentang surga dan neraka. seolah kau manusia paling suci di dunia, dengan dahimu yang menghitam. dengan tanganmu yang tak henti memutar tasbih, pun rosario. dengan bibirmu tak henti mengucap puja atau novena.

tak perlu bicara padaku tentang surga dan neraka. seolah kau Tuhan di dunia. kau hanya manusia. manusia semata. atau kau lupa bila kau manusia ? dan, lantas menjadi tuhan-tuhan kecil di dunia, dengan merendahkan manusia-manusia lain. kau lupa, kau manusia. bukan Tuhan.

tak perlu bicara padaku tentang surga dan neraka. kau bukan Tuhan. bukan Tuhan, yang kelak mengangkatku ke surga. bukan Tuhan, yang kelak merendamku ke neraka. kau manusia serupa denganku, yang masih membawa kotoran dalam usus besarmu ke mana saja.

berhentilah berlagak serupa Tuhan di hadapanku. sungguh, aku muak !!!



(22 Desember 2009)

empat cangkir teh, untukmu

cangkir pertama,
untukmu, yang syahdu
dalam puja novena
setia membasah bibirmu

cangkir kedua,
untukmu, yang lugu
embusan angin lalu
setia dalam sujudmu

cangkir ketiga,
untukmu, yang lucu
dalam ngungunmu
berbalut gelak tawamu

cangkir keempat,
untukmu, yang candu
dalam resah gundahmu
terbungkus pekat asapmu

empat cangkir teh
telah terhidang untukmu
pada jingga senja
tanpa dusta, tanpa luka
lukis saja tawa dalam cinta

tak hendak kutangisi
masa laluku, pun masa lalumu
terlalu sayang untukku,
melukis biru atau ungu
pada airmatamu



(22 Desember 2009)

Senin, 21 Desember 2009

22 Desember 2008

bilur-bilur ungu
pada ruang kalbu
sembunyi dalam bisu

sembunyi airmata
beku pada sembilu
terbungkus senyum
pada bibir terkulum



(22 Desember 2009)

sebuah pesta biasa, katamu

aku terjebak. dalam sebuah perjamuan hura-hura. penuh sanjung puja pura-pura. dan, topeng-topeng dusta para penjilat kuasa. ah, bagaimana aku bisa terjebak ? gumamku. mungkin aku terbius dan mabuk, hingga seseorang menjebakku di sini. jebakan sempurna, di antara tubuh-tubuh telanjang, begitu seseorang di sebelahku berkata.

perempuan bertubuh indah, melintas di depan mata semua. membuat gerah segala syahwat. maaf, aku tak hendak menghujat, tentang siapa yang laknat. tentang siapa yang bejat. kalian, para penjilat. atau kau, pengumbar aurat. keluarkan aku dari situasi keparat ini segera, pintaku padamu, sang pelukis berwajah bengis.

dan, sang pelukis pun menelanjangi tubuhmu dengan mata binalnya. menelusuri lekuk tubuhmu dengan kuas asmara dan cat romansa. mencumbui tubuhmu serupa kanvas cinta. ah, kau begitu indah, begitu sang pelukis berkata. pada sebuah perjamuan hura-hura, penuh sanjung puja pura-pura. dan, topeng-topeng dusta para penjilat kuasa.

perempuan bertubuh indah, melintas di depan mata. menggamit mesra wajahku yang biasa. dan, aku hanya tertunduk. kau bertanya, mengapa aku tunduk ? memandangmu pun aku tak punya nyali. kau terlalu sempurna, gumamku. siapakah aku ? seorang pengukir kata, yang dipandang sebelah mata. tak punya masa depan, begitu mereka biasa meludahku. dan, aku hanya akan menelanjangimu lewat ukiran kata. mencumbui tubuhmu pada ujung pena. menikmati tubuhmu hanya dalam benak.

perempuan bertubuh indah. menggamit mesra lenganku. menuntunku dekat pada tubuhmu. menuntun hidungku mencium aromamu. dan, aku hilang. melayang ke awang-awang. menemukan tubuhku telanjang, di atas ranjang. di bawah sinar mentari, yang telah bertandang.

kalian binatang !!! binatang-binatang jalang !!! dan, suaraku terbang bersama sayap-sayap udara. pada pagi yang penuh nista.



(21 Desember 2009)

pemburu dan senja

ketika aku dilahirkan ke dunia, bunda ayahku bersuka cita. seluruh keluarga bersuka cita. sang penerus tahta telah tiba ke dunia, begitu mereka berkata.

aku pun bahagia, jadi penerus tahta keluarga pemburu. aku pun bahagia, menerima takdirku. sebagai pemburu. dan, bukan buruan. pemburu yang tangguh, begitu sang guru berburu berkata.

hingga aku berjumpa senja. dalam mata seorang pujangga, yang telah mengukir cinta. dalam busur panahku. dan, sang senja bertanya : sebentar malam, ke mana kau hendak istirah, wahai sang pemanah cinta ? apakah kau tak lelah, wahai sang pemanah cinta ?

aku pun terdiam, dalam dekapan senja. aku lupa bertanya pada sang guru berburu. tentang siang, tentang malam. tentang istirah, tentang lelah. aku pun terdiam, dalam dekapan senja. di mana tempat istirah, bila lelah itu datang mendera ?

sebentar malam, dan aku terdiam. dalam dekapan senja, yang penuh cinta.



(21 Desember 2009)

Minggu, 20 Desember 2009

jangan cintai aku...

jangan cintai aku,
tak ingin aku melukaimu
kelak, ketika kau tahu
lubang hitam dalam hatiku

jangan cintai aku,
tak pantas aku untukmu

jangan cintai aku...




(20 Desember 2009)

Sabtu, 19 Desember 2009

sisa semalam

sisa percakapan
tentang rindu kian
lindap, dan lembab
di ujung malam

sekian ribu hari
telah aku ingkari
demi sebuah janji
pada pijakan hati



(20 Desember 2009)

after the love has gone

mendengar keluhmu
tentang kekasih
yang telah lama kau tunggu
kekasih, yang terkasih

keluh penuh peluh
dalam penantian panjang
demi sebuah sayang
yang bukan sekadar bayang

mendengar keluhmu,
tentang kekasih
yang kian menjauh
setelah sebuah pertemuan
terengkuh dalam lenguh

dan, aku mendengar
seperti yang kau pinta
: seorang teman pendengar
tidak lebih, pun tidak kurang

kau tak perlu menawar
karena aku tak ingin terluka
bila aku lebih dari sekadar
seorang teman pendengar

biarkan aku mendengar,
itu saja pintaku


(20 Desember 2009)

senja di malioboro

memungut kembali setiap kenangan,
yang pernah terjejak di sepanjang malioboro
di antara langkahlangkah jengah

esok, aku tak akan menemuimu kembali
karena aku tak ingin kembali
menjejak langkahlangkah tak pasti
tentang kisah sepasang hati

biarkan aku memandangmu
berjarak dari kejauhan
dan, itu sudah sangat cukup
memuaskan rinduku padamu

esok, kau tak perlu mencariku lagi
karena aku telah memutuskan pergi
dari segala konspirasi sepi
yang menusuk segenap ulu hati



(20 Desember 2009)

maaf, aku lupa...

kemarin,
kau pinta hatiku
menemani resahmu

kemarin,
kau pinta tubuhku
memeluk gundahmu

kemarin,
kau pinta aku
mengiringi langkahmu

kemarin,
aku bilang padamu
pintamu terlalu banyak

sedang aku lupa
hatiku tertinggal di mana
tubuhku terserak di mana
pun langkahku terjejak di mana

entah lupa
atau ingin lupa
aku benarbenar lupa

maaf, aku lupa...



(19 Desember 2009)

maafkan aku...

kau adalah sebuah kisah
yang datang ketika aku kalah
dan, luka itu pun masih merah

dalam jengah,
bisa jadi aku telah membangun resah
pada hatimu yang gundah

maafkan aku,
tak hendak kubangun gundah
ke sekian dalam hatimu
yang sesejuk embun

maafkan aku,
tak hendak kubangun jengah
ke sekian dalam hatimu
yang serapuh sayap kupukupu

maafkan aku,
bila telah menikam sembilu
dalam hatimu



(19 Desember 2009)

penyulam rindu

kau mengenalku,
kala aku masih hijau
memandang matamu
pun aku masih malumalu

dua belas tahun berlalu,
kau datang menyulam rindu
pada ruang kalbu
yang tak lagi hijau

begitu banyak kisah berlalu
yang kau tak tahu tentangku

dan, bila ada kisah kelabu
menghias langkahlangkahku
masihkah kau ada di sisiku ?

masihkah kau menyulam rindu ?
pada ruang kalbu
yang mungkin telah kelabu

elegi empat penjuru

empat penjuru,
menghembus rindu
pada jiwaku
yang hanya satu

empat penjuru,
berwarna dadu
melukis hatiku
yang hanya satu

empat penjuru,
bermata sendu
menarik tubuhku
yang hanya satu

terdiam aku,
dalam segala puja
pada siang dan malamku
hanya padaMu

dalam setiap sujudku,
pintaku hanya satu,

: beriku satu
malaikat pelindung
terbaik dariMu



(19 Desember 2009)

Jumat, 18 Desember 2009

suatu hari, di depan gereja

mulutmulut terus mendesah
pada kisah tentang entah

sedang kita tak pernah
resah apalagi jengah
kita enggan mengalah
itu saja, satusatu masalah

masalah,
yang bukan masalah
bagi kita

aku hanya lelah
kau pun lelah
lantas, ke mana kita ?

terbang saja ke surga
dan, kita akan bersama
selamanya, itu katamu semalam

itu masalah, kataku
dengan apa kita pergi ke surga ?
dan, kau diam saja

tak perlu menyerah,
meski kadang aku muntah
dengan segala serapah
dari mulutmulut mereka

sampai kapan ?
tanyamu dengan tatapan itu,
tatapan sama dengan dua belas
perayaan kelahiran yang lalu

: entah



(18 Desember 2009)

dua hati, menunggu entah

dua hati,
dingin dalam diam
menunggu lumer

entah dalam mulutmu
atau mulutku

: menunggu entah



(18 Desember 2009)

Kamis, 17 Desember 2009

dusta dari bibir birumu

selaksa dusta
telah kau eja
dengan sempurna

menipu mata
mendusta jiwa
pun menyayat luka

aku tunggu,
satu kejujuran terakhir
terucap dari bibirmu
yang kian membiru

itu saja, aku tunggu



(17 Desember 2009)

biru yang lain

mata pisau
itu kembali nyata
di pelupuk mata

jangan tawarkan
cinta, bila ada luka
mengiris nadi

jangan tawarkan
rindu, bila ada beku
membalut sumsum



(17 Desember 2009)

catatan yang belum usai

kau menghilang
dalam bayangbayang

catatan ini
mengabur dalam
pandang, menderas
dalam sungai bening

catatan ini,
entah kapan usai
menuju Damai



(17 Desember 2009)

senja, di stasiun kota

tiba senja
di stasiun kota,
aku datang
dalam rindu

padamu, pelantun
tembang sayang
padamu, perantai
rindu membiru

ah, sayang
kau tak datang
pada senja
yang membawaku
datang padamu

mungkin kau lupa
biarlah, kutunggu saja
sampai kau datang

malam ini
atau esok pagi

aku tunggu



(17 Desember 2009)

cahayamu, aku

jangan lagi
kau tanya cinta
yang kupunya
serupa apa

masih sama
bibir mengeja

: cahaya

penerang
dalam gelapmu,

: aku


(17 Desember 2009)

rindu sepuhan

menunggu rindu
di ujung bibirmu
manis sekaligus kelu

: rindumu palsu



(17 Desember 2009)

Rabu, 16 Desember 2009

empat dan tiga belas

empat dan tiga belas
itu tak pernah ada
dalam hitungan langkah,
begitulah pesan purba

entah mengapa,
aku tak mampu bertemu
jawab atas dera tanya
meski darahku sama

sungguh, aku tak percaya
pada pesan purba
tentang empat dan tiga belas
bagiku, mitos belaka

meski darahku sama,
biarkan aku tetap tak percaya
pada mitos purba
tentang empat dan tiga belas

meski darahku sama,
biarkan aku tetap berbeda
dari langkahlangkah purba

melompat empatempat
bersama tiga belas sayap
menuju senyap



(16 Desember 2009)

jalan puja

: untukmu, yang selalu kusebut dalam doa


bila ini cinta
beri saja tanpa cemburu,
begitu selalu pintaku padaMu

tak pernah kupinta
cinta sempurna
serupa dongeng istana
dengan akhir bahagia

tak pernah kutakar
mahal mahar
serupa saudagar
penuh timbang tawar

bila ini cinta,
beri saja setia
tanpa mendua



(16 Desember 2009)

