Jumat, 26 Februari 2010

sebab aku selembar daun pada belantara hutanmu

mungkin saja kau telah jadi hujan
pada kemarau, yang pernah menghampiriku
atau mungkin kau sekadar menjelma embun,
yang telah mampir pada pagiku

mungkin...

sayang, kau tak pernah sadar
bila hujan yang mampir itu
telah menawanku begitu rupa

dan, kau pun tak pernah sadar
bila embun yang menetes pada keningku
telah jadi luka pada ruang jiwaku

ah, mengapa kau memilihku ?
untuk kau simpan pada ladang hatimu


sebab aku selembar daun,
yang ngungun di antara ribuan daun
pada belantara hutanmu

biarkan saja aku menua
dan, terjatuh pada tanahku
sebab itulah takdirku



(27 Februari 2010)

maaf, bila aku tak setia

bila kau pikir aku setia,
maka kau salah sangka

sebab aku sedang menerbangkan luka
bersama asap-asap dupa,
yang memedihkan mata
pun menoreh luka pada jiwa mereka,
yang gemar memuja cinta
sedang tangan-kaki mereka merajam jiwa

itu sebabnya pernah kukatakan padamu,
yang begitu mencintaiku
hingga buta segalamu

maafkan aku...




(26 Februari 2010)

Kamis, 25 Februari 2010

melukat hasrat

menerbangkan asa
pada gugusan mega

menghembuskan cinta
dalam helaian kabut

membekukan rindu
dalam butiran hujan

dan, biarlah segalanya
mengalir menuju muara
pada lautan lepas,
tempat segala hasrat
berenang bebas
menuju samudra tanpa batas



(25 Februari 2010)

puja pada pagi buta

terbangun pada pagi buta
terbersit ingatan tentang magenta,
yang terlarang untuk dicinta
sebab ia telah bahagia dalam surga kecilnya

dan, pada pagi buta
kuterbangkan puja bagi magenta,
selalu damai dan bahagia dalam surga kecilnya
pun kuterbangkan puja bagi jiwa pengembara
menujumu, sang mahacinta


(25 Februari 2010)

Selasa, 23 Februari 2010

- no title -

you said,
i'm so stupid
waiting for a cupid
passing through into my eyelid

and i said,
you're so dull
playing games with a stupid doll
that you call Beauty Caroll


(23 Februari 2010)

Senin, 22 Februari 2010

perempuan yang berlayar tanpa sauh dan bidadari bersayap hitam

pada butir-butir peluh itu,
tak pernah kau simpan keluh
meski telah sering lelakimu selingkuh
di ranjang-ranjang penuh lenguh

dan, tetap kau melangkah angkuh
tak pernah sedikit pun jiwamu mengaduh
sedang tubuhmu terus berlayar tanpa sauh
mengarungi gelombang yang teguh
menggoyang perahumu dengan begitu riuh

duh, mengapa kau tetap begitu teguh
menyimpan lelaki yang gemar selingkuh
pada sudut hatimu, tanpa sedikit pun keluh

aaarrrggghhh !!!

lebih baik aku pergi menjauh atau lelaki itu kubunuh
dengan ujung-ujung jemariku yang kian melepuh
sebab mereka sedang haus ludira lelaki peselingkuh



(22 Februari 2010)

Minggu, 21 Februari 2010

biarkan aku terbang, sebab aku terlahir sebagai kunang-kunang

jalinan benang,
yang mengikat ruang sayang
di antara kita telah kupotong tadi siang
dan, kupakai menerbangkan layang-layang
di tanah lapang, tempat kita bertemu pandang

sebab telah kubuang segala kenang
tentang gelap jalan panjang,
yang membayang di belakang

sebab langkah-langkah kaki ini
milik masa depan, yang teramat sayang
bila dibuang tanpa berjuang

dan, kau tak perlu lagi membuang
segala rayu tentang sayang
sebab aku bukan lagi remaja belia,
yang masih percaya dusta bersemir cinta

maafkan aku, Sayang...
biarkan aku kembali bebas terbang
sebab aku terlahir sebagai kunang-kunang
dan, takdirku adalah memberi terang
bagi mereka yang merindu pulang



(22 Februari 2010)

doaku pada janji sucimu

janji suci telah terucap pagi ini
di antara kau dan sang bidadari
sedang aku hanya mampu merapal doa pada sunyi

sebab langkah-langkah kaki
telah memilih pergi
darimu, lelaki yang sempat menghuni hati
sebagai alunan melodi
pun elegi

semoga bahagia untuk kalian berdua,
pasangan bahagia penghuni surga


(21 Februari 2010)

tiga lelaki di luar jendela

1
tentang satu dari si kembar,
yang gemar mengumbar
kesenangan masa remaja
meski usiamu tak lagi belia

masih tentang satu dari si kembar,
yang masih gemar hura-hura
tercoret dari catatan jiwa
sebab kau belum pantas jadi tambatan jiwa

2
tentang si biru,
yang selalu kurindu
dari balik jendela kelasku
di balik kacamatamu

masih tentang si biru,
yang masih kurindu
meski waktu telah lama berlalu
sayang, hatimu tak merindu padaku

3
tentang si magenta,
pun terlihat dari balik jendela
yang gemar hura-hura
dan jadi pujaan banyak wanita

masih tentang si magenta,
yang masih menyimpan pesona
pada senyum dan tatap mata
sayang, jiwamu telah tertambat padanya

dan, tiga lelaki di luar jendela,
yang punya cerita istimewa
dalam sebuah bingkai jiwa
kini, tertinggal cerita semata
sebab aku telah menjelma pupa,
yang tergantung di ujung dahan pohon puja


(21 Februari 2010)

sisa mimpi buruk semalam

mentari pagi menjenguk malu-malu
pada jendela kamarku
sedang aku masih saja termangu
mencoba menghalau segala galau
tentang mimpi buruk itu,
yang mampir pada akhir lelapku

ah, mimpi buruk sialan !!!
tentang sisa pertengkaran semalam
padamu yang meragu
atas rindu yang menjelma belenggu
pada sekujur jiwaku
hingga langkah-langkah kaki
berkeras melangkah pergi
menyusuri jalan sunyi
untuk bertemu denganmu, belahan hati

dan, bila kau tetap tak peduli
pun masih saja memaki
padaku yang merindumu, belahan hati
lebih baik aku menjauh pergi
darimu, yang gemar ingkar janji
atas sebuah temu
sebab aku tak hendak mengiba padamu

selamat tinggal, belahan hati
semoga kita tak bertemu kembali
pada kehidupan ini atau nanti
sebab aku tak ingin lagi peduli
pada segala rasa ini



(21 Februari 2010)

Sabtu, 20 Februari 2010

kukirim madu sebagai balasan sembilumu

memulai pagi dengan doa segenap hati
tentangmu yang melontar caci
padaku, yang serupa tukang cetak roti
terucap dari bibirmu yang berduri

sebab aku tak ingin kembali
melontar caci padamu, yang aku kasihi
sebab kau adalah saudara bagiku
dalam menanam harapan
pun menuai impian
pada tahun-tahun mendatang
di tanah penuh belukar itu

sebab aku lebih suka mengirim doa
dengan segenap jiwa bagimu atau kalian,
yang telah mengirim duri atau caci
pada selubung hati

semoga jalanmu indah, saudaraku



(20 Februari 2010)

