Senin, 09 Agustus 2010

sendiri

sendiri,
pernah menaungi
mereka, yang ziarah kemari.

sayang,
waktu tak henti berlari.
dan, dedaun luruh tanpa semi.

sendiri,
tetap setia berdiri
di antara batu-batu sunyi.




August 9th, 2010

pulang

senjakala, ribuan burung layang-layang
pulang kembali ke sarang
sayang, yang seekor enggan pulang
sebab tak ada yang menunggunya pulang

dan, ia kembali terbang
sembari mencari sebuah sarang
nyaman. sebelum malam menjelang.
: pulang.




August 9th, 2010

sebuah pagi di padang ilalang

berlari telanjang kaki
di antara rimbun ilalang
bercerita tentang pagi,
yang pernah hilang

biarlah segala terbang
serupa bunga ilalang

tak mengapa, kau bilang.
biarlah sebuah pagi
hilang, terbang
berganti siang atau malam

tak mengapa, kau bilang.
sebab pagi yang lain
setia menemani
bersama sejuk embun





(August 9th, 2010)

menunggu Ayah datang

aku terlahir ke dunia bersama ribuan titik membalut sekujur pori tubuhku. pun ribuan titik membalut sekujur hatiku. dan, usia tak pernah lelah berjalan meski hanya semalam, pada tubuh biologisku. sayang, usia tak mampu menguasai jiwaku. ia takluk. ia bertekuk lutut melihat langkah jiwaku, yang tak kunjung surut menaklukkan takut. takut yang pernah setia membalut, serupa titik-titik pada sekujur tubuhku.

aku pun beranjak dewasa setiap harinya. dan, titik-titik itu masih saja terserak. meski aku pun tak pernah lelah memungutnya satu demi satu. merangkainya menjadi sebuah gambar indah, yang belum juga selesai hingga nafas ini terhenti. ya, sebuah gambar berjudul kehidupan. kehidupan yang tak takluk oleh deras hujan. pun sengatan mentari di tengah hari.

meski aku bukan lagi remaja belasan. aku masih belajar memahami setiap titik, yang mampir dalam setiap detik. setiap titik yang kadang menggelitik, kadang ingin digelitik. setiap titik yang kadang ganjil, kadang juga genap. setiap titik yang kadang lindap diam-diam di kolong kesadaran.

titik-titik itu masih saja menarik. menarik untuk ditarik menjadi sebuah garis dan gambar. gambar bintang di langit, seperti pernah Ayah ajarkan ketika aku masih kanak-kanak. sayang, aku memilih untuk tak menggambar bintang seperti Ayah ajarkan. hingga ia membuang jauh-jauh diriku dari sisinya.

meski aku telah dibuang. aku masih saja sayang padanya. sebab ia adalah Ayah, yang telah mengajarku menggambar bintang dari sebuah titik pada dirinya. dan, aku masih saja setia menunggunya. menunggu Ayah datang membawa sekantung bintang ketika malam menjelang. sayang, Ayah tak pernah datang menemuiku, si Anak Hilang.




(August 7th, 2010)

jejak rindu (1)

: a tribute to BOL BRUTU





tak kunjung menemu
jejak masa lalu
di antara rerimbun lumut
pada bongkah batu-batu,
sedang belenggu rindu
kian membatu dalam hatiku





(August 7th, 2010)

kisah tiga babak

kisah tiga babak


/1/

dalam perjalanan lalu,
aku dengar kisahmu
dan perempuan-perempuan itu
yang begitu memujamu
dan, salah satunya sahabatku

ketika rambut mulai kelabu,
entah jalan mana kau tuju
sebagai pemberhentian terakhirmu
: aku atau sahabatku



/2/

dalam perjalanan lalu,
kau pinta aku
jadi pendamping hidupmu
sedang aku masih diam membisu
bukan tanda setuju

aku diam membisu
sebab aku masih ragu pada hatiku
bukan hatimu, yang menyimpan rindu
sejak dua belas tahun lalu



/3/

dalam perjalanan lalu,
kau adalah pemuja rahasiaku
sedang aku bahkan tak tahu
siapa namamu, pun segala tentangmu

dan ketika perjalanan lalu
telah benar-benar berlalu,
tertinggal kita merajut kisah baru
berdua saja di pinggir kota biru



(August 7th, 2010)

dua kisah beda arah

/i/
kisahmu,
lelaki penenun luka
pada setiap beranda jiwa
perempuan-perempuan belia

tentangmu,
yang tinggalkan luka
di setiap sudut kota
hingga aku tak lagi nyaman
dalam detak jantung berlarian
bila melewatinya tiap senja

/ii/
kisahmu,
manusia setengah dewa
yang hadir dalam berandaku
pada setiap kejatuhan langkahku

engkaulah kumbang,
yang mencecap sari hatiku
dan menyimpannya di sarang hatimu,
yang penuh madu dari senyumanku
entah esok atau lusa,
kita pasti memanen madu itu bersama





(July 21st, 2010)