Selasa, 15 Desember 2009

renik rindu

1
mencari jejakmu
di antara akarakar lumut
pemecah batubatu

: meremah tanah

2
rindu membatu
di antara debudebu
lekat pada poripori udara

: menusuk nafas




(15 Desember 2009)

maaf, rayumu tak berlaku

kau bilang aku manis,
dengan mulutmu yang bengis

kau bilang aku imut,
dengan bibirmu yang melumut

kau bilang aku smart,
dengan lidahmu yang menjilat

kau bilang aku hebat,
dengan bualmu yang berkarat

aku bilang tak perlu merayu
bila hatimu masih saja berbulu
serupa musang belang

aku bilang tak perlu memuji
bila jiwamu masih saja berduri
serupa landak terjebak

aku bilang kau badut pengecut
serupa kucing kalut tersudut

biarkan aku pergi
kau tak perlu mencari
sebelum kau bersih hati
tanpa dengki
sebelum kau bersih jiwa
tanpa prasangka

maaf, rayumu tak berlaku
karena aku bukan gulagulamu




(15 Desember 2009)

Senin, 14 Desember 2009

pada malam biru

ada gamang
tak jua bertemu
jalan terang

ada hilang
tak jua bertemu
nyaman sarang

ada sayang
tak jua bertemu
langkah tenang

ada rindu
tak jua bertemu
degup jantungmu

ada kau
masih terpaku
di sudut gelapmu

ada aku
bertanya padamu
mengapa masih meragu

ada kau dan aku
dalam bisu
pada malam biru


(15 Desember 2009)

siluet malam, di sebuah boulevard

tubuh lelah. pun hati jengah. pada matamata tak ramah. pada mulutmulut penuh desah. pun pada tangantangan rajin menjamah. rindu pada istirah. sayang, masih menyala mata. pun melanglang benak, menyeruak malam. sembari menikmati malam, di antara lalu lalang langkahlangkah kaki para penjaja diri.

hmmm, kota yang tak pernah tidur. penuh bilurbilur menghibur. bagi para pencari kasur, yang bosan pada kasur tua di rumah. dan, langkah-langkah pun masih menjelajah. kota yang tak pernah lelah. di antara asap dari mulutmulut rekah. hingga tubuh lelah, pun hati jengah tersungkur pasrah pada tanah basah.



(14 Desember 2009)

elegi sahabat, pada sebuah pagi

aku datang padamu, sahabatku. setelah musibah itu menimpamu. dan, melihatmu terpekur di balik kelambu.

kau bilang, sedang berkawan sepi. mengukur batas hati. tak ingin lagi bermimpi. bila mimpi hanya duri menusuki hati. ah, ingin pergi menuju matahari. biarlah terik membakar segala diri dalam sepi.

aku melihatmu, memandang tanah lapang dari balik jendela. memandang daradara bergerombol dan beterbangan.

kau bilang, ah, mereka begitu bebas. sayapku telah patah. aku tak lagi bisa terbang sebebas mereka. aku hanya bisa meringkuk di balik jendela dengan sisasisa airmata.

aku bilang, hapus airmatamu. keluarlah dari balik kelambu. sayap barumu akan tumbuh. tak perlu lagi mengeluh. tak perlu lagi mengaduh. tentang seorang pejantan angkuh, yang telah membuang jenuh di antara nikmat lenguh.

aku bilang, kubur masa lalu itu. di bawah hitam batubatu. kembali menjadi karang. atau kembali terbang membangun mimpimu, yang sempat tertunda. ketika kau lengah pada langkah yang salah. dan, bila kau masih gemar membantah. atau hendak mengulang salah. atau tak hendak mengubah langkah. maafkan aku, sahabatku.

aku bilang, terserah !!!



(14 Desember 2009)

chocolate strawberry

ku tulis namamu di atas awan
sayang, angin selalu menghapusnya

ku tulis namamu di atas air
sayang, gelombang selalu mengahpusnya

ku tulis namamu di ruang hatiku
dan, dirimu tinggal di dalamnya, selamanya

legit, katamu
selegit coklat lumer dalam mulutmu
kau tulis namaku di atas pasir
sayang, jejak-jejak lain menghapusnya

kau tulis namaku di atas batu
sayang, lumut-lumut menghapusnya

kau tulis namaku di ruang hatimu
dan, diriku tinggal di dalamnya, selamanya

manis, kataku
semanis strawberry rekah dalam mulutku

persetan, orang-orang di luar sana
menilai apa saja tentang kita

bagi kita,
kita adalah perpaduan sempurna
legit manis serupa coklat dan strawberry



(14 Desember 2009)

Minggu, 13 Desember 2009

beautiful poison

minggu yang sesak
terlalu banyak
berjumpa katak
terbahak-bahak
di ujung teratak

cantik-cantik
pun tampan-tampan
mempesona mata
dengan aneka warna
merah, biru, kuning, jingga

bagiku, tetap tak ramah
telinga terjamah
suara-suara meriah
pun racun menanti
di ujung lidah

aaarrrggghhh !!!

bagiku, katak tetaplah katak
meski kau bermahkota di kepala
hanya pandai berteriak
tak mampu bertindak




(13 Desember 2009)

aromamu, aroma racun serangga

tibatiba aroma
tubuhmu meruap
hinggap mengendap
serupa asap
racun serangga

aaarrrggghhh !!!




(13 Desember 2009)

pada sebuah siang

janji bertemu denganmu
di kantin sekolahku
menikmati makan siang
yang lengang di sudut ruang

segelas iced lemon tea
mungkin jadi pelepas dahaga
dan pereda degup di dada

lidahmu mengeja kata
membuka segala dusta
tentang kita,
bahwa kau tidak lagi setia
pada janji kita di depan altar

bibirmu mengeja petir
muntah segala getir
tentang dia,
yang kau pilih sebagai selir
pada janji kita yang berakhir

dan, aku pun melengang pergi
meninggalkanmu sendiri
tanpa basabasi

punggungku telah menjawabmu
serupa sepotong roti
dengan sebilah belati
menusuk ulu hati
ketika mentari kian meninggi




(13 Desember 2009)

kopi dan donat

secangkir kopi
satu ciuman di pipi
sebuah donat
satu pelukan hangat

cukup bagiku,
mengawali hariku
bersamamu




(13 Desember 2009)

secangkir kopi, sebuah melodi

secangkir kopi
penuh cinta
menyapa pagi

bersama sang mentari
membangun mimpi
tentang sebuah melodi



(13 Desember 2009)

mata keranjang, terjun saja ke jurang

segelas air
penghapus dahagamu
itulah aku

setitik cahaya
penuntun gelapmu
itulah aku

sehembus udara
pelega nafasmu
itulah aku

sebidang tanah
pemberi pijakanmu
itulah aku

cukupkah semua itu
dalam hidupmu ?

bila masih kurang,
terjun saja ke jurang

dasar lelaki mata keranjang !!!





(13 Desember 2009)

malam minggu, di taman kota

di taman kota itu,
ada begitu banyak laku
dan, ini malam minggu

tak ada lagi malu atau tabu
ketika semua berbaur jadi satu
ketika dua hati telah menyatu

dan, sepasang mataku adalah saksi
atas pertemuan dua hati
di sudut gelap taman kota

ayah ibumu di rumah
menganggap polahmu tabu
dan, kau malah menjawab:
"tabu buatmu,
bukan tabu buatku"

kalian masih hijau
berani menerjang rambu
dan, tinggal menangis pilu
ketika semua telah terlalu

dan, aku hanya bisa berkata:
"malam minggu, di taman kota
sepasang anak muda bercinta
menuju nikmat sesaat
setelahnya saling berteriak keparat"

kalian kepala batu,
tak menurut petuah ayah ibu
memberi sembilu di hati ayah ibu

tunggu saja,
kalian membatu dalam sembilu



(12 Desember 2009)

Jumat, 11 Desember 2009

pada ujung senyummu

pujian itu melenakan
celaan itu melemahkan
dan, keduanya adalah senjata
pembunuh yang tangguh

entah, mana akan kau pilih
untuk membunuhku
di ujung senyummu




(12 Desember 2009)

rindu di antara rumpun bambu

mengukir hijau rindu
di antara rumpun bambu
sehijau rindumu padaku



(12 Desember 2009)

: untuk para penggunjing

abcdefghijklmnopqrstuvwxyz
zyxwvutsrpqonmlkjihgfedcba

telah kau ucapkan berjuta kata
telah kau tumpahkan airmata
di hadapanku
tentang segala rindu
pun segala rayu

maaf, aku bukan perempuan lemah
hatiku masih tetap sama
aku tak akan menyerah
pada badai yang kau hembuskan

maaf, aku bukan perempuan lemah
hatiku masih tetap sama
tetap merah
tetap berdarah

maaf, aku tak akan menyerah
pada remah-remah remeh
yang hanya pandai mencela
yang hanya pandai menggunjing
di belakang punggung




(12 Desember 2009)

perempuan angin

kita pernah berkencan
di bawah rembulan
yang sama

kita pernah berlari
di bawah mentari
yang sama

sayang, kita berbeda
langkah dan cita
kita berbeda pandang
tentang definisi bahagia

kau sibuk hurahura
dalam hingar bingar
kau sibuk pestapora
dalam gegap gempita
sesuatu yang tak kusuka

kita berpisah
di simpang jalan itu
kau pulang ke rumahmu
dan, aku menjelma angin

berhembus bebas
meretas batas
hingga segala tuntas
segala langkah dan cita
tentang bahagia
yang berbeda




(12 Desember 2009)

peri bermulut belati

jengahku,
melihat segala polahmu

kau simpan keris
di balik punggung indahmu
serupa ular
menyimpan racun
di antara taring-taring tajamnya

jengahku,
meski kau secantik peri
sayang, mulutmu setajam belati

maaf, aku tak sudi
mengenalmu lagi




(11 Desember 2009)

asmara dalam segelas brandy

bercengkrama
dalam aroma asmara
dan segelas brandy
di ujung jemari
menanti pagi




(11 Desember 2009)

persahabatan embun dan daun

embun menenun
sejuk setiap pagi
pada tubuh daun



(11 Desember 2009)

natal yang dua belas

pohon terang
berkerlip bintang
telah terpasang
di sudut ruang

kubus-kubus
berbalut pita
rapi berbaris
tanpa tangis

dua belas natal
telah terlampaui
terjaga mata hati
pada laku yang banal




(11 Desember 2009)

membaca tanda

membaca tanda di antara mata
mencermati tanda pada tubuh gemulai
mendengar tanda dari desah nafas

membaca cinta,
yang ternyata tiada

tertinggal sesal
dalam jejak-jejak nakal
yang kian tertinggal
di ujung kanal




(11 Desember 2009)

morfin pun tak lagi berlaku

bekas jahitan
dengan rembesan
darah segar
di sudut jantung

tersisa ngilu,
morfin pun
tak lagi berlaku

tertinggal,
pekat asap
serak abu
di sudut asbakmu




(10 Desember 2009)