Jumat, 19 Februari 2010

ukiran janji pada batu-batu candi

batu-batu candi
tidak pernah lelah bersaksi
akan sebuah janji suci
antara dua hati
pun tentang sebuah ingkar janji
atas sebuah ikatan suci

dan, batu-batu candi
tetap setia memagari janji
akan sebuah pilihan hati
: sendiri dalam sunyi


(19 Februari 2010)

pesan dari berlin

sebelum langkah kaki
kau ayun pagi ini,
izinkan bibirku
mengecup keningmu
serupa tetes embun
mampir pada kening daun
di halaman rumahmu

pun izinkan lenganku
memeluk tubuhmu
serupa mentari
menghangatkan pagi
lewat jendela kamarmu

sebab akulah lelakimu,
yang tak pernah membiarkanmu
pergi dari singgasana hatiku


(19 Februari 2010)

Kamis, 18 Februari 2010

nostalgia lelaki magenta

menghirup malam romansa
dalam aroma bunga dan dupa
sembari menatap hangat tatap mata
pun senyum penuh pesona
darimu, lelaki magenta

dan, satu sudut hati bicara
duh, tatap matamu itu
serupa pemantik bagi lentera jiwa,
yang sempat padam pada badai lalu
sedang lengkung senyummu itu
serupa rintik hujan bagi ladang jiwa,
yang terserang kemarau pada musim lalu


sedang sudut hati yang lain bicara,
ah, ini sekadar nostalgia
sebab ia telah terikat janji suci
dengan seorang bidadari hati,
yang setia menunggu hadirmu
lelaki magenta, sang belahan jiwa

dan, aku memilih beranjak pergi
sembari berharap kau tak pernah tahu
bila ada sebentuk hati pernah memujamu
pada masa mudamu

sebab aku telah bahagia
dengan melihatmu bahagia
dalam surga kecilmu, lelaki magenta



(18 Februari 2010)

hujan rindu di kotamu

telah kuterbangkan rinduku
pada awan-awan kelabu itu,
biarlah angin membawanya berlalu
dan, menurunkannya sebagai hujan di kotamu



(18 Februari 2010)

rindu bertaut kabut

berteman dingin
menerbangkan ingin
dalam hembusan angin

menanam kalut
di antara akar-akar rumput
dan lindap kabut

ah, mengapa kau masih saja takut ?
mengungkap rindu yang tak henti bertaut
padaku, yang membuat hatimu tersundut



(17 Februari 2010)

penjara cinta (2)

telah begitu banyak pintu tanda,
yang tidak lagi mampu aku buka
dengan segala kunci semiotika

dan, aku pun tersesat dalam rimba,
yang kau sebut sebagai cinta
sedang aku menyebutnya sebagai penjara
sebab kau telah mendera begitu rupa
sebuah jiwa yang terluka
dengan luka-luka yang lainnya

bebaskan aku segera
dari penjara, yang kau sebut cinta
sebab aku masih penuh luka
sedang kau tak mampu menyembuhkannya



(16 Februari 2010)

sebab aku terlahir bebas

sangkar emas,
yang kau hias begitu rupa
tak akan pernah membuatku lemas
pun tersungkur di bawah telapak kakimu
hingga dunia lelah berlari
pada akhir waktu nanti

sebab aku terlahir bebas,
terbang ke mana saja kusuka
hingga waktu itu tiba
sebuah sarang nyaman,
yang terpintal dari benang-benang sayang
menungguku di Surga



(16 Februari 2010)

cinta idealis atau realis ?

sebab aku sedang terjebak
dalam sebuah kotak,
yang bertulis dilema pada sisinya

ketika kau tanya padaku
tentang sauh pada kapalku
aku atau dia ? begitu tanyamu

ah, ternyata simpang itu
benar-benar mengurungku
dalam lingkaran semu

dan, aku harus menentukan langkahku
menuju padamu, cinta idealis itu
atau menuju padanya, cinta realis itu

seperti pernah kita bincang-bincang
pada siang terakhir itu, Sayang
memang tak akan pernah sama
cinta idealis atau cinta realis
hingga aku memilih jalan lain, simpang ketiga
menjelma pupa dan pertapa
hingga tiba waktuku
menjelma kupu-kupu
dan terbang pada langitmu, kekasih-kekasihku


(15 Februari 2010)

suara itu, pengantar tidurku...

suara itu,
yang selalu mengantarku
rebah pada ranjangku
pun mengantarku
melupakan segala penatku

suara itu,
yang telah memanjaku
pun mengubah segalaku
serupa tetes-tetes embun
menyapa pada setiap pagiku

suara itu,
semoga tak sekadar nyanyi palsu
yang meninabobokan lantas berlalu
meninggalkan mimpi buruk serupa kisah-kisah lalu

ah, suara itu...
menjelma candu di telingaku



(15 Februari 2010)

Minggu, 14 Februari 2010

sebab aku adalah perawan suci

sebab aku adalah perawan suci
dengan wangi kasturi,
yang menarik hidung lelaki-lelaki
pun mengikuti langkah-langkah kaki
pada malam-malam sunyi

sebab aku adalah perawan suci
dengan segala caci maki,
yang keluar dari mulut istri-istri
pun menyumpahi diri tiada henti
di bawah terik mentari

sebab aku adalah perawan suci
dengan segala sanjung puji,
yang keluar dari mulut bayi-bayi
tak berdosa pun telah dibuang
pada pinggir-pinggir kali

sebab aku adalah perawan suci,
yang tak pernah peduli
pada segala caci maki pun sanjung puji
sebab jalan ini adalah bekal menuju abadi
pun bertemu dengan kekasih sejati
di altar Sang Mahasuci



(14 Februari 2010)

pada malam merah saga

ketika malam menjelma merah saga,
maka tiba waktu untuk terjaga
dan menyalakan beberapa batang dupa
dari merah lilin yang telah menyala sejak senja
sembari menerbangkan doa-doa
lewat asap-asap dupa
hingga mentari kembali terjaga
pada pagi buta

semoga kau bahagia di nirwana, nenek tercinta



(14 Februari 2010)

Sabtu, 13 Februari 2010

sebab cinta adalah cinta

sebab cinta adalah cinta,
yang seharusnya lahir tanpa karena
bagi segala makhluk di dunia

sebab cinta adalah cinta,
yang tak lekang masa pun usia
serupa ombak setia membasuh karang

sebab cinta adalah cinta,
yang tak perlu menunggu waktu
untuk melukisnya indah pada langitmu

sebab cinta adalah cinta,
yang tak perlu menunggu februari
untuk mengukirnya pada relung hati

sebab cinta adalah cinta,
yang selalu setia berdua bersanding luka
serupa sekeping uang logam dengan dua sisinya

sebab cinta adalah cinta,
yang mampu menorehkan segala luka
pun mampu menyembuhkan segala luka

sebab cinta adalah cinta,
yang selalu hadir dalam berbagai wujud dan rupa
serupa energi yang tak pernah musnah di setiap jiwa

sebab cinta adalah cinta,
ketika aku mencintaimu tanpa karena
dan kau pun mencintaiku tanpa karena

...selamanya



(14 Februari 2010)

cinta sejati lelaki penghuni puri

di balik pagar sebuah puri,
kau tak henti berlari
mencari cinta sejati
bersama empat peri,
yang setia mengiringi
ke mana langkahmu pergi

ah, mengapa kau masih mencari ?
pilih saja salah satu peri
sebagai belahan hati
sebab salah satu peri itu
sedang jatuh hati padamu

dan, kau masih saja berlari
mencari sang belahan hati,
yang pernah kau tinggal pergi
di antara rumpun mawar penuh duri

hingga pada sebuah pagi,
kau bertemu dengannya belahan hati
-sang putri- yang telah lama kau cari
dalam lari dan doa tanpa henti
sebab hanya pada -sang putri-
kau labuhkan segala cinta sejati,
yang kau miliki dalam relung hati

ah, benarkah itu cinta sejati ?
bila kau masih saja berdiam diri,
membiarkan -sang putri- sendiri
terkurung dalam sebuah kastil tinggi,
yang dikelilingi kawat berduri

bila -sang putri- memang cinta sejati,
yang telah lama kau cari selama ini
maka lekas bawa -sang putri- pergi
dari kurungan penuh ranjau berduri
sebelum -sang putri- menghilang kembali
serupa mimpi pergi ketika pagi menghampiri



(13 Februari 2010)

lampion merah di langit-langit rumah

senja ini, segala penjuru mulai berbenah. jemari menari cekatan membersihkan setiap sudut rumah. pun membuang segala tumpukan sampah. dan, mulai memerahkan rumah, tempat meredakan segala resah. pun tempat mengumpulkan segala remah. ah, ritual yang indah. semoga keberuntungan dan keselamatan tetap bersama kita, begitulah desah perempuan berpipi merah.

sepasang nenas merah telah tergantung di depan pintu rumah. sepasang lilin merah dan dupa telah menyala di atas altar ditemani beberapa sajian, menunggu sepasang naga menghampiri dan memberkati seluruh penghuni rumah, esok pagi. ketika mentari menyapa diri, membangunkan diri dari segala mimpi. dan, mulai melangkahkan kaki dan menarikan jemari demi mewujudkan sebuah mimpi.

hingga pada senja berikutnya, saat yang tepat melihat tarian naga pada langit senja yang memerah. dan, dua belas bintang mengikuti di belakangnya. pertanda musim itu akan segera tiba, di mana segala kebenaran dan kejujuran segera berhadapan dengan segala kelicikan dan kebohongan. dan, kita menunggu sang pemenang sejati di bawah pohon plum yang amat tua.



(13 Februari 2010)

patri janji

ketika janjimu telah kau patri
pada dinding-dinding hati
serupa relief pada batu-batu candi
maka lumut-lumut pun tak mampu menutupi

sebab aku terlahir sebagai Savitri,
yang setia menguntit Yamadipati
hingga nyawa Setiawan, suamiku kembali
dan mengiringi langkah-langkah kaki
untuk kembali menanam darma di muka bumi



(13 Februari 2010)

Selasa, 09 Februari 2010

senyum purnama

semalam, ketika aku terjaga
di luar jendela, bulan sedang purnama
dan, senyum purnama itu membawaku
teringat pada senyum terindahmu

ah, adakah kau sadar itu ?
senyum itu telah mencuri hatiku




(9 Februari 2010)

perpisahan di taman kota

senja tadi, di taman kota
kita berbincang berdua saja
berteman rinai, yang tak jua reda

kau bertanya tentang kisah kita,
yang tak jua bertemu sempurna
hingga waktu merantau tiba di depan mata

ah, kita ini memang sepasang
orang biasa di antara orang-orang tidak biasa

ya, kita memang terlalu biasa
menghadapi mereka yang tidak biasa
memperlakukan norma serupa dewa

ah, kita ini memang sepasang
orang tidak biasa di antara orang-orang biasa

ya, kita memang terlalu tidak biasa
menghadapi mereka yang biasa
menuhankan dunia sebagai segala

lantas bagaimana dengan kisah kita ?
sedang di luar sana, mereka menunggu akhir bahagia

di akhir senja, di taman kota
kita telah sepakat berkata pada mereka

bila akhir bahagia yang kalian pinta
maaf, akhir itu tak mampu jadi nyata
sebab akhir bahagia itu terlalu biasa, pasaran
serupa akhir dongeng-dongeng pengantar tidur,
yang sering dijejalkan pada masa kanak-kanak dulu


dan, kita berpisah setelahnya, di gerbang taman kota
kau pergi ke arah barat, sedang aku ke arah timur
sembari melihat langit, melihat Tuhan yang tak pernah tidur
tersenyum pada kita dari singgasana-Nya



(9 Februari 2010)

perempuan lugu, si pencuri hati

perempuan lugu,
yang tak pernah memoles gincu
pada bibir tipisnya yang merah dadu

perempuan lugu,
yang selalu menunduk di hadapanmu
pun tak punya nyali memandang matamu

perempuan lugu,
yang lebih gemar membaca buku
di antara riuh mulut teman-temanmu

perempuan lugu,
yang diam-diam telah mencuri hatimu
pun membuatmu menunggu dalam ribuan malam sunyimu

perempuan lugu,
yang hadir kembali di hadapanmu
melukis senyum pelangi pada lengkung bibirmu

perempuan lugu,
siapa gerangan dirimu ?
begitulah tanyamu, waktu itu


(8 Februari 2010)

melodi senja

masihkah tanya itu menjelma dalam ruang hatimu. tentang ke mana hati ini tertuju. bila segala rahasia telah kau kunyah seluruhnya. hingga pahit dan getir terasa pada pangkal lidahmu. sebab rahasia itu bukanlah madu, melainkan empedu, yang telah tersimpan sejak dua belas tahun lalu.

masihkah tanya itu perlu. bila segala airmata telah tertumpah di dadamu. tentang jejak-jejak kelabu, yang setia mengikuti langkah-langkah kakiku.

masihkah tanya itu ingin mencari jawab. tentang senyum sedingin salju, yang pernah kau pandang pada masa lalu. sebab segala kisah telah terkurung dalam hatimu, yang begitu pengasih. menunggu segala murung melarung pada tubuhmu, yang serupa bendung.

masihkah janji itu tetap saja kau tunggu terucap dari bibirku, yang telah membiru. sedang hatiku telah ada padamu. masihkah kau tak tahu tentang segalaku, kekasihku ?

sebab semalam, telah banyak kukisahkan padamu. tentang aku, yang telah menghuni kerajaan hatimu. meski tanpa kau sadari. pun segala kebiasaan burukku, agar kau menjauh dariku. sayang, kau tetap membayangku. serupa bayang-bayang yang setia menguntit langkahku.

dan, telah kau katakan padaku tentang segala rasamu. hingga kau bilang padaku bahwa bukan kebiasaan burukku, yang membuatmu terpuruk. melainkan bila aku melarangmu mencintaiku. begitulah eja bibirmu semalam padaku.

ah, betapa agung cintamu padaku. sedang aku tak mampu beri cinta yang sama padamu. sebab aku masih harus berdamai dengan ruang hatiku, yang masih saja menggemakan bara luka. sebab selama ini, aku selalu berkata pada hatiku untuk tak pernah berharap lebih pada kisah-kisah merah jambu itu. kisah-kisah yang telah melemahkan langkah-langkah kakiku. pun menghancurkan dinding-dinding hatiku.

dan, percakapan kita pada senja tadi telah menumbuhkan biji bunga matahari di ladang hatiku.