Kamis, 10 Desember 2009

malam menghitam

malam kian temaram
aku pun kian terbenam
dalam hitam



(10 Desember 2009)

cinta itu serupa jelangkung

: untuk sahabat


pada sebuah senja,
kau bertanya padaku tentang cinta
dan, aku pun tersenyum dalam kulum

pada sebuah senja yang kian temaram,
pada sebuah perjalanan dari pusat kota
ku temukan jawab atas tanyamu tentang cinta

cinta itu serupa jelangkung,
datang tak diundang
pergi pun tak diantar

dan, bila cinta telah datang padamu
nikmati saja setiap debarnya
dengan segala suka cita

dan, kelak bila cinta telah pergi darimu
nikmati pula setiap perihnya tanpa segala duka cita

nikmati saja,
semua tanpa tanya
hingga jawab itu datang dari tangan Sang Maha



(9 Desember 2009)

sorry

sorry,
i am not a witch
neither a bitch

i am just an ordinary lady with a lot of stitch
in the depth
that you've never know

so please,
don't put another stitch in it



(9 Desember 2009)

dua puluh tujuh

: hesty wulandari


dua puluh tujuh
kuntum mawar merekah
mewarnai aliran darah

dua puluh tujuh
sinar bintang berbinar
menemani bulan bersinar

dua puluh tujuh
begitu banyak keluh
begitu banyak aduh
begitu banyak riuh
begitu banyak gemuruh

menunggu satu,
sebuah sauh
tempat segala berlabuh
meredam keluh
meredam aduh
meredam riuh
meredam gemuruh

menunggu satu,
sebuah sauh
tempat segala berlabuh
menghapus segala peluh



(8 Desember 2009)

menit menggigit

empat menit ?
hanya waktu sejimpit
tak mengapa, selama menggigit
dibanding ribuan menit
tanpa jerit



(8 Desember 2009)

kwatrin mimpi (2)

menetes embun
dari malam ngungun
mencecap mimpi tawar
dari sekuntum mawar

kepak sayap
hilang senyap
menyemai mimpi
biji bunga matahari

bila itu mimpi
berakhir nyeri
tak perlu ratap
tak putus harap

menjelma bidadari
membangun mimpi
tak hanya pada bumi
pun pada langit menaungi



(8 Desember 2009)

kwatrin mimpi (1)

: untuk sahabat



belum di akhir
sebuah perjalanan
airmata mengalir
menyisir genangan

meluap bendung
lama terkurung
dalam menung
sebagai sulung

terbang tinggi
menjelma peri
tinggalkan duri
menusuki hati

berkembang seri
serupa mentari
menghampiri pagi
menyemai mimpi



(8 Desember 2009)

Minggu, 06 Desember 2009

tarian hujan

1
hujan datang
mengguyur ilalang
menyapa siang
di ujung petang

2
desir angin
pun menantang
segala terbang
dan menghilang

3
deras air
pun mengalir
batu membutir
di tepian akhir

4
hujan datang
segala menghilang
dalam desir angin
pun deras air
kian menjalang



(6 Desember 2009)

Sabtu, 05 Desember 2009

desember yang dua belas

: pemilik siberian husky


1
teduh mata
siratan sukma
teguh jiwa
langkah setia

2
batu biru
pengikat rindu
setelah dua belas
desember berlalu

3
kau serupa embun
dalam laku waktu
guyur hujan
hembus badai
dan terik mentari

4
suratan akhir
tiba menggigil
dalam beku salju
yang mencair
di altar Surga



(5 Desember 2009)

Jumat, 04 Desember 2009

kisah segitiga dalam tiga gelas champagne

termangu,
dua pasang mata
menatapku

meminta satu jawab
tentang degup jantung
menggantung
di antara bingung

sunyi pun pecah,
suara renyah menggugah
hati-hati yang resah

: buang saja gundah
tak perlu ada yang berubah

nikmati saja setiap kisah
di antara kita bertiga
tanpa kisah yang lelah

: buang saja jengah
di malam yang meriah

bersama tiga gelas champagne
serta hiruk pikuk pesta dansa
hingga pagi tiba
dan mentari kembali menyapa

aku, kau, dan dia kembali nyata
di antara langkah-langkah tergesa




(4 Desember 2009)

senyum si raja kecil

: regan danadhyaksa


kelahiranmu telah ditunggu,
buah cinta ayah bundamu
dan tumpahan kasih sayang
sebagai cucu yang lama dirindu

sebagai raja kecil,
senyummu telah menyentil
jiwa-jiwa kerdil
tingkahmu telah menawan
jiwa-jiwa arogan
dan hadirmu adalah anugerah
bagi jiwa-jiwa yang lelah




(4 Desember 2009)

sekali lagi, untuk kekasih-kekasihku

dalam ikatan yang sama, aku percaya jiwa kita telah disatukan. meski tubuh terpisah, kau di utara dan aku di selatan. berbagi kisah tentang kasih sebuah keluarga. sebuah keluarga besar, tentunya.

semoga kau tak pernah lupa, kita pernah berbagi tawa. kita pernah berbagi airmata. kita pernah ditempa oleh resi yang sama. kita pernah belajar mengeja aksara yang sama. kita pernah menulis rasa yang sama, meski dalam warna yang berbeda. kita pernah belajar menyulam gurindam. kita pernah belajar menenun pantun. kita pernah belajar menyongket soneta. kita pernah belajar mencumbu lagu.

semoga kau tak pernah lupa, kita pernah belajar berjalan di atas jalan setapak yang sama. kita pernah belajar berlari di atas tanah lapang yang sama. kita pernah terjatuh di tempat yang sama. dan, kita pun tak pernah lelah belajar bangkit kembali. melangkah kembali. berlari kembali. melompat kembali. demi sebuah mimpi, yang tak akan pernah usai dimaknai.

semoga kau tak pernah lupa, pada cerita yang pernah membesarkan kita. pada cerita yang pernah mendewasakan kita. cerita tentang tawa. cerita tentang bahagia. cerita tentang luka. cerita tentang airmata. terjejak di setiap sudut sebuah kota bunga.

semoga kau tak pernah lupa tentang aku, yang selalu duduk di sudut ruangmu. dalam diamku. memandang sulaman kesedihan kisahmu, dalam airmataku. pun, memandang rajutan kebahagiaan kisahmu, dalam senyumku.

semoga kau tak pernah lupa tentang aku, meski aku telah terpisah jarak darimu.

semoga saja....




(4 Desember 2009)

maaf, kau bukan lelakiku !!!

kemarin, kau bilang sayang. dan, ku lihat kau bercinta di atas ranjang. dengan seorang gadis belia, yang kau bilang tersayang. hingga peluh tubuhmu menggelinjang di sekujur pori-porimu.

sekarang, setelah kau bosan bertualang. dengan vagina, yang telah kau buat berlubang, lantas kau buang sayang itu ke dalam keranjang sampah di depan pintu ruang hatimu.

esok, kembali kau rayu gadis-gadis lugu dengan segala ludah berbisamu. kembali kau cumbu gadis-gadis lugu dengan segala nafsu liarmu. kembali kau bertualang bersama perempuan-perempuan, yang telah berlubang vaginanya, di atas ranjangmu. kembali seperti sebelum kau bertemu perempuan-perempuan lugu, yang kau beri sedu membiru dalam keranjang sampah di depan ruang hatimu.

maaf, aku telah membuang segala tentangmu ke dalam keranjang sampah di depan ruang hatiku. karena bagiku, kaulah lelaki jalang, yang penisnya selalu menegang bila bertemu perempuan-perempuan lugu berlalu di depan hidungmu.

maaf, kau bukan lelakiku !!!




(4 Desember 2009)

permata biru

: mahabiru


elok wajahmu
lucu polah tingkahmu
menawan senyummu

mahabiru,
begitulah namamu
pengikat hati
pun penyejuk jiwa
bagi ayah bundamu

selalu



(4 Desember 2009)

kupu-kupu bersayap biru

biru sayapmu
sendu tawamu
kelu senyummu
batu hatimu

dalam diamku,
aku tetap membisu
dan segala gerakmu
pada ujung mataku




(4 Desember 2009)

Kamis, 03 Desember 2009

kau: dengung lebah

membaca jengah
pada deretan gundah
di antara lebah-lebah

aku menunggu,
segala dengung musnah
di antara deru kota

dan, kau masih saja
menghitung salah
pada rembulan memerah




(3 Desember 2009)

catatan kemarin

bermain hujan
di tengah sabana
bersama ratusan impala

entah esok atau lusa
segala kembali semula

mengeja aksara
di antara rimbun angsana
dan hembus angin
pada helai-helai rikma




(3 Desember 2009)

ingatan sunyi

memungut ingatan purba
tentang batu-batu hitam
pada langkah-langkah lelah

musnah,
tanpa jejak membekas

kosong



(3 Desember 2009)

Sabtu, 28 November 2009

maaf, aku bukan tempat meludahmu !!!

pernah ku bilang, aku tak akan menyentuhmu. atau menyentuh perempuanmu. pernah ku bilang, biarkan aku hidup sendiri. dalam duniaku. pernah ku bilang, duniaku berbeda. dengan dunia kalian. pernah ku bilang, tentang pilihanku. dan, kau jalani pilihanmu. pernah ku bilang, semua itu padamu, bukan ?

sayangnya, kau meludahiku. sekali lagi, pagi ini. dengan segala serumu. tentang sesuatu, yang bahkan aku tak pahami.

pernah ku bilang, aku bukan milikmu. dan, aku tak ingin kembali pada masa lalu. sebuah romansa semu. sebuah kisah abu-abu. aku hanya ingin kau jadi temanku. itu saja.

sayangnya, kau sering tiba-tiba memuntahkan seru. bila aku bercanda dengan teman-temanku. entah cemburu, seperti pernah kau katakan padaku. dan, aku pun tak hendak cemburu pada perempuanmu. perempuan yang telah melahirkan penerus-penerusmu.

sayangnya, kau meludahiku. sekali lagi, pagi ini. dengan segala serumu. tentang sesuatu, yang bahkan aku tak pahami.

kemarin, aku masih mampu tersenyum menerima ludahanmu. kemarin, aku masih mampu tersenyum menerima segala serumu. sayangnya, pagi ini, telah habis senyumku untukmu.

maaf, aku bukan tempat meludahmu !!!




(28 November 2009)

bukan aku, perempuan itu

bukan aku,
penghembus angin
yang kau cari

bukan aku,
penenun hujan
yang kau cari

bukan aku,
pelukis pelangi
yang kau cari

bukan aku,
pencuci kaki
yang kau cari

bukan aku,
sungguh bukan aku
perempuan itu

pergilah,
bila aku sembilu
dalam hatimu

pergilah,
bila aku empedu
dalam darahmu

pergilah,
rajutlah bahagiamu
bersama perempuanmu

dan, aku pun hendak
kembali menenun hidupku
yang sempat poranda
terhembus badaimu




(28 November 2009)

Jumat, 27 November 2009

ku maafkan, segala serumu

tanda serumu,
kau lempar padaku
selalu

tanda serumu,
dalam ludahmu
dalam matamu
dalam lakumu

tanda serumu,
menumpuk
dan membatu
dalam hatiku

telah ku maafkan
setiap tanda serumu,
meski bukan untukku




(28 November 2009)

pengantin di depan altar

di depan altar,
kau ditinggal sendiri
sebelum terucap janji
sehidup semati

di rahimmu,
tertanam benih
dari seorang lelaki
yang pernah mencintai

di hatimu,
tersembunyi entah
semacam serapah
atas jengah membuncah




(27 November 2009)

sisa pesta semalam

dua gelas bir,
di atas meja
sisa semalam

demi pergaulan, katamu
entah esok, entah lusa
aku masih bisa tersenyum
mendengar segala tentangmu




(27 November 2009)

janji yang diingkari

janji itu diingkari
begitulah lidah
bila tak sejalan nurani

demi kesenangan diri
telah kau tusuk
jantung pertiwi




(27 November 2009)

ketika hujan datang

di bawah rinai,
menunggu inspirasi
mencipta imajinasi

membangun mimpi
bersama kekasih hati
tentang rindu membiru




(27 November 2009)

Kamis, 26 November 2009

inspirasi sunyi

setumpuk kertas kerja
dan segelas scotch
menunggu inspirasi
menghampiri dalam sunyi




(26 November 2009)

kerikil-kerikil tajam

setelah aku. setelah teman-temanku. siapa lagi yang akan kau korbankan setelah ini? aku hanya berkata benar, tetapi kau malah menganggapku berbuat makar. aku hanya berkata jujur, tetapi kau malah menganggapku ngelindur. kau bilang aku debu dalam matamu. kau bilang aku duri dalam dagingmu. kau bilang aku batu dalam langkahmu. kau bilang aku mimpi buruk dalam tidurmu.

aku bilang: biarin !!!

kau jual diri, demi membangun relasi. kau bunuh nurani, demi memperkaya diri. kau makan bangkai teman sendiri, demi membangun percaya diri.

untuk segala yang kau lakukan. untuk segala yang kau tuduhkan. aku tak akan berhenti membayangimu. serupa bayang-bayang yang selalu menguntit pergimu. aku tak hanya jadi debu dalam matamu. aku tak hanya jadi duri dalam dagingmu. aku tak hanya jadi mimpi buruk dalam tidurmu. lebih dari itu, aku akan membayangimu. akulah kerikil di bawah telapak kakimu. akulah kerikil dalam dalam sepatumu. akulah kerikil dalam setiap suap nasimu. dan, akulah kerikil dalam celana dalammu.