(7 Februari 2010)

perpisahan dalam selembar sasirangan

kau ulurkan jabat persahabatan. dan, aku tulus menerima dengan kedua tangan. kau tanyakan segala tentangku. dan, aku jawab tanpa ragu. hingga kau menusuk punggungku dengan selembar catatan penuh makian, yang kau bungkus dengan senyuman. ah, persahabatan macam apa yang kau tawarkan padaku. sebab jawabmu pun tak pernah kutelan. hanya selembar sasirangan tiba di beranda pada siangku, yang mungkin kau kirim sebagai tanda perpisahan.



(7 Februari 2010)

Sabtu, 06 Februari 2010

puja cinta

setangkai bunga puja
melekat pada daun telinga
serupa lingkaran cinta
setia menghuni jiwa



(6 Februari 2010)

Kamis, 04 Februari 2010

sebab kita adalah sahabat, selamanya

sebab kau adalah anjing yang setia,
menguntitku pergi ke mana saja
menjagaku dari segala bahaya
pun mencintaku tanpa karena

sebab aku adalah kuda yang gagah,
melangkah ke mana saja tanpa istirah
menunggu datangmu tanpa lelah
pun menyayangmu tanpa jengah

dan, kita adalah pasangan sempurna
untuk menaklukkan dua belas macan emas
dengan segala tipu daya yang tak terduga
di dalam rimba raya yang penuh jerat
pun muslihat, yang kadang tak terlihat

sebab kita adalah sahabat, selamanya
meski dalam wujud yang berbeda,
tetapi itulah yang membuat kita sempurna

sebab kita adalah sahabat, selamanya
tak hanya di dunia, pun di dalam surga



(5 Februari 2010)

tidur tanpa mimpi, semoga…

malam ini,
tak ingin kutidur berteman mimpi
hingga esok pagi
tak perlu lagi kukejar mimpi,
yang jadi bunga tidur malam ini

sebab langkah-langkah kaki ini
masih harus terus berlari
tanpa henti mengejar mimpi,
yang telah berbunga pada musim semi
di tahun lalu, tentang sebuah janji hati


(3 Februari 2010)

sebuah kisah tragis di februari yang manis

perawan gunung yang malu-malu
menunjukkan senyum pilu padamu,
sebab ia lebih suka mengguyurmu
dengan gerimis yang ritmis
di antara relung-relung hati yang mengais
pada ranting-ranting pakis

ah, perawan yang manis...
sayang, ia harus bertemu jejaka bengis,
yang gemar menenun tangis
pada mata perawan-perawan manis

dan, sebuah kisah cinta
telah berujung pada tragis
di februari yang manis


(3 Februari 2010)

sebab kau banci bermulut belati

/i/
bila kau anggap aku sebagai temanmu,
lantas mengapa aku selalu jadi sasaran kemarahanmu ?

bila kau anggap aku sebagai sahabatmu,
lantas mengapa aku selalu jadi sasaran hujatanmu ?

begitu pandai kau memutar lidah
dengan melempar segala salah
pun membuang segala amarah
seolah aku ini keranjang sampah

dan, aku masih diam terpaku
mendengar segala serapahmu

/ii/
kau hanya berpikir
tentang hatimu sendiri,
yang takut tersakiti kembali

dan, kau tak pernah berpikir
tentang hati yang lain,
yang telah kau sakiti berulang kali

sayang kali ini,
aku tak berdiam diri lagi
sebab aku bukan batu,
yang terus diam atas segala ludahmu
sebab aku bukan pengecut sepertimu,
yang segera membuatmu terlecut sekaligus terkejut

tunggu saja,
segala karma akan segera kau terima

/iii/
kau boleh saja berpongah diri
dengan harga dirimu yang terlalu tinggi,
seolah kau satu-satunya lelaki
yang hidup dan tertinggal di muka bumi

maaf, bagiku kau tak lebih dari
seorang banci bermulut belati
pun seorang pecundang
yang tak paham kasih sayang

bagiku, kau lebih pantas lompat ke jurang
atau terjun ke laut dari bibir karang
di pantai berpasir kulit-kulit kerang


(3 Februari 2010)

sebab aku telah bahagia

cinta yang kau eja
telah membuatku buta,
tak mampu menyulam kata
pun menenun makna
seperti biasa

pergi saja,
aku ingin kembali menatap dunia
dengan kedua mata
yang aku punya

sebab aku telah bahagia,
meski berjalan sendiri saja


(3 Februari 2010)

cinta dalam sepotong semangka

cinta itu datang memerah
pada bibir yang kian pucat
melewati kerongkongan yang tercekat

ah, nikmat !!!
begitu lidahmu mencecap
nikmat semangka memerah

sekejap saja,
menghapus dahaga
pada siang yang gerah

setelahnya, sirna
ketika senja menjelang
bibir itu kembali pucat
kerongkongan pun kembali tercekat

setelahnya, terkapar
kembali dalam sadar yang sepi
dengan suhu tubuh yang kian meninggi
pun nyeri menggigit di setiap sendi
dan relung hati

cinta dalam sepotong semangka
nikmat meski sesaat
telah membuatmu tersesat
pada ujung jalan bernama bencana

kau boleh beri sepotong semangka
pada siapa saja yang kau suka
kecuali aku, sebab aku
tak pernah tertarik pada semangkamu



(2 Februari 2010)

akukah itu ?

aku masih ragu
bukan padamu, tetapi padaku

akukah itu,
yang kau tunggu
dalam pencarianmu ?

maafkan aku, bila ragu itu
masih menyesaki rongga dadaku
hingga membuatmu
tak henti menenun biru
pada jalamu

akukah itu ?


(31 Januari 2010)

sebab bahasa adalah jiwa

sebab bahasa adalah jiwa



sebab bahasa adalah jiwa,
dari mulutmu terpancar segala
pun dari ujung jemarimu terukir rasa

sebab bahasa adalah jiwa,
dan kita adalah manusia berbahasa,
masihkah kau akan menggigit
dengan taring kata
pun mengalirkan bisa makna
ke dalam aliran darah si mangsa ?
serupa ular di sudut jendela
ketika hujan tiba di luar sana

sebab bahasa adalah jiwa,
dan aku tahu jiwamu serupa apa
ketika kau tak henti memaki dan mencela
di seberang lautan sana


(29 Januari 2010)

dalam sunyi, aku pergi

kau bilang rindu
padaku yang berhati batu
entah temu berbuah laku
sungguh, aku pun tak tahu

kau bilang sayang
padaku yang serupa bayang-bayang
entah gelap bertemu terang
sungguh, aku tak ingin melayang

kau bilang cinta
padaku yang telah lupa
entah ingat kembali dari alpa
sungguh, aku tak ingin meluka

dan, aku memilih pergi diam-diam
dari angka enam, yang terbenam
pada langit yang kian menghitam
tanpa sebuah pesan tertinggal
termasuk ucapan selamat tinggal


(28 Januari 2010)

di negeri itu

menunggu musim salju
'tuk mengikat rindu
sekokoh rimbun batu
di tepian pantai biru

aku dan kau
: satu


(28 Januari 2010)

pesan singkatmu

dan, aku termangu
membaca pesan singkatmu
: biarkan aku
tetap pada jalanku
tetap pada pilihanku

tak hendak aku menggores
luka padanya, yang telah setia
dalam jalan panjang penantian
berujung pada sempurna

pun tak hendak aku menggores
luka padamu, yang telah menunggu
sebuah temu setelah waktu
memisahkan segala laku

: biarkan aku
dalam labirin itu
hingga waktu bukan lagi milikku


(28 Januari 2010)

lumut dan rimbun batu

lumut tertimbun di atas kalpataru,
kalut yang mengharu biru
di antara rimbun batu


(26 Januari 2010)

sebab kau adalah lumut

sebab kau adalah lumut,
tumbuh di atas batu kalut
dan meremahkan segala takut

sebab kau bukanlah pengecut,
yang menggelinjang serupa belut
di sela-sela hamparan rumput

sebab kau adalah lumut,
yang lebih liar dari rumput
mampu menghancurkan segala takut


(25 Januari 2010)

sebab aku adalah aku, bukan kau

tak hendak kutulis puisi
dari sebuah luka hati
seorang lelaki,
yang mencintai sunyi

sebab aku menulis puisi
dari nyanyian-nyanyian hati,
yang menyenandungkan melodi

tak hendak kutulis kisah
dari sebuah dera jengah
seorang pemanah,
yang sedang istirah

sebab aku menulis kisah
dari derap langkah-langkah,
yang tak mengenal lelah

pun tak hendak kutulis cinta
dari sebuah dusta kata
seorang lelaki hina,
yang gemar main-main hati wanita

sebab aku menulis cinta
dari suara-suara jiwa,
yang jujur menyanyikan kidung-kidung cinta

dan, aku tak pernah peduli
pada segala cela dan cibir
dari bibir yang penuh satire
pun pada segala serapah
yang tak henti menyumpah
pada setiap ayunan langkah

sebab aku menulis,
menghindari hatimu yang bengis
pun matamu yang memandang sinis
meski mulutmu terlihat manis

sebab aku adalah aku
sedang kau adalah kau
tetap saja pada jalurmu,
dan aku pada jalurku

sebab pandang kita berbeda
memandang dunia yang sama
dan itu bukan dosa
karena memang seperti itulah dunia
penuh segala warna, yang mengenyangkan jiwa

(25 Januari 2010)

sebab kau, yang tersayang

menghitung sayang
pada perjalanan panjang
tentang kasih yang begitu lapang

ah, ternyata tak terbilang
pun hingga tak berbilang
membuatku ingin segera pulang
pada hatimu yang amat lapang
pun penuh cahaya terang
bagiku, yang pernah hilang

sebab kau,
bukan sekadar bintang terang
di langit malam, yang menghilang
ketika hari berganti terang

sebab kau,
bukan sekadar kunang-kunang
yang gemar terbang melayang
di antara gelap membayang

sebab kau,
bukan sekadar burung layang-layang
yang kembali ke sarang
ketika senja telah datang

sebab kau,
satu-satunya jiwa yang terpasang
di sebelah jiwaku yang pernah hilang

sebab kau,
yang tersayang
selalu tersimpan dalam ruang
dan tak akan pernah hilang


(24 Januari 2010)

melarung mendung

mendung menggantung
di langit yang bingung
dan, sepasang burung
masih saja murung
menunggu angin bertarung
menyingkirkan mendung

percaya saja,
mendung akan menyingkir segera
dari langit kita

dan, sepasang burung
masih menunggu mendung
: melarung
dari langit yang murung


(23 Januari 2010)

tentang mawar yang kau antar

ternyata mawar yang kau antar
ke depan pintu kamar
adalah yang paling mawar
di antara rimbun belukar
hingga aku melempar senyum tawar

ternyata duri yang kau tusuki
pada relung hati
adalah yang paling duri
di antara nyeri tersunyi
hingga aku tak ingin lagi bermimpi

setelah mawar dan duri,
apalagi yang hendak kau beri
pada perempuan bermulut sunyi ?



(22 Januari 2010)

lelaki yang menolak takluk

aku bukan seorang penakluk. tak hendak aku membuatmu tunduk. karena aku hanya seorang sahabat, yang tak rela melihatmu terikat dalam luka-luka penuh karat. dan, karat-karat itu telah melekat erat pada hati dan benakmu, hingga kau alami kebutaan hebat pada matamu yang hitam pekat.

dan, bila aku telah membuatmu suntuk. pun tak henti mengutuk bahwa perempuan itu busuk. dan, perempuan busuk itu pelan-pelan telah membuat hatimu takluk. maka, maafkan aku, sahabatku. tak hendak aku menambah kisah kelabu dalam langkah-langkah kakimu. pun lelah pada bidang bahumu.

aku akan pergi, februari nanti. dan, tak perlu kau cari. karena aku pun ingin sendiri. di sini, sampai nanti. sampai bumi ini lelah berlari.



(22 Januari 2010)

lelaki yang dibutakan luka

masih saja kau genggam uang logam itu,
ada cinta tergambar di sebelah sisi
sedang luka tergambar di sisi lain

pada simpang jalan,
kau lemparkan uang logam
sebagai penunjuk arah langkah
: luka atau cinta

ah, masihkah kau buta ?
karena luka-luka lama
yang telah membutakan jiwa
hingga kau tak mampu melihat beda
dari kilau yang kau kira sama
: emas atau tembaga

dan, luka-luka itu
telah membutakan mata hatimu


(22 Januari 2010)

getar itu masih ada

tak ada kata
tak ada tanda
tak ada makna
tak ada luka
tak ada dusta
tak ada gelak tawa
pun tak ada canda
seperti biasa

sayang, kita percaya
masih ada cinta dalam mata
yang tak pandai berdusta
pun dalam suara penuh getar
yang mengucap debar dalam dada


(22 Januari 2010)

penjuru itu dirimu

kau adalah barat,
tempat segala rasa melekat
dalam lindap yang memeluk erat

kau adalah timur,
tempat segala rasa meluncur
pun terucap segala jujur

kau adalah utara,
tempat segala rasa mendera
dalam rindu yang membara

kau adalah selatan,
tempat segala rasa tertawan
pun tujuan peristirahatan

kau adalah timur laut,
tempat segala tentang kalut
terucap jujur tanpa ribut

kau adalah barat daya,
tempat labuhan segala bahaya
pun segala cita tercipta

kau adalah barat laut,
tempat segala tentang takut
menghilang dari benak melumut

kau adalah tenggara,
sebuah tujuan akhir kembara
tentang sebuah cinta bermula

kau adalah penjuru,
tempat tertanam segala rindu


(22 Januari 2010)

lelaki yang membakar ikrar

api itu telah membakar
segala yang pernah terikrar
dan, janji setia hanya jadi sebuah makar
yang ternyata berujung pada ingkar

sedang kau masih saja terkapar
penuh luka bakar dari bahan bakar,
yang kau nyalakan dari hatimu yang penuh luka memar

entah, sampai kapan kau tahan pada ingkar
tentang segala luka memar
yang kau simpan dalam nyala damar
di sudut gelap kamar


(22 Januari 2010)

: sang pemanah

malam ini,
aku menjelma kabut
yang menemanimu menyingkap kalut

dan, esok pagi
aku menjelma embun
yang membasuhmu dari segala ngungun

hingga kau mampu
membalut segala luka
pun mengusir segala jengah
dalam langkah-langkah gagah
seorang satria pemanah,
meski tanpa busur dan anak panah

karena bagiku,
mata tak kasat mata milikmu
adalah senjata paling mematikan
dan menghujam ke dalam ulu hati
setiap musuh yang tak punya nurani