(26 November 2009)

untuk kekasihku, semoga

ingin titip rinduku padamu
ingin titip cintaku padamu
ingin titip kasihku padamu

inginku tersendat ragu
membaca rindu purbamu yang bukan untukku
melihatmu tak jua melangkah maju tuk merengkuhku
masih saja kau terdiam di sudut ruangmu

inginku tersendat ragu
kelak, mampukah kau berdiri di sisiku
menghalau segala sampah
yang terbawa debur ombak pada pantai kita?

inginku tersendat ragu
mampukah kau menghapus raguku
dengan segala yakinmu?




(26 November 2009)

pemuja syahwat

bayi itu telah dibunuh, ketika ia masih berupa janin. bayi itu telah dibunuh, bahkan sebelum ia lahir. kau bukan Ibrahim, yang diutus menyembelih Ismail sebagai tanda baktimu pada Tuhan. kau hanya seorang manusia biasa. bagaimana kau begitu tega? bagaimana kau begitu hina? membunuh darahmu sendiri.

aku pikir kau tak punya rasa. aku pikir kau tak punya jiwa. aku pikir kau tak punya cinta. kau hanya punya nafsu semata. puas bermain-main dengan liang vagina. puas bermain-main dengan senggama. kau buang darahmu begitu saja. dan, kau masih fasih menyebut nama Tuhanmu.

kau hebat !!! pemain watak yang hebat dalam panggungmu. kau layak dapat Oscar. dan, aku beri kau standing ovation atas permainan drama yang kau mainkan.

atas nama bakti pada Ibumu, kau terpaksa membuang darahmu. begitu katamu padaku. atas nama kebebasan diri, kau terpaksa membuang darahmu. begitu katamu padaku. atas nama kesenangan diri, kau terpaksa membuang darahmu. begitu katamu padaku. atas nama jiwa mudamu, kau terpaksa membuang darahmu. begitu katamu padaku.

aaarrrggghhh !!! kalian sama saja. manusia-manusia biadab tak punya nurani. menepuk dada sendiri serupa orang suci. dan, melempar tahi pada wajah-wajah yang lain.

bermainlah sebaik mungkin di atas panggungmu. bermainlah sebaik mungkin membawa peranmu sebagai pemuja syahwat. kelak, Tuhan akan memberimu penghargaan yang tepat. untukmu, untuk kalian, pemuja syahwat.




(25 November 2009)

faith

pernah kau bertanya apa agamaku. dan, aku hanya tersenyum menjawab tanyamu. aku percaya Tuhan itu ada. aku percaya Tuhan itu satu di dunia ini. aku percaya surga itu ada. aku percaya neraka itu ada. aku percaya malaikat itu ada. aku percaya iblis itu ada.

kau bilang aku tak beragama. kau bilang aku berdosa. dan, aku hanya tersenyum mendengar ucapmu. aku percaya, hanya itu yang ku punya. aku percaya, itu saja. lantas ini membuatku berdosa, seperti ucapmu itu?

bagiku, agama itu pribadi. tak perlu berlagak suci, sedang kau masih suka makan teman sendiri. tak perlu berlagak suci, sedang kau masih suka menjual nurani.

bagiku, agama itu memisahkan manusia. dan, telah ku lihat kaum fanatik telah memisahkan manusia. membagi manusia dalam sekat-sekat, sedang Tuhan tak pernah menciptakan sekat-sekat. membagi manusia dalam perbedaan-perbedaan, sedang Tuhan menyatukan manusia.

bagiku, percaya itu lebih menyatukan manusia. menyatukan bahwa Tuhan itu ada. Tuhan mengajarkan kasih pada seluruh umatnya, bukan mengajarkan peperangan atas nama agama. Tuhan mengajarkan kasih. dan, aku percaya Tuhan pun mengasihiku, mengasihimu, mengasihi kita, apapun warna agamamu. dan, tak perlu kau merasa paling tinggi di antara yang lain, sedang Tuhan menciptakanmu sama serupa denganku.




(25 November 2009)

Selasa, 24 November 2009

iseng sendiri

menunggu pagi
berteman secangkir kopi
dan sebatang api
membakar di ujung jemari





(24 November 2009)

sandiwara yang tak pernah usai

: untuk pedagang gula-gula



dalam diamku, telah ku jenguk satu demi satu ruang dalam jiwa-jiwamu. ternyata benar, tak pernah salah tanda-tandamu ku maknai. tak terlewat sebuah titik. tak terlewat sebaris garis. tak terlewat sebentuk aksara. segala jujur termuntahkan dalam dinding-dinding hatimu. tinggal menunggu waktu berbicara. tinggal menunggu kejujuranmu atas aksara-aksara tereja dari mulutmu.

sayang, kejujuran itu tak pernah terucap dari bibirmu. bibir yang selalu kau lumasi madu. bibir yang selalu kau lapisi gula-gula. bibir yang selalu fasih mengucapkan maaf, meski tangan dan kaki tetap melakukan salah yang sama. bibir yang selalu fasih mengucapkan maaf, meski hati tetap saja dipenuhi belatung-belatung gemuk.

sayang, kau tak perlu kau minta maaf. bila maafmu hanya semu. maaf yang bersemir madu dan manis gula-gula itu. maafmu palsu, serupa aspartam dan sakarin meninggalkan pahit di ujung lidah. pun bibir bersemir madu dan manis gula-gulamu itu meninggalkan pahit di ujung hati yang basah.

bagiku, kau hebat dalam membawa peranmu di muka bumi ini. bila kau tetap ingin berpura-pura, silakan saja. asah bakatmu sebaik mungkin, menjadi orang suci atau apapun namanya. aku tak akan pernah peduli. aku memilih pergi, karena aku telah benar-benar muak melihat sandiwaramu.




(24 November 2009)

sang penenun rasa

kau pernah datang
menenun tawa
serupa bianglala
selepas hujan reda

kau pernah datang
mengajakku terbang
bersama ramarama
mengunjungi bungabunga
aneka warna di taman kota

kau kembali datang
menenun hujan di langitku
kau kembali datang
melempar tanda serumu
ke dalam pangkuanku

entahlah,
lakukan saja semua inginmu
tertawalah kembali
bersama belahan jiwamu

biarkan aku sendiri
bersama sekeping hati
yang pernah kau curi
ketika musim semi
menghampiri




(24 November 2009)

belenggu cinta

di depan altar, kau bilang akan setia padaku. dalam sakit dan sehatku. dalam miskin dan kayaku. dalam jatuh dan bangkitku. dan, kau selipkan belenggu cintamu di jari manisku.

di depan altar, aku bilang akan setia padamu. dalam sakit dan sehatmu. dalam miskin dan kayamu. dalam jatuh dan bangkitmu. dan, aku selipkan belenggu cintaku di jari manismu.

di depan altar, kau pinta aku pergi bersamamu. kau pinta aku meninggalkan duniaku. kau pinta aku mengatakan selamat tinggal pada mereka, teman-temanku.

di depan altar, aku pinta kau berjalan bersamaku. aku pinta kau tetap ada dalam duniamu. aku pinta kau tetap bersama mereka, teman-temanmu.

di depan altar, aku bilang padamu, aku akan berjalan bersamamu. aku tak sanggup meninggalkan duniaku. aku tak sanggup mengatakan selamat tinggal pada mereka, teman-temanku. karena mereka tak pernah mengizinkanku pergi bersamamu. mereka tak mengizinkanku mengatakan selamat tinggal. karena aku bukan hanya milikmu, tetapi milik mereka juga.

di depan altar, aku bilang padamu, aku akan berjalan bersamamu selama kau tak membelengguku dalam belenggu cintamu.




(24 November 2009)

Senin, 23 November 2009

untuk dia, bukan untukmu

bila kau pikir aku tulis puisi cinta untukmu, kau keliru. ku tulis bait-bait hati di antara dentum perkusi untuk dia, sang jantung hati.

dia, lelaki yang selalu mengukir senyum di setiap mendungku. dia, lelaki yang selalu melukis tawa di setiap dukaku. dia, lelaki yang selalu tulus hatinya. dan bukan sepertimu, lelaki yang selalu bulus otaknya.

bila kau pikir aku tulis puisi cinta untukmu, kau keliru. ku tulis senandung jiwa di antara dawai biola untuk dia, sang pujangga cinta.

dia, lelaki bersahaja, meski tak bergelar sarjana. dia tak pernah dusta tentang rasa. bukan sepertimu, lelaki dengan berjuta gula-gula di ujung lidah bercabangmu.

bila kau pikir aku tulis puisi cinta untukmu, kau keliru. ku tulis ini untuk dia, sang belahan jiwa.



(22 November 2009)

jebakan rindu

kau bisu, aku gagu
terjebak dalam rindu
tanpa nafsu
mengiris serupa sembilu

kau bisu, aku gagu
tak perlu lagi kau unduh
rindu dari hati membiru
yang telah beku
terbenam salju



(21 November 2009)

lelaki hujan

kemarau lalu
meranggas jiwamu
tenunan hujan
dalam mata indahmu

bermain kita bersama
dalam tenunan hujan
pada sebuah senja
di tepian taman

dalam tenunan hujan
kita erat berpelukan


(20 November 2009)

Kamis, 19 November 2009

angin sunyi

meranggas daun jati
merintik daun trembesi
dalam embus angin sunyi
di tepian hati



(14 Nopember 2009)

: menjelma batu

kutuk saja aku jadi sebuah batu, meski tak terbayar segala letihmu mengandungku.
kutuk saja aku jadi sebuah batu, meski tak terbayar segala sakitmu melahirkanku.
kutuk saja aku jadi sebuah batu, meski tak terbayar segala jengahmu membesarkanku.
kutuk saja aku jadi sebuah batu, dan aku tak akan membantah titahmu.

: menjelma batu

aku,
demi segala letihmu
demi segala sakitmu
demi segala jengahmu

: menjelma batu

aku,
tak ingin durhaka padamu
tak mampu ukir bangga di hatimu
tak sanggup jadi siapapun untukmu

: menjelma batu

itulah aku
bukan apapun
bukan siapapun

hanya batu,
pengganjal pintu rumahmu
dalam matamu
dalam langkahmu




(14 November 2009)

ku cuci darahku, malam ini

bukan hanya kadang seperti sering kau bilang, melainkan memang. ku teriakkan itu sekarang, bila air lebih kental dari darah.

memang, itu pernah ku bilang. dan, aku ingin mencuci darahku dengan air yang pernah kita minum bersama. aku ingin mencuci darah yang telah mengingkariku. mengingkari adaku. mengingkari lakuku.

aku akan mencuci darahku, malam ini. aku tak akan menyesali. aku tak akan kembali.

darahku telah ingkar janji.



(13 November 2009)

hutan bakau

bersama kau
menghalau galau
di antara rimbun bakau
dan kicau bangau




(12 November 2009)

kamboja

airmata kamboja
dari telaga sukma
penghapus duka
jiwa terluka




(12 November 2009)

kopi pagi

aroma kopi
mentari pagi
membangun mimpi
bersama sahabat sejati




(12 November 2009)

pohon waru

rinai hujan
semilir angin
datang padamu
setelah kemarau lalu
meranggas hijau daun waru
merimbun dalam hatimu



(11 November 2009)

tanda serumu bukan untukku

tanda serumu
meninggalkan lebam biru
di sekujur jiwaku

tanda tanyamu
meninggalkan gurat ungu
di dalam relungku

tanda titikmu
meninggalkan rona kelabu
di seluruh langkahku

tanda komamu
tak pernah kau beri padaku
tak pernah adil buatku
segala biru
segala ungu
segala kelabu
kau tumpahkan padaku

patahkan saja sebelah sayapku
patahkan saja sepasang kakiku
patahkan saja sepasang tanganku
butakan saja sepasang mataku
tulikan saja sepasang telingaku
hingga puas segala buas jiwamu




(11 November 2009)

pada jingga senja

: untuk andrey


pada jingga senja, burung layang-layang telah kembali pulang. dan, kau masih saja mengais serpihan-serpihan hari sembari menunggu sang putri, yang selalu bersemayam di relung hati.

pada jingga senja, ku lihat cinta di mata seorang jejaka. cinta yang tak lekang oleh cuaca. cinta yang selalu berhembus serupa udara menerpa gerah jiwa. cinta yang selalu mengalir serupa air menghapus dahaga jiwa.

pada jingga senja, ku ucap sebaris doa tulus untukmu: Tuhan, berkati dia dengan seluruh cinta-Mu. sang jejaka, yang di bola matanya selalu terlukis cinta. sang jejaka, yang di relung hatinya selalu terukir setia.

berkati dia selalu, Tuhan.





(11 November 2009)

don juan

malam kian terlelap
roda-roda telah tiarap
pun jemarimu sibuk melalap
tubuh-tubuh sintal tak bersayap

dalam pekat asap
dan aroma alkohol menguap




(8 November 2009)

bedebah

kau bedebah
begitu nyata bersalah
pun masih berani berkilah
dan bersumpah atas nama Allah

Hebat !!!
kau benar-benar bedebah




(8 November 2009)

renjana

jiwa resah
benak jengah
langkah gundah
tanah basah




(7 November 2009)

musim kering

angin berdenting
debu riuh berdesing
rumput-rumput kering
jati-jati melangsing
kerikil-kerikil kian meruncing



(6 November 2009)

Selasa, 03 November 2009

saujana

: sang mata elang


jiwa setia
nyawa cinta
nafas mantra

laku melumut
melumat batu
menjelma tanah

daun rindu
bunga cinta
pohon kasih

tulusmu, untukku



(3 November 2009)

kaulah itu, tempatku menuju

kaulah cinta,
tempat jiwa menjelma

kaulah rindu,
tempat kalbu menuju

kaulah hujan,
setelah kemarau galau

kaulah pelangi,
setelah rinai terhenti

kaulah mentari,
setelah malam mencekam

kaulah rembulan,
setelah penat menjerat

kaulah redup
setelah silau terhalau

kaulah hidup
bersamamu menuju surga-Mu



(3 November 2009)

Senin, 02 November 2009

Lelakiku Cantik

aku memilihmu sebagai lelakiku
bukan karena cantik wajahmu
bukan karena sempurna tubuhmu
atau segala melekat padamu

aku memilihmu sebagai lelakiku
karena langkahku seimbang bersamamu
karena jiwaku lengkap bersamamu
karena diriku adalah tulang rusukmu

aku memilihmu sebagai lelakiku
bukan untuk hari ini
bukan untuk esok hari
tetapi di sepanjang sisa umurku
berjalan bersamamu
dalam gundahku
dalam bahagiaku

aku memilihmu sebagai lelakiku
tanpa ragu, tanpa malu
karena kau adalah aku
karena aku adalah kau
karena kita adalah satu
selalu




(2 November 2009)

basabasi basi

basabasimu benarbenar basi
terbungkus topengtopeng cantik
menutup bopengbopeng jiwamu

basabasimu benarbenar basi
terbungkus katakata manis
menutup lidahmu bercabang ular

basabasimu benarbenar basi
bodohnya aku, percaya padamu
tertipu senyum manismu
tertipu uluran tanganmu
ku kira tulus dari hatimu
ternyata palsu

dan, kau menikamku
tepat di punggungku
ingin ku tak percaya
sayang, itu nyata

basabasimu benarbenar basi
tak perlu tawarkan dirimu lagi
sebagai sahabat sejati
maaf, aku pergi
dan, tak akan pernah kembali




(2 November 2009)

Minggu, 01 November 2009

cerita tentang peri yang selalu datang malam hari

malam ini, aku menjelma peri. mengunjungi mimpi lelaki-lelaki, sembari menikmati melati. sang peri hanya tersenyum geli, mendengar seorang lelaki berkisah tentang diri dalam sebuah mimpi di malam sunyi : telah aku daki gunung tinggi, telah aku seberangi laut mati, telah aku bangun seribu candi, telah aku tulis seribu puisi hati, dan menjadi pujaan seribu hati demi mendapatkan hati sang peri.

lelaki itu bertanya pada sang peri, apalagi harus aku lakukan demi bersanding denganmu, sang peri ?

dengan santai, sang peri menjawab : tak perlu kau menjadi pujaan seribu hati, tak perlu kau menulis seribu puisi hati, tak perlu kau membangun seribu candi, tak perlu kau seberangi laut mati, tak perlu kau daki gunung tinggi bila kau hanya ingin unjuk gigi demi sebuah sanjung-puji dan menjadikanmu berbangga diri pada godaan-godaan duniawi.

dengan santai, sang peri menjawab : tak perlu kau disanjung sebagai pahlawan di panggung bingung, bahkan kau tak memahami hatimu linglung. bila kau ingin bersanding denganku, cukuplah menjadi pahlawan hatiku. cukuplah menjadi lelaki sejati, bukan sekadar banci, yang gemar bermain hati dengan membakar diri dalam sanjung-puji.

dan, sang peri pergi. meninggalkan sang lelaki. termenung sendiri



(1 November 2009)

Sabtu, 31 Oktober 2009

sensasi, senang sana senang sini

kau selalu berpesan,
tanyalah hati, jagalah hati
setiap akan melangkah kaki
karena hati adalah ruang kemudi
bagi setiap diri

ah, kau hanya pandai basabasi
pandai menutup identitas sejati

bagiku, kau sama sekali
tak punya hati, apalagi nurani
tak pernah jujur pada istri
tentang poligami yang kau jalani
menjual ayatayat suci demi nama diri
menjual harga diri demi uang korupsi
menjilat sanasini demi sebuah konspirasi
meniduri perempuanperempuan sunyi
atau sekadar onani di kamar sendiri
sembari membayangkan tubuh molek miyabi

ah, ternyata kau gemar buat sensasi
demi ketenaran diri
entah apalagi kau buat setelah ini

let's wait and see




(31 Oktober 2009)

kisah tentang mawarmu

pernah kau jatuh cinta
pada sekuntum mawar di sudut jendela
pekat aroma melekat dalam jiwa
ah, benarbenar menggoda

sayang, mawar berpaling segera
begitu kemarau tiba
meninggalkan luka di relungrelung jiwa
meninggalkanmu terpana penuh tanya

tertinggal kenangan tentang mawar
meninggalkan mata gusar
meninggalkan kata tawar
meninggalkan hati hambar

biar saja, mawar berpaling segera
hilanglah mata gusar
hilanglah kata tawar
hilanglah hati hambar

tunggu sebentar, hujan segera datang
menumbuhkan mawar lain di ladang
dan hatimu kembali riang




(31 Oktober 2009)

ternyata cintamu berduri

ternyata cintamu berduri
serupa mawar yang kau beri
sembari memberi ciuman di pipi
setiap mentari pagi menghampiri

ternyata cintamu berduri
serupa tusukan kawat berduri
menggores dinding hati
meninggalkan nyeri

ah, cinta berdurimu
memberi serangan tetanus di hatiku




(31 Oktober 2009)

jengahmu itu, lelahku....

: untukmu, yang mencintai gunung


masih ku lihat jengah
masih ku lihat lelah
dalam setiap aksara terdedah

marahmu pada kisah tentang entah
masih terbaca jelas, meski ia telah berlalu
serupa angin tak pernah kembali

dendammu tak sudah pada ayah
masih terasa kelu, mengalir dalam darahmu
tak pernah menguap dalam setiap tanda serumu

entah sampai kapan
akan terus kau simpan
jengahmu pada kisah tentang entah
marahmu pada dendam tak sudah

kau tak pernah tahu
jengahmu itu, lelahku
selalu mendesah dalam ruang hatiku
marahmu itu, denyutku
selalu menderu dalam mesin tubuhku

pergilah jengah
pergilah marah
tidakkah kau lelah ?




(31 Oktober 2009)

Jumat, 30 Oktober 2009

mawar hitam

lempar saja
semua warna
ke tubuhku

merah
hijau
ungu
coklat
kelabu
biru

dan, tertinggal hitam
selegam mawar hitam
melekat di tubuhku
bila masih ada warna lain
ingin kau lempar padaku
silakan saja




(30 Oktober 2009)

rindu tentangmu

detak jantungmu
ada dalam tubuhku
aku rindu, ingin bertemu
melukis rindu membiru
berganti merah jambu

rindu,
ingin kembali ke kotamu
menghirup aroma kotamu
memandang setiap sudut kotamu

rindu,
renyah tawamu
riuh bincangmu
merdu denting gitarmu
pekat kepulan asap rokokmu,
meski pedih mataku
dan sesak nafasku

ah, entah kapan rinduku
bertemu rindumu




(30 Oktober 2009)

kau: mawar

telah lama ku dengar kabar
tentangmu, sang mawar
tumbuh di antara semak belukar
tetap saja harummu semerbak menebar
membuat jantung siapa saja berdebar-debar

kaulah sang mawar,
tumbuh di antara semak belukar
tak perlu kau gusar
lalui semua dengan sabar
kelak, kau akan mendapat kabar
bahwa kau adalah mawar
pujaan sang belahan jiwa




(29 Oktober 2009)

Kamis, 29 Oktober 2009

kau: batu

bagiku,
kau adalah batu
yang pandai merayu
perempuan-perempuan lugu

teruslah begitu
teruslah berburu
perempuan-perempuan lugu
hingga puas segala nafsu
sungguh, aku tak cemburu

bagiku,
kau adalah batu
lupa bila punya seorang ibu
yang telah melahirkanmu

teruslah begitu
teruslah berburu
perempuan-perempuan lugu
hingga bertemu karmamu

tunggu saja,
waktu itu segera tiba




(29 Oktober 2009)

murungmu, senja ini

lebahlebah kembali mendengung
berputarputar dalam bingung
awanawan pun kian membumbung
memahami makna berkabung

dan, kau mulai berhitung
tentang bingung
tentang murung
yang kian tak rampung

aku pun lelah,
melihatmu terkurung
telah ku buka pintu sangkarmu
kembali terbanglah bebas
serupa camar
tak gentar pada halilintar




(29 Oktober 2009)

pagi ini, ketika kau pergi

pagi ini,
kau bertemu sang permaisuri
entah kapan kau kembali
ingin sekali ku tak peduli
sayang, hati tak mampu sembunyi
dan, airmata ini mengalir kembali

pagi ini,
kau bertemu sang permaisuri
membawa setengah hatiku pergi
meninggalkan segala sunyi
bersama sang pengganti
yang bahkan tak memahami nyeri

pagi ini,
kembali ku nikmati nyeri
bersama janji yang tak kau lunasi
tentang seribu satu candi

pagi ini,
aku kembali berlari
tak perlu kau memintaku berhenti
pun mengejarku kembali

pagi ini,
biarkan aku sendiri
menikmati segala nyeri
menjalari seluruh pembuluh arteri

pagi ini,
pergilah bertemu sang permaisuri
dengan segenap hati





(29 Oktober 2009)

Rabu, 28 Oktober 2009

aku mengenalmu, bukan dalam seminggu

senin,
menjalin mimpi baru
sembari merengkuh mata birumu
di pelukan rindu

selasa,
menjala cinta
sembari berdoa segala tentang kita
akan baik-baik saja

rabu,
menghitung rindu
sembari jujur pada kalbu
tentang kau dan aku

kamis,
menepis cemburu
sembari mengais rindu
tentang masa lalu

jumat,
melipat segala jerat
sembari menghemat cinta
terumbar dari bibirmu

sabtu,
mengatur kembali laku
sembari menyimpan ego
tentang kau dan aku

minggu,
menggulung segala rindu
sembari menyimpan cinta
hingga harap itu nyata tiba

seminggu,
kau bilang hanya seminggu
aku bersamamu
kau keliru, sungguh

aku mengenalmu,
lebih dari tiga ribu hari lalu
mengenal segala tentangmu

pun masih tersimpan jejakjejakmu
ribuan pesan singkatmu
dalam kotak masuk selularku
ribuan kertas suratmu
dalam kotak kardus di kamarku
dan ribuan kenangan tentangmu
terekam utuh dalam benakku

aku mengenalmu,
bukan hanya seminggu
dan belajarlah memahamiku
serupa aku memahamimu
bukan dalam seminggu