(21 Januari 2010)

sejati itu dirimu, sauhku

kau bilang,
tak pandai menulis puisi
pun tak pandai basa-basi
tetapi hanya padamu
kisah sejati itu berlabuh

karena kau adalah sauh
bagi sampan kecilku,
yang menghentikan pencarianku
akan sebuah dermaga
bagi sebuah bahtera cinta
: kita

hanya ada kau dan aku,
serta surga-Mu


(21 Januari 2010)

nyanyian hati di februari

dan, sebentar lagi
tiba Februari
pun tiba musim semi
tiba waktu mengikat janji
bagi kita, di kebun bunga matahari

dan, setelahnya kita berlari
meninggalkan segala nyeri
dari negeri yang begitu tuli
mendengar nyanyian hati

dan, setelahnya kita pergi
mencabuti segala duri
yang menusuki telapak kaki
demi mereka, anak-anak matahari
yang lahir dari rahim sunyi
perempuan yang tak lagi suci


(21 Januari 2010)

aku paham, aku pergi

tak pernah kutanam
bibit benci di palung terdalam
meski hitam matamu tak henti menghujam
penuh benci yang sembunyi di balik senyuman

sayangnya, aku sungguh paham
segala benci yang kau tanam
adalah racun terhitam yang harus kutelan
demi anak yang akan kau lahirkan

sayangnya, aku sungguh paham
pada segala rasa bencimu itu
karena aku punya hati yang mampu merasa bencimu itu
di ujung lidahku yang kian kelu

sayangnya, aku sungguh paham
pada segala tanda yang kau kirim padaku
lewat jari tengahmu yang kau acungkan di depan wajahku
karena aku tidak buta
untuk bisa mencerna segala tanda

sayangnya, aku sungguh paham
bila uluran persahabatan
yang aku ulurkan tulus padamu
telah kau balas dengan segala caci maki dan benci
pada sudut hati terdalamku

aku punya hati, aku paham telah kau benci
aku tidak buta, aku paham semua tanda
maafkan aku, tak hendak kupinta maaf padamu
aku hanya ingin ucapkan terima kasih atas segalanya
pun pada racun terhitam
yang harus kutelan malam itu


(21 Januari 2010)

lelaki yang setia pada luka (3)

pada malam itu,
setelah pergimu
kau masih menyimpan biru
yang terlukis pada senyummu

bagiku, senyummu palsu
membalut bilur-bilur rindu
pada ruang hatimu
yang terbungkus angkuh dirimu

dan, aku masih menunggu
rindu itu jujur tereja dari bibirmu
hanya untukku


(20 Januari 2010)

lelaki yang setia pada luka (2)

aku hanya punya bahu
untuk menampung tiap sedu
pun sepasang lengan
untuk menenangkan tiap ketakutan

aku hanya punya jemari
untuk menghapus tiap airmata
pun hati yang lapang
untuk memberi segenap sayang

dengan semua milikku itu,
mengapa kau masih saja ragu
untuk melangkah bersamaku ?

dengan semua milikku itu,
aku pernah balut segala lukamu
sayang, kau terlalu setia
pada luka yang ditorehnya
dalam jiwamu yang mencintanya


(20 Januari 2010)

lelaki yang setia pada luka (1)

setia pada dusta
pun luka menganga
tentang cinta
yang menggores jiwa

silakan nikmati saja
hingga jengahmu pada luka tiba
dan, aku menunggumu di surga


(20 Januari 2010)

ingkarmu

lembaran itu
mencatat luka baru
dalam dinding hatimu
sebuah kisah sendu
terulang pada langkahmu

dan, kau masih sama
tetap keras kepala
serupa karang terjal
yang patah dan terluka
di tepi pantai jiwa

sedang aku memandangmu
berusaha mengingkari kata hatimu
entah sampai kapan ?
mungkin sampai kau benar-benar kehilanganku,
gelombang laut yang setia
membasuh segala luka yang kau punya

dan, kita tetap sama
tetap terjebak dalam labirin yang sama
berputar-putar mencari jawab atas cinta
yang tak jua sempurna


(20 Januari 2010)

Liebe

segala tentangmu
mengalir dalam darahku
pun berdetak dalam jantungku

segala tentangmu
adalah hidup dan impianku
yang hanya satu

segala tentangmu
adalah aku tanpa ragu
hanya rindu dalam ruang kalbu


(19 Januari 2010)

belajar mencintaimu, belajar melupakannya

sempat kau bilang lupa namaku
meski kau bilang tak lupa wajahku
pun tak lupa pada wujud luguku
dan, aku bilang tak mengapa
aku telah terbiasa dilupakan siapa saja

setelahnya, kau mulai rajin mengenalku kembali
teman yang sempat kau lupakan itu
hingga kau bilang mulai rindu padaku
dan, kau bisikkan cinta padaku

aku hanya tersenyum
mendengar segala pengakuanmu
yang mungkin saja terburu rindu dan waktu

ketika kau tanya aku
tentang rindu yang sama padamu
pun tentang cinta yang sama padamu

maafkan aku bila tak mampu
beri rindu yang sama padamu
pun beri cinta yang sama padamu
karena aku bukan lagi temanmu yang lugu,
yang sempat kau lupakan itu

bila kau tanya padaku
tentang rindu
pun tentang cinta itu

maafkan aku,
karena aku masih belajar merindu
pun mencintaimu seperti milikmu

maafkan aku,
karena setengah hatiku
ada padanya, yang setia
dalam senandung novena
pun yang setia
dalam cinta tanpa karena

maafkan aku,
bila masih belajar merindu
pun mencintaimu seperti milikmu
sembari belajar melupa padanya
yang setia dalam cinta tanpa karena

maafkan aku,
bila jujur ini menyakitimu
dan menyakitinya

(19 Januari 2010)

sempurna, tetapi tak sempurna

sempurna,
tetapi tak sempurna
itulah kita

dan, tak ada sempurna
di dunia yang penuh norma
pun beragam dogma

sempurna hanya milik surga,
yang mampu tampung semua
bahkan segala warna
pun segala beda sesungguhnya
: Tuhan tak pernah buta
atas segala langkah makhluk-Nya

Tuhan tak pernah buta
tak henti aku percaya, itu saja


(19 Januari 2010)

biru itu, biruku

biru itu,
menghilang dariku

biru itu,
yang mengganti kelabu
pada langitku

biru itu,
yang melukis senyumku
setelah tangisku

biru itu,
yang memahat rindu
pada ruang jiwaku

biru itu,
aku kehilanganmu
pada malam sunyiku

sungguh,
aku kehilanganmu
: biruku


(19 Januari 2010)

pada simpang itu

terpaku aku
pada simpang itu
menunggu suara hati
menuntun langkah kaki

terpaku aku
pada simpang itu
menunggu tanganmu
menuntun ke ruang hatimu

terpaku aku
pada simpang itu
dengan sisa-sisa setia
yang mungkin sirna ditelan udara

terpaku aku
pada simpang itu
menunggumu, impianku


(18 Januari 2010)

mendung di hatimu

akankah mendung kelabu
pada langit-langit hatimu
mampu tersibak dengan sebelah sayapku ?

aku tak tahu,
karena kau tak mengizinkanku
menyibak kelabu
pada langit-langit hatimu



(18 Januari 2010)

tarian cinta sepasang naga

sepasang naga
dalam tarian cinta
menari di langit senja
ketika tahun baru tiba

membagi sekotak cinta
tanpa gula-gula
pada setiap beranda
: cinta tanpa karena



(17 Januari 2010)

segelas coklat panas

segelas coklat
penghilang penat
terhidang panas
pengantar pulas

: untukmu,
yang menunggu
kelabu berlalu
dari ruang hatimu


(17 Januari 2010)

sarapan pagiku

tetes embun pagi
jatuh di pelataran hati
seiring deras airmatamu
: menjelma sarapan pagiku

duh...