(28 Oktober 2009)

malam ini....

malam ini,
aku ingin sendiri
sekadar ingin kembali
pada diri sendiri

malam ini,
aku ingin sendiri
sekadar ingin kembali
bertanya pada nurani

malam ini,
aku ingin sendiri
hanya berteman sunyi
menggali ingatanku kembali

malam ini,
aku ingin sendiri
kembali merajut mimpi
setelah kemarin terhenti

malam ini,
biarkan aku sendiri
aku hanya ingin kembali
pada duniaku sendiri

malam ini,
padamu ku berjanji
akan ku nyalakan seribu lilin
untuk menemanimu
berdoa tentang jalan takdir
yang ingin kau ingkari
hingga aku kembali





(28 Oktober 2009)

Selasa, 27 Oktober 2009

another lesson about love

mereka menyebutnya agama
kita menyebutnya dogma

mereka bilang menyembah Tuhan yang berbeda
kita bilang menyembah Tuhan yang sama

mereka bilang kita tidak sejalan
kita bilang mereka banyak aturan

mereka bilang kita tidak seiman
kita bilang mereka yang tidak beriman

malam ini,
kau tanya padaku
haruskah kita pergi ke negeri tetangga demi membangun impian ?

malam ini,
aku jawab tanyamu
entahlah, aku pun tak tahu

malam ini,
kau bilang padaku
aku sayang padamu karena Tuhanku

malam ini,
aku bilang padamu
pun aku sayang padamu karena Tuhanku

jadi ???
kita tak pernah ada masalah
mereka suka cari-cari masalah

lantas ???
entahlah



(27 Oktober 2009)

tentang kita

siklus,
tak selalu mulus

kemarin,
kita telah mengawali pagi

hari ini,
kita belajar menjalani hari

esok,
masihkah kita akan menikmati senja ?

jalani saja
tak perlu tergesa
tak perlu memaksa
biarlah waktu berbicara
tentang kita





(27 Oktober 2009)

ajari aku

: untukmu



ajari aku memahamimu. ajari aku mengasihimu. ajari aku mencintaimu. bahwa kau adalah aku dalam tubuh berbeda. bahwa kau adalah belahan jiwaku. ajari aku bersyukur padaMu, telah mengirimmu dalam hidupku. bahwa kau adalah denyut jantungku. tanpamu, nafasku tak akan berhembus. tanpamu, darahku tak akan mengalir.




(27 Oktober 2009)

Senin, 26 Oktober 2009

benar adalah benar, bukan makar

kami ini hanya berkata benar
dan, kalian tuduh kami berbuat makar

kami ini hanya berkata benar
dan, kalian masih saja tawar-menawar
serupa tengkulak-tengkulak di pasar

kami ini hanya berkata benar
dan, kalian masih saja gemar menampar
serupa preman-preman di pasar

kami akan tetap berkata benar
meski tak henti kalian menuduh kami berbuat makar
meski tak henti kalian tawar-menawar
meski tak henti kalian menampar

kami telah bersumpah bagi negeri
dengan segenap jiwa raga kami
benar adalah benar
tanpa ada tawar-menawar
karena kami bukan preman-preman pasar
yang gemar main tampar
apalagi tawar-menawar

kami telah bersumpah bagi negeri
dengan segenap jiwa raga kami
tak akan gentar
menghadapi kalian dan rencana makar
demi membakar benar

kami telah bersumpah bagi negeri
dengan segenap jiwa raga kami
menjadi pandu bagi Ibu Pertiwi
karena kami punya nyali
memerangi korupsi
memerangi sistem kolusi
memerangi egoisme petinggi
demi kemajuan negeri

kami telah bersumpah bagi negeri
dengan segenap jiwa raga kami
bahwa kami tak akan berhenti
hingga segala angkara kalian mati







(26 Oktober 2009)

a lesson about love

pada sebuah pantai,
di penghujung senja
hanya ada kita
sedang belajar bersama

mengeja kasih
membaca cinta
merangkum rindu
dalam dekapan senja
bersamamu





(26 Oktober 2009)

hasrat purba

ah, kau masih sama
begitu manja
serupa hasrat purba
menari-nari dalam kepala
sang raja rimba

ah, kau masih sama
dengan segala pesona
mengumbar sanjung-puja
mencari mangsa
memperdaya wanita
menimbun harta
mengejar tahta
dengan segala cara

demi sebuah hasrat purba
: berkuasa






(26 Oktober 2009)

kisahmu

dalam resah
dalam jengah
pun dalam lelah
tetap kau tengadah
mencari jawab atas entah
pada sebuah kisah





(26 Oktober 2009)

ketika pagi masih berkabut

: untukmu, yang mencintai laut



pagi masih berkabut
pandangmu kalut
di telingamu ku sebut,
aku ingin ke laut

ingin ku lihat lumut
di mana kita pernah
menanam sejumput rindu
di mana kita pernah
menabur remah-remah cinta

ingin ku lihat laut
ketika pagi masih berkabut
di dalam pelukmu, tanpa kalut
di dalam tatapmu, lembut

ingin ku lihat laut
ketika pagi masih berkabut
bersamamu, yang mencintai laut






(26 Oktober 2009)

Minggu, 25 Oktober 2009

aku tahu, kau pun tahu....

aku tahu,
kau mencintaiku
kau mengasihiku
sepenuh hatimu
dengan caramu

kau pun tahu,
aku mencintaimu
aku mengasihimu
sepenuh hatiku
dengan caraku

dan, caraku mencintaimu
caraku mengasihimu
adalah dengan membebaskanmu,
bukan dengan mengikatmu

ku bebaskan dirimu terbang bebas,
serupa merpati menggapai mentari esok pagi





(25 Oktober 2009)

mawar putih

: untukmu



dalam ruangan serba putih,
kau merawatku penuh kasih
pun tanganmu tak pernah jirih
menampung ceceran muntah dari mulutku
menghapus aliran darah dari hidungku
menghapus tetes keringat dari tubuhku

ah, entah kapan aku mengenalmu dulu
ketika serangan pertama datang padaku
enam tahun lalu,
kau masih seorang dokter muda waktu itu
terlalu banyak bertanya tentang ini itu padaku
sembari tak lupa mencandaiku
tentang perawat-perawat yang nyinyir padaku
atau mencandaiku tentang tubuhku
kian menggelembung setelah terapi pertamaku

pun ketika waktu telah berlalu,
kau masih saja ada untukku
setiap serangan itu datang padaku
dan, malam ini adalah malam ke sekian
kau terjaga untukku
menjaga stabil suhu tubuhku
agar tak sia-sia cairan kimia itu dalam darahku

ah, mengapa kau begitu kasih padaku ?
masihkah kau simpan kasihmu itu untukku ?
sedang aku telah memintamu membuangnya dulu

maafkan aku,
aku pun mengasihimu, amat mengasihimu
sayang, aku pun tak ingin menyakitimu
aku ingin melukis senyum di bibir indahmu
aku ingin melukis pelangi di ruang hatimu

tak ingin ku lukis sungai di kedua mata indahmu
tak ingin ku lukis mendung di ruang hatimu
kelak, ketika telah tiba waktuku

maafkan aku,
biarlah kau hidup dalam hatiku
menjadi pengingat dan penyemangatku
tanpa perlu kau hidup dalam nyataku
di luar sana, masih banyak perempuan sempurna
yang sanggup berimu bahagia

maafkan aku,
kau tetaplah kekasih hatiku
kau tetaplah mawar putihku
hingga kelak tiba waktuku






(25 Oktober 2009)

Kamis, 22 Oktober 2009

buka saja itu topeng, biar ku lihat wajahmu

matamu merah saga
nafasmu alkohol
tampangmu penuh dusta
pun tingkahmu masih tolol

pergilah,
kau hanya sampah





(23 Oktober 2009)

mawar biru

: untuk astu prasidya




masih biru,
di balik tawamu
terlihat sendu, matamu
serupa mawar biru






(22 Oktober 2009)

doa senja: tiga sahabat

: untuk andrey, tetuko, dan bram seto


1
rosariomu,
menarik mataku
dan aku belajar tentangmu
belajar menghargaimu
sebagai sahabatku

2
doa-doamu,
terdengar merdu di telingaku
dan kembali kau ajariku
melantunkan doa-doa di tanah-Mu
dengan segenap jiwaku

3
puja darmamu,
begitu nyata di mataku
serupa karang tangguhmu
menghapus segala airmataku
pun mengajari memahami karmaku





(22 Oktober 2009)

Rabu, 21 Oktober 2009

musim angin tiba

: untuk seorang kakak




musim angin tiba
enyah segala dusta
musnah segala luka
: tertinggal bahagia







(21 Oktober 2009)

kisah sepotong keju dan segelas anggur

semalam, kau menjamuku dengan sempurna. candle light dinner, istilah kerennya. makan malam berdua di tengah temaram cahaya dari tiga batang lilin di tengah meja. kau beri aku setangkai mawar merah sebagai pembuka, sembari memuji penampilanku yang bercita rasa. itu rayumu padaku. dan, alunan musik mulai terdengar dari seorang pemain biola yang kau sewa entah dari mana, menemani makan malam kita. begitu sempurna, begitu kata gadis-gadis belia. sayangnya, aku bukan gadis belia, yang mudah termakan rayuan sang cassanova.

semalam, ku ikuti saja permainanmu dengan segala pura-puraku, serupa niat kelabu dalam ruang hatimu. bila kau bertanya padaku bagaimana aku tahu tentang niat kelabumu, maka aku bilang dari sorot matamu itu. sayang, kau tak bertanya tentang itu. dan, aku pun masih pura-pura tak tahu niat kelabumu.

semalam, ketika makanan penutup terhidang di atas meja. aku makin melihat niat kelabumu itu. di hadapanku, terhidang sepotong keju dan segelas anggur. di hadapanku, ku lihat bibirmu tersenyum palsu dan meluncurkan kata-kata tak jujur. dan, aku beranjak pergi. meninggalkanmu sendiri. meninggalkan makan malam romantis impian tuan-tuan putri. bagiku, sebuah harga diri tak akan terbeli, meski kau mati tertembak peluru besi.

semalam, ku bilang padamu tak perlu lagi, segala puji yang terdengar basi. tak perlu lagi, makan malam romantis di atas gedung tinggi. tak perlu lagi, sungguh, kataku. kau tak bisa membeli seorang bidadari dengan uang hasil korupsi. tak akan pernah bisa, Sayang. bila kau masih memaksa, relakan saja nyawamu melayang. karena akulah sang bidadari, yang diutus turun ke bumi, membenahi segala kekacauan di muka bumi, membasuh segala luka di ruang-ruang hati, pun menyemai kembali cinta di setiap penjuru bumi. hingga tiba waktuku kembali ke dalam surgaku sendiri, suatu hari nanti.






(21 Oktober 2009)

Selasa, 20 Oktober 2009

kau tak pernah sendiri

: untuk seorang adik lelaki



kau bilang, setiap sudut kota masih menyimpan memori manis tentangmu dan dia. setiap jeda waktu masih menyimpan kisah lugu tentangmu dan dia. pelukan eratnya di pinggang masih terasa hangat di punggungmu. celoteh manja dari bibirnya masih riang terngiang di telingamu. pun segala kisah tentang entah masih tersimpan rapi di benakmu. nyeri, katamu, mengingat semua itu.

aku tahu, kataku. lantas mengapa masih kau simpan dalam benakmu ? buang satu demi satu kenangan itu. biarlah hanya jadi sejarah masa lalumu. biarkan ia menguap bersama udara panas menyelimuti kota. tunggu saja, hujan sebentar lagi tiba, menghapus segala nyeri lalu. kau dan belahan sejatimu bisa kembali bermain hujan bersama, menyemai benih-benih cinta.

buang saja segala memori nyeri, buang saja segala kisah lalu. biarlah berlalu, serupa jingga senja berganti hitam malam. dan, hitam malam berganti hangat mentari pagi. jalani saja hari dengan pasti. percaya saja belahanmu telah menunggu, meski kau tak pernah tahu. percaya saja, kau dan belahan sejatimu telah disatukan dalam genggaman Sang Maha dan janji itu bukanlah dusta.

biarlah waktu berlalu, jelang bahagiamu. langkahlah kaki dengan segenap hati bersama sejuk embun pagi, bersama hangat mentari pagi. percaya saja, kau tak pernah sendiri.