(17 Januari 2010)

kejora

menunggu kejora
melintas di angkasa
pada pagi buta

menunggu kejora
kembali pada ceria
serupa musim bunga


(16 Januari 2010)

mawar ungu di taman kalbu

bila kau patah
pun menyerah kalah
lantas ke mana kita melangkah ?



(16 Januari 2010)

tanda yang tak terbaca

tak mampu kau baca tanda
sebab matamu dibutakan cinta
sedang tanda itu amat nyata
kelak, bila hatimu terluka
lantas salah siapa ?

entahlah...
terserah...


(16 Januari 2010)

lelaki yang ingin membiara

kristal bening
mengalir hening
pada ujung pagi
yang masih sunyi
membaca sebait kisah
tentang jengah dan lelah
seorang lelaki pemanah
yang ingin istirah
dalam tembok biara
menjelma seorang gembala
bagi domba-domba
yang lupa jalan pulang


(16 Januari 2010)

sebuah kesepakatan atas perbedaan

kita telah sepakat,
tak akan menggantung simbol-simbol dogma
yang berbeda pada dinding-dinding rumah kita
pun tak akan mengukirnya
pada tubuh dan langkah anak-anak kita

kita telah sepakat,
hidup berdampingan tanpa cela
meski di luar sana hujan cela
tak pernah reda, biarkan saja
selama kita percaya
pada Tuhan yang sama
yang telah mencipta kita ke dunia

kita telah sepakat,
melipat segala perbedaan
dan mengikat segala persamaan
pada selembar sulaman suci
menuju damai abadi


(16 Januari 2010)

kita berbeda. dan, itu tak mengapa.

kita berbeda. dan, itu tak mengapa. bukan sebuah dosa, bila kita berbeda. tak perlu kita dengar mereka, yang mulutnya berbusa bicara tentang dosa manusia. sedang mereka sendiri adalah pendosa dalam kubangan yang paling hina. menjual dogma serupa anjing gila membabi buta. bagaimana tidak? mulut-mulut mereka tak henti mencecar dogma. sedang tangan-tangan mereka tetap saja mengambil yang bukan milik mereka. dan, kaki-kaki mereka tetap saja tak berpindah dari kompleks lokalisasi.

kita berbeda. dan, itu tak mengapa. saling melengkapi, itulah seni. serupa kaki, selalu ada kanan dan kiri. pun serupa tangan, selalu ada kanan dan kiri. serupa ruang jantung, selalu ada bilik dan serambi. pun serupa paru-paru, selalu ada kanan dan kiri. serupa ginjal, selalu ada kanan dan kiri.

kita berbeda. dan, itu tak mengapa. dan, itu yang membuat kita ada. mungkin saja jadi sebuah fenomena, yang tak terbantahkan dunia. karena kita adalah manusia yang punya rasa. bukan mesin buatan pabrik yang kembar identik. jadi, biarkan saja mulut-mulut mereka saling membisik. pun tangan-tangan mereka saling menggelitik. atau mata-mata mereka saling melirik. dan, kita tetap tak terusik. menisik mimpi jadi sebuah sulaman unik, yang kelak kita simpan dalam bilik hati. hingga hitungan usia tak jadi milik kita lagi.

ketika kita tak lagi sama

semalam, ketika aku hampir memeluk kelam. kau datang menenun benang pada jarak terentang di antara kita. ah, benang-benang itu telah membuat kau kepayang sepertinya. sedang aku tetap diam sembari mendengar dentang jam di dinding kamar. menghitung detik-detik menggelitik di antara bibir-bibir mencibir.

ketika pagi tiba, aku terjaga sembari bertanya pada mentari yang masih buta. semalam, kau bisikkan apa ke telingaku? aku lupa, sungguh. dan, satu-satunya yang kuingat adalah aku terbangun pagi ini dengan hati yang begitu hampa.

dan, aku jalani pagi dengan hati sunyi. tanpa bicara dengan kanan kiri. benar-benar sepi. memaksa diri mengingat pesan yang mungkin saja terkubur bersama mimpi, yang tak lagi suci. mimpi yang pernah diludahi mulut-mulut banci di sudut kota yang sepi.

oya, aku baru saja ingat. ketika ingatan itu datang lamat-lamat seiring dengan mentari yang datang terlambat. semalam, kau bisikkan sebuah cerita tentang masa lalu kita. tentang cinta yang datang terlambat. ketika luka telah banyak terlihat pada sekujur ruang jiwa.

maafkan aku. bila tak mampu beri cinta yang sama padamu. bukan aku tak mau. aku ingin menata laku setelah cerita lalu datang serupa mimpi buruk pada setiap malamku. dan, aku tak ingin beri mimpi buruk itu dalam hidupmu. biarkan aku nikmati sendiri segala biru dalam darahku.

dan, bila kau tanya sampai kapan kau mesti menunggu. maafkan aku. bila tak mampu beri jawab atas tanyamu. sungguh, tak ada maksudku menggantungmu serupa layang-layang tanpa benang di angkasa yang begitu luas tanpa batas.

maafkan aku. karena aku pun tak tahu di mana batas itu. batas laku di mana aku mampu benar-benar lupa pada segala kisah kelabu, yang begitu setia mengiringi setiap tidurku. sebagai mimpi buruk, yang setia membuatku terjaga pada setiap malamku. sungguh, maafkan aku.



(15 Januari 2010)

tulang rusuk tak pernah tertukar

tak pernah tereja pasrah
pada bibir dan hati kita
apalagi terhenti langkah
pada sebuah kata kalah
itu janji kita, bukan ?

lantas mengapa kau menyerah kalah
pada sebuah kata pasrah

tak akan kuhenti langkah
memungut setiap remah
menujumu, lelaki terindah

aku percaya Tuhan tak pernah salah
dengan menukar tulang rusuk yang salah

aku percaya Tuhan tak pernah buta
atas cinta dua anak manusia
yang bertahan demi sebuah kata sempurna

tetap saja percaya,
dalam kidung novena
pun dalam senandung puja
menuju cinta sempurna
dalam singgasana surga

sayang, kau tak perlu gusar
karena tulang rusuk tak pernah tertukar


(15 Januari 2010)

menunggu sauh

memandang laut
mengusir kalut
tentang belut-belut
melata dalam perut

memandang gunung
membuang bingung
tentang burung-burung
bersarang dalam hidung

menggelikan, sungguh
hilang segala jenuh
menunggu terangkat sauh
dalam titik-titik peluh


(15 Januari 2010)

nama pena yang tak kupunya

tak perlu kau tanya
tentang nama pena
yang tak pernah kupunya

aku tak perlu nama pena
karena aku bangga
menyandang nama
yang telah ayah
gurat pada tubuh dan langkah

meski kadang lelah,
tak akan kulepas doa
yang telah ayah
alirkan pada aliran darah

apalah arti sebuah nama,
kalian boleh saja berkata
bagiku, nama adalah doa
yang kelak membawaku ke surga