(21 Oktober 2009)

sinting

wajahmu bikin pusing
cara bicaramu garing
gayamu sok penting
adamu benar-benar ga penting

argh, kau sinting !!!





(20 Oktober 2009)

ngungunmu, semalam

: untukmu, yang mencintai gunung



diam dalam murung
kau hitung bingung
terkurung serupa burung






(20 Oktober 2009)

semalam

: untukmu, Cinta


suaramu resah
tangismu pecah
: aku pun gundah






(20 Oktober 2009)

kau anggap aku sahabat ???

bila kau anggap aku sahabat
tak perlu kau menghujat
dengan kata-katamu membabat
serupa pisau bermata dua

berkali ku bilang padamu
aku tak pernah cemburu
apalagi jatuh cinta padamu
atau terbuai romansa semu

bagiku,
kau tak mampu mendengarku
kau tak mampu membacaku
kau tak mampu memahamiku
kau tak mampu jujur padaku
mengkhianati uluran persahabatanku

sekali lagi ku bilang padamu,
aku tak pernah cemburu padamu
aku tak jatuh cinta padamu
karena jauh sebelum bertemu denganmu
jiwaku telah terikat pada belahanku
dan itu bukan dirimu

sekali lagi ku bilang padamu,
aku hanya ingin menjaga persahabatanku
denganmu, seperti pintamu dulu
seperti janjiku dulu
tanpa ragu, tanpa cemburu

dan bila kau masih ragu padaku
masih pula mengacungkan pisau bermata dua itu
boleh ku tanya satu hal padamu
: inikah persahabatan yang kau ulurkan padaku ?






(20 Oktober 2009)

berlalulah itu luka, menjelma tawa

: untuk seorang adik perempuan



bila jiwamu sempat terluka oleh kata cinta
setelah sang cassanova bermain-main di sana
bila ruang hatimu masih porak poranda
setelah sang cassanova bersemayam di sana

tetaplah tegar memandang dunia
teruslah melangkah demi ayah bunda

meski ku tahu, jiwamu telah tertoreh luka cinta
meski ku tahu, ruang hatimu tak akan pernah sama

pintaku,
percaya saja kelak karma atau apapun namanya
pasti bekerja dalam lingkaran dunia

pintaku,
tak perlu lagi mengalir airmata dari indah matamu
tak perlu lagi mengalir serapah dari bibir indahmu
lapanglah ruang hatimu
dan luka jiwamu niscaya terlupa

pintaku,
biarlah musim lalu berlalu dari pandangmu
karena musim lain segera hadir di hadapmu

pintaku,
percayalah masih ada cinta terbaik
yang telah Tuhan gariskan dalam jalanmu
tunggulah hingga saat itu tiba
dan kelak kau bahagia bersama
selamanya







(20 Oktober 2009)

Senin, 19 Oktober 2009

doa senja

senja kala
lilin nyala
asap dupa
hening puja

semoga kau bahagia
bersama belahan jiwa
selamanya






(19 Oktober 2009)

dirimu, lelaki lugu itu....

beberapa hari lalu
datang seorang lelaki lugu
di hadapanku

tak pandai merayu
apalagi menyanyikan lagu rindu
ah, benar-benar lugu

iya, kau begitu lugu
bahkan tak tahu siapa aku
meski berani hadir di hadapanku
dan mulai mewarnai langitku
dengan hadirmu

tetaplah kau jadi lelaki lugu
tak perlu kau cari tahu
siapa aku atau masa laluku
aku tak hendak hidup di sana bersamamu

tetaplah kau jadi lelaki lugu untukku
dan ajari aku mencintaimu
menghapus segala luka masa lalu
bersamamu

tetaplah kau jadi lelaki lugu
dan tegar berdiri di sisiku
selalu







(19 Oktober 2009)

Minggu, 18 Oktober 2009

berhentilah berpura-pura

tak perlu kau bilang akan memeluk
ternyata itu malah membuatku suntuk

tak perlu kau bilang akan mencium
ternyata pikiranmu itu hanya mesum

tak perlu kau bilang akan berkunjung
ternyata janjimu itu memang busung

tak perlu kau bilang aku menyindir
ternyata justru kau melempar satire

tak perlu kau berpura-pura di hadapku
karena aku telah hafal gayamu

berhentilah berpura-pura
karena aku tak pernah suka
apalagi cinta
jadi, maaf saja

bagiku,
cinta itu tanpa pura-pura
tanpa dusta
atau bermanis mulut dan muka

bagiku,
kau tak punya logika
tak pandai mengolah rasa
hanya pandai berpura-pura






(19 Oktober 2009)

lelaki biru

: untukmu, sekali lagi



statusmu biru
seolah kau rindu
seseorang memahamimu
di antara perempuan-perempuanmu

duh, lelaki biru
ku sediakan bahu
bila kau ingin bersandar padaku
ku sediakan telingaku
mendengar segala resahmu
ku sediakan tanganku
membelai segala jengahmu
ku sediakan bibirku
mengecup segala kisahmu

duh, lelaki biru
aku selalu di sini, untukmu




(18 Oktober 2009)

dasar penjilat !!!

bila kau meminta aku
untuk menjilat pantat pejabat
demi sebuah pangkat

maaf,
ibuku tak pernah melahirkan
seorang penjilat

maaf,
ayahku tak menyimpan benih
seorang penjilat

bila kau meminta aku
untuk menjadi seorang keparat
demi makan uang rakyat

maaf,
ibuku tak pernah melahirkan
seorang keparat

maaf,
ayahku tak menyimpan benih
seorang keparat

ibu dan ayahku
telah mendidikku sebagai orang terhormat
lebih baik hidup melarat
daripada makan uang rakyat
dan berlagak sebagai konglomerat hebat
tak paham kemiskinan rakyat

maaf,
tak perlu lagi kau menghujat
tentang apapun melekat
padaku

bagiku,
kau hebat dalam menjilat
demi pangkat
kau hebat berlagak keparat
seolah kau konglomerat
yang paham kemiskinan rakyat

bagiku,
kau hanya seorang keparat penjilat
lebih miskin dari rakyat

bagiku,
bantuanmu hanya sebatas muslihat
demi sebuah pangkat


dasar penjilat !!!








(18 Oktober 2009)

kosong

kosong
melompong
bengong

tanpamu
Cintaku






- 18 Oktober 2009 -

Sabtu, 17 Oktober 2009

terima kasih, kekasih-kekasihku....

: untuk kalian, cerita segala rasa



selasa
berburu pustaka
menyusuri ruang baca
melihat anak-anak muda
memadu asmara
lewat tatapan mata
atau bisikan manja
menghindari tatap mata penjaga

setelahnya,
makan siang bersama
adik tercinta
di sela-sela kepulan asap
di sebuah sudut gelap

berbincang bersama
teman-teman tercinta
menyusuri kembali setiap cerita
di sebuah beranda tua
berbagi tawa bahagia
hingga malam menjelang
dan kembali menghilang pulang



rabu
di antara angin beku
bersama adikku
menyusuri jalanan di atas motormu

menyusuri kampus biru
dalam temaram lampu
menikmati bincang bersama
di antara kepulan asap
dan denting gitar mengerjap

menikmati suguhan musik
dengan syair menggelitik
kembali bertemu denganmu
dalam haru biru
kembali bertemu kalian
yang begitu menyenangkan

menghapus resah
menafikan jengah
menikmati malam indah
bersama kalian

mengakhiri malam
dengan senyum terlukis
dan tak akan pernah terkikis
berkat kalian teman-teman termanis









(17 Oktober 2009)

*terima kasih tulusku untuk kalian, untuk malam yang indah*

catatan iseng di malam minggu

bila tiba malam minggu
kau dilarang mengganggu
malam ini milikku
tanpamu

bila telah tahu maksudku
kau tak perlu belagu

kalau kau masih mengganggu
atau masih juga belagu
kau bisa dikutuk jadi batu
pengganjal pintu

mau ?







(17 Oktober 2009)

musim sakura

berjumpa kita
ketika musim sakura
tertawa bersama
penuh cinta





(17 Oktober 2009)

tanyalah mata

mata adalah jiwa
tak perlu kau bertanya
hanya ada cinta di sana
untukmu, selamanya






(17 Oktober 2009)

Jumat, 16 Oktober 2009

dasar katak !!!

katak-katak
riuh bersuara saling timpa
dalam dunia mereka

katak-katak
berpura-pura bijak
meski hanya paham tempat berpijak

katak-katak
bunyimu serak memekak
berhentilah menggertak
atau kalian akan terinjak







(16 Oktober 2009)

kisah lain tentang tanda seru

selama ini,
telah aku jaga hatimu
karena sayangku padamu
tetapi tak pernah kau pahami itu

masih saja kau
bicara padaku dengan tanda seru
meski kau bilang tak marah padaku
tetapi tanda serumu
jelas terbaca olehku

ah, kau tak pernah tahu
setiap kau bicara padaku
dengan tanda serumu
kau membuatku tersedu

senja ini,
adalah senja ke sekian
kau bicara padaku dengan tanda seru
tepat di depan mataku









(16 Oktober 2009)

Kamis, 15 Oktober 2009

kali ini, biarkan aku menangis....

kali ini,
biarkan aku menangis
sekali saja

airmata ini
untukku sendiri
tentangku sendiri

air mata ini
bukan tentangmu
bukan tentang kekasihmu

kali ini,
biarkan aku menangis
sekali saja

setelahnya,
akan ku bagi bahagia
dan kita tertawa bersama
tanpa duka tersisa
seperti biasa






(16 Oktober 2009)

sayang, kau tak pernah tahu....

: untukmu



di antara ratusan mereka
hanya kau paham gejolak jiwa
diam-diam memandang di sudut sana
dari belahan berbeda

membaca setiap huruf tereja
dengan segala rasa
hingga kau paham setiap duka
pun setiap bahagia

sayang, kau tak pernah tahu
bahwa kau adalah pelukis senyumku

sayang, kau tak pernah tahu
bahwa kau serupa malaikat pelindungku
selalu memandang dengan indah matamu
selalu berdoa dengan indah bibirmu
tulus dari relung hatimu

sayang, kau tak pernah tahu
meski isyarat telah begitu jelas dalam pandangmu

sayang, kau tak pernah tahu
dan aku pun tak hendak memberitahumu
dengan bibirku







(16 Oktober 2009)

sekali lagi, tentangmu

rindumu palsu
hatimu batu
mulutmu sembilu
membuatku beku




(16 Oktober 2009)

begitu sulit memahami

begitu sulit memahamimu
datang sekejap
mendendangkan lagu rindu untukku
mengendap-endap di belakangku
mencuri kotak rindu
dalam ruang hatiku

begitu sulit memahamimu
pergi sekejap
tanpa satu pun kecap
terlontar dari bibirmu
tentang kisah lalu
dan aku tak hendak bertanya padamu

begitu sulit memahamimu
tentang segala celamu padaku
biarlah ku simpan segala tanyaku
dalam ruang benakku

dan aku tak hendak bertanya padamu
tentang harap yang pernah kau semai
mungkin itu hanya sekedar buai
sebelum lelap menguasai mata

begitu sulit memahamimu
dengan segala tingkah polahmu
dan aku tak hendak bertanya padamu

bagiku,
kau serupa kisah-kisah lalu
menancapkan sembilu berbalut rindu
dan hanya itu ku pahami tentangmu

pergilah
berbahagialah








(16 Oktober 2009)

butir-butir waktu

biarkan butir-butir waktu berlalu
dan segala tentangmu
akan terjawab oleh waktu

biarkan butir-butir waktu berlalu
pun segala tentangku
akan terjawab oleh waktu

aku tak akan memburu
pun tak suka diburu
biarlah segala berjalan
bersama butir-butir waktu

hingga tiba waktu melebur rindu
bukan sekadar nafsu
dalam syahdu
dan tak ada lagi tabu
di jalanmu
di jalanku
bersama-Mu







(15 Oktober 2009)

pejantan penikmat malam

menikmati malam
di antara para pejantan
kepulan asap rokok kian pekat
memenuhi rongga paru-paru

gelas-gelas telah kosong
pun di antara botol-botol kosong
tersisa aroma alkohol
dan percakapan tolol

mata-mata itu telah memerah
mulut-mulut itu mulai mendesah
tangan-tangan mulai menjarah
tubuh perempuan telanjang pasrah
di antara pejantan yang berdesah

ah, pejantan kura-kura
hanya pandai berpura-pura
di antara seribu rupa

ah, pejantan ular
hanya berlagak sok pintar
di antara seribu koar

tak perlu lagi kelakar tolol itu
kalian hanya pejantan bagi perempuan itu
kalian hanya mampu menancapkan nafsu
dan, setelahnya berlalu
tanpa malu-malu

tak perlu lagi basa-basi itu
mulut kalian bau
tubuh kalian bau
bagi kalian, libido adalah nomor satu

biarlah segala berlalu
serupa pagi
telah menjemput malam pergi
dan esok kalian pasti kembali
menikmati tubuh-tubuh tanpa hati







(15 Oktober 2009)

kau keliru

jika kau pikir aku cemburu
maka kau keliru
sama sekali, aku tak berhak cemburu
padamu

telah ku buang cemburu
di masa lalu
tak ada lagi dalam ruang hatiku
sosok cemburu itu

jika kau pikir aku cemburu
maka kau keliru
maafkan aku karena tak cemburu
padamu

orang bilang, cemburu berarti rindu
tetapi tak berlaku untukku
tak perlu cemburu untuk sebuah rindu
maafkan aku

jika kau pikir aku cemburu
maka kau keliru
telah ku buang di masa lalu
dan, tak hendak ku ambil cemburu itu
hanya untuk mengatakan aku rindu padamu







(15 Oktober 2009)

rindu ayah

tiba-tiba rindu ayah
begitu resah
menjelajah gundah
segala berubah
dan, kau tetap ayah
bagiku

dan, aku tetap putrimu
meski kadang masih suka membantah
enggan kembali mengangkat busur panah
atau membuatmu resah dengan segala ulah
aku tetap putrimu, ayah....

dan, kelak kau pun akan bangga padaku
seraya kau berkata:
kau adalah putri ayah
yang telah membanggakan ayah








(15 Oktober 2009)

Rabu, 14 Oktober 2009

pertemuan

pertemuan itu,
adakah benar
hanya ada kau dan aku
atau juga kekasih hatimu ?

sunyi
melenggang hening

pahit
pertemuan itu
sulit






(15 Oktober 2009)

argh !!!

kisah tentang para pandu
telah benar-benar mencuci otakku
membuatku kembali ke masa lalu
dan, bertanya siapakah aku ?

kisah tentang para pandu
yang tak pernah menjawab tanyaku
yang selalu memintaku bertanya pada hatiku
belum juga ku temukan jawab itu
kecuali pening setiap pagi di kepalaku

kisah tentang para pandu
telah benar-benar membawaku menyusuri alam bawah sadarku
mencoba mengingat siapa aku dalam hidupmu
benarkah aku bagian dari hidupmu ?
benarkah aku bagian dari masa lalumu ?
belum juga ku temukan jawab itu
kecuali bayangmu yang hadir di alam bawah sadarku

dan, kau tak pernah benar-benar rela melepasku
sedang kau juga terikat pada belahan lainmu

kisah tentang para pandu
membuatku tak henti bertanya selalu
tentang aku
tentang kau

aaaaarrrrrggggghhhhh !!!




(15 Oktober 2009)

another perfect stranger

hampir tengah malam,
ketika dering telepon
membuatku terjaga dari lelapku
ternyata darimu

sebuah percakapan asing di telingaku
nada bicaramu kaku
bukan kau yang ku kenal dulu
setiap tanyaku tak pernah terjawab olehmu
hanya basa-basi semu bagiku
dan, kau benar-benar telah asing bagiku

mengapa ?
karena ada yang lain bersemi dalam hatimu
dan, itu bukan aku

aku tahu itu
pengalaman telah mengajarku
dan, aku tak hendak menangisi apapun
karena airmataku bukan untuk siapapun

pergilah,
jika kau ingin pergi
tak perlu menengok kembali
dan, kisahmu akan tetap hidup dalam hati
meski tak pernah abadi
pada langkah kaki



(15 Oktober 2009)

kau, terkasih....

senja tadi,
ku lihat kau begitu letih
setelah seharian bergumul perih

dalam matamu,
segala hal terlihat tumpang tindih

tak perlu bersedih
pun tak perlu merintih
di hadapku,
perempuan bergaun putih

bagiku,
kau tetap terkasih
di antara para kekasih
yang selalu membuang letih
di atas ranjang bersprei putih
setiap malam merajam
menjelma jahanam

kau,
adalah pangeran berkuda putih
ketika malam beranjak letih




(13 Oktober 2009)

tak perlu kau bicara padaku

tak perlu kau bicara padaku tentang harkat
di mataku, kau tetap laknat

tak perlu kau bicara padaku tentang derajat
di mataku, kau tetap bangsat

tak perlu kau bicara padaku tentang martabat
di mataku, kau tetap keparat

bagiku,
kau tetap manusia bejat
pengumbar syahwat

maaf,
aku tak pernah berminat padamu
karena aku
bukan pemuas syahwatmu




(13 Oktober 2009)

kaukah lelakiku ?

ingin ku tulis kisah tentangmu
tetapi aku tak pernah mampu

kaukah lelakiku ?

tak henti kau cumbui aku
hingga ke alam mimpiku

kaukah lelakiku ?

tak henti suaramu
memenuhi rongga kepalaku

kaukah lelakiku ?

dan, hari-hariku tak pernah sama
bila tanpamu

kaukah lelakiku ?

ingin ku hanya satu:
mendengar suaramu selalu
mendendangkan kidung kehidupan untukku
selalu

kaukah lelakiku ?





(13 Oktober 2009)

Senin, 12 Oktober 2009

kau

ku lihat mendung
: matamu

ku lihat senja
: parasmu

ku lihat layu
: tubuhmu

ku cium aroma tanah basah
: dirimu

ketika kau mencumbu tubuhku
dalam temaram malam
di atas ranjangmu








(12 Oktober 2009)

rindu ini tabu

kau pernah bilang rindu padaku
meski kau tahu rindumu tabu

dan, aku bilang rindu padamu
aku pun tahu rinduku tabu

kita hanya mampu termangu
tertunduk dalam aturan-Mu
menunggu waktu
menunggu temu
dalam lingkaran-Mu




(12 Oktober 2009)

mentari dan rembulan

kau dan aku
tak akan ada dalam satu temu

kau serupa rembulan
berkawan seribu bintang dalam gugusan

aku serupa mentari
hangat ketika terbit di pagi hari, mencairkan kebekuan malam
terik menyengat di siang hari, melelehkan segala jengah
merona jingga di petang hari, ketika para pencinta janji berjumpa

kau dan aku
tak akan ada dalam satu temu
meski kita tak pernah lelah berkejaran

mentari dan rembulan
tak akan pernah ada dalam satu lintasan

kau dan aku
tak akan pernah ada dalam satu temu

ingatlah itu !!!






(11 Oktober 2009)

sayap patah

tak lelah kaki melangkah
ketika sebelah sayapku patah

tak lelah kaki melangkah
mencari belahan lain jiwa yang lelah

menjalani beribu kisah tentang entah
kadang jengah, kadang entah

tak henti kaki melangkah
hingga kelak aku tetirah
rebah di kaki-Mu




(11 Oktober 2009)

Sabtu, 10 Oktober 2009

sempurna

tak perlu kau menjadi sempurna
hanya untuk memikat hatiku
sedang hatimu penuh cela padaku

tak perlu kau menjadi sarjana
hanya untuk menjadi raja di hatiku
sedang hatimu penuh dusta padaku

tak perlu kau menjadi kaya raya
hanya untuk membeli cintaku
sedang hatimu penuh hutang padaku

bagiku, kau sempurna
ketika yang lain memandangmu tak sempurna
karena aku selalu memandangmu
dengan caraku yang sempurna






(10 Oktober 2009)

sayangku....

sayangku,
kau bilang ingin segera meminangku
orang yang kau sayang sepenuh hatimu
dan itu adalah aku

sayangku,
kau bilang tak perlu pikir panjang
menerima pinanganmu
karena aku adalah bidadarimu
seperti kau bilang dalam setiap rayumu

sayangku,
aku bilang akan menerima pinanganmu
dengan ku pinta janjimu

kelak kau tidak akan mengurungku
dalam sangkar emasmu

kelak kau akan tetap izinkanku
melayang bebas di langit biru
dengan kedua sayapku

kelak aku adalah permaisurimu
hanya aku satu-satunya milikmu
tanpa selir-selirmu

sayangku,
aku bilang akan menerima pinanganmu
jika kau mampu sanggupi pintaku

sayangku,
bagaimana ?
mampukah dirimu menyanggupi pintaku ?








(10 Oktober 2009)

rindumu serupa tebu

tak perlu kau
nyanyikan lagu rindu buatku
yang sempat melenakanku

tak perlu kau
janjikan akan mengunjungiku
kelak di kotaku

tak perlu kau
memberi madu di setiap katamu
yang akan meracuniku

tak perlu kau
berikan apapun untukku
karena perilakumu telah banyak bicara tentangmu
kau perlakukan aku serupa tebu
menghisap habis manis gulaku
membuang sepahnya setelah itu

tak perlu kau
katakan apapan padaku
pun tak hendak aku bertanya apapun tentangmu
setelah kau perlakukan aku serupa tebu

maaf, bagiku rindumu pun serupa tebu
dan aku pergi dari hadapmu
penghisap gulaku
tanpa sesal di hatiku







(10 Oktober 2009)

Sumpah Drupadi

Aku bersumpah....
Demi langit dan bumi
Demi harkatku sebagai Puteri Agni
Aku tak akan mengikat rambutku
Sebelum mencucinya dengan darah Dursasana
(Sumpah Drupadi)




lima tahun lalu
ku baca sumpahmu dari sebuah buku
dan ini yang menguatkanku
tetap melangkah maju
menjadi terbaik bagi ayah dan bundaku

lima tahun lalu
telah ku ucap pula sumpahku
tak akan ku pulas bibirku dengan pemerah
sebelum aku mengalahkan dirimu yang membuatku gerah
dengan segala tingkah polah yang membuatku jengah

lima tahun lalu
telah ku ucap pula sumpahku
tak akan ku panjangkan rambutku
sebelum aku membuatmu terpanggang atas segala perilakumu menantang
dalam muslihat yang kau gadang di atas ranjang

lima tahun lalu
telah ku ucap sumpahku
sebagai perempuan
mengesampingkan segala urusanku
demi kalian, perempuan-perempuanku
memberi kalian penyadaran
tentang harkat kalian sebagai perempuan

lima tahun lalu
telah ku ucap sumpahku
demi kalian, perempuan-perempuanku
tak lelah hatiku, mengajarimu
tak lelah mulutku, memperingatimu
tak lelah kaki, melangkah padamu
menghapus segala perihmu
menghapus segala dukamu

lima tahun lalu
telah ku ucap sumpahku
demi kalian, perempuan-perempuanku
yang memahami harkatmu sebagai perempuan
bahwa kalian adalah makhluk Tuhan
terlahir sebagai Hawa ke dunia
dan bukan setan penggoda Adam

lima tahun lalu
telah ku ucap sumpahku
demi kalian, perempuan-perempuanku
jadilah ibu yang baik bagi anak-anakmu
jadilah istri yang setia bagi suamimu
jadilah guru yang bijak bagi murid-muridmu
jadilah anak yang berbakti bagi orangtuamu
jadilah saudara yang manis bagi saudaramu
karena dunia ini adalah taman surgamu

lima tahun lalu
telah ku ucap sumpahku
demi kalian, perempuan-perempuanku
meski kadang kau tak henti mencibirku
atau menggunjing di belakangku
aku telah menulikan telingaku
aku telah membutakan mataku
pada perempuan-perempuan seperti itu
karena jalanmu bukanlah jalanku

lima tahun lalu
telah ku ucap sumpahku
dan aku akan tetap setia pada sumpahku
hingga segalanya kembali pada-Mu








(10 Oktober 2009)