(14 Januari 2010)

pada simpang cinta

menerima cinta milik dia
atau menahan cinta kita
dua cinta yang sama
yang tak jua sempurna

dan, aku tersiksa
menahan segala rasa
pun mencoba berdusta
pada cinta kalian berdua


(13 Januari 2010)

kamboja cinta

rimbun kamboja mulai berbunga
di depan rumah mungil kita
begitu indah dipandang mata
rimbun hijau berhias merah muda

dua belas tahun lalu,
kita tanam kamboja penuh cinta
sebagai tanda cinta dua anak manusia
berjuang menuju sempurnanya cinta

dua belas tahun berlalu,
kita masih saja sama, tetap penuh cinta
sembari berkutat melepas segala jerat
kau tak henti mengucap novena
sedang aku tak henti mengucap puja

dan, rimbun kamboja di depan rumah
terus mengingatkan kita agar tak menyerah
lewat bunga-bunga yang mekar indah
serupa kita yang tak pernah lelah
menghadapi segala serapah


(13 Januari 2010)

maafkan aku, bila membuatmu jatuh cinta padaku

maafkan aku,
bila telah membuatmu
jatuh cinta padaku

sungguh,
tak ada maksudku
menyakitimu
dengan kisah masa lalu
yang kelabu itu

maafkan aku,
pintaku hanya satu
jangan mencintaiku,
aku tak pantas untukmu
tak pantas aku
menerima tulus cintamu


(12 Januari 2010)

permisi, aku pergi

pada malam sunyi,
telah kuputuskan pergi
darimu yang menyulam mimpi

permisi,
aku pergi
dari diri dan hati
tak akan pernah kembali
tak perlu kau cari
tak perlu kau tangisi
yang telah terjadi

permisi,
aku ingin sendiri
semoga kau mengerti

terima kasih
bila kau mengerti


(12 Januari 2010)

kisahmu, puan

masih saja sama,
mata-mata penuh hina
mulut-mulut penuh cerca
pada dia, yang pernah diperkosa

aku sungguh terluka
dan kau malah menghina
adilkah ini semua ?

aku hanya menelan ludah
mendengar kisahmu yang lelah
telingaku pun telah jengah
mendengar cerca tak sudah

ah, kalian memang keparat
mulut kalian pandai melaknat
tangan kalian dipenuhi jerat
hati kalian dijejali bangsat

aku tak minta diperkosa.
tak pernah. lantas mengapa
kalian tak henti meludah ?

airmataku mulai menitik
membasahi bulu mata lentik
ketika kudengar pengadilan
tak mampu berimu keadilan

aku perempuan sama sepertimu
aku mendengarmu, merasamu
tujuanku hanya satu,
membalaskan segala dendammu
melubangi kepala lelaki itu
yang telah menancapkan hasrat
pada liang vaginamu yang kesat

tujuanku hanya satu,
membalaskan segala dendammu
melubangi kepala lelaki itu
dengan enam butir peluru
dalam sebuah pistol
yang telah lama aku simpan
di bawah bantal tidurku


(12 Januari 2010)

penjara cinta (1)

mengikat hasrat
membelenggu rindu
memenjara cinta
dalam norma mencerca
pun dogma berbeda
yang tak sejalan jiwa

kau dan aku,
merajut kisah kelu
dalam belenggu
demi perempuan
yang kita sebut Ibu
pun demi lelaki
yang kita sebut Ayah

akankah kita menyerah ?
entahlah...


(12 Januari 2010)

telinga yang lelah

tanya yang sama
terdengar pada telinga
kian jengah setiap harinya

berhentilah bertanya,
bila kau anggap aku teman
bukan pesakitan atau tawanan

berhentilah bertanya,
aku mulai tak suka
dengan segala tanya
pun segala cerca

berhentilah,
telingaku telah lelah


(12 Januari 2010)

lidah

tak lebih sejengkal panjangnya
tempat tercecap segala rasa
manis, asam, asin, pahit
pun bahagia, resah, jengah, pedih

hanya sejengkal,
dari ujung hingga pangkal
tempat terucap segala sangkal

hanya sejengkal,
pada ujungmu terucap cinta
pada pangkalmu terucap dusta
pun bercabang dua, entah mengapa

hanya sejengkal,
aku dengar beribu sangkal
tentang kisah-kisah binal
pun dusta-dusta terjal

hanya sejengkal,
tempat segala rasa terjagal
pun segala dusta terpenggal
menyisakan luka tertinggal

hanya sejengkal,
entah mana kau pilih
menjadi pencinta atau pendusta

terserah,
tak hendak aku mendedah


(12 Januari 2010)

ingin aku lupa

ingin aku lupa
pada luka
yang masih setia
menganga
serupa aku pernah lupa
pada doa dan puja


(11 Januari 2010)

pada mata pisau

menikmati malam risau
mendengar deru angin parau
sembari mencumbu mata pisau


(10 Januari 2010)

kalam malam

mencintai rona hitam
sembari menulis kalam
tentang langit malam


(10 Januari 2010)

senandung ungu

menggubah lagu rindu
tentang kisah dejavu
pada senandung ungu


(10 Januari 2010)

menunggu biru

airmata haru membasah
rindu menunggu temu
denganmu, lelaki biru


(10 Januari 2010)

ziarah cinta

pada siang gerah
dengan mantap langkah
menuju syahdu ziarah

pada sebuah nama
yang setia dalam cinta
bersama harum kamboja


(10 Januari 2010)

rindu pada paru-parumu

segala rindumu tentangku
bersarang pada paru-parumu
dan, telah menyesakkan nafasmu

tak ada maksudku
memberimu rinduku
bila itu kelak membunuhmu

maafkan aku


(10 Januari 2010)

bingung mendengung

bibirmu mengucap sayang
tiba-tiba terbayang
sesuatu terbang menghilang
dari ruang jantung
serupa asap terembus hidung

terlanda bingung
serupa lebah mendengung


(10 Januari 2010)

menunggu jingga

pada senja,
dua jiwa bicara cinta
yang tak jua sempurna


(9 Januari 2010)

kupu-kupu: puja dan cerca

kupu-kupu,
ketika puja tertuju
indah sayapmu
rapuh tubuhmu
anggun kepakmu

kupu-kupu,
tak semua tahu
berat langkahmu
demi semua itu

kupu-kupu,
ketika semua mencibirmu
kau tetap anggun
dalam kepak sayapmu
menggapai mimpimu


(8 Januari 2010)

mendadak rindu

padamu,
yang sempat lupa namaku
yang hafal tajam mataku

mendadak rindu,
pada senja yang ungu
pada rindu tereja dari bibirmu


(8 Januari 2010)

entah esok atau lusa

entah esok atau lusa
kata sanggup menjelma
nyata pada langkah
bukan sekadar janji
terpatri dalam hati

entah esok atau lusa
jengah atas luka ini
jengah atas dera ini
terbalut sempurna
hingga kering selamanya

entah esok atau lusa
tak perlu kau bertanya
tak perlu kau meragu
temani aku membalut luka
meski bukan kau
yang menoreh luka
atau mengayun dera

entah esok atau lusa
temani aku, itu saja


(8 Januari 2010)

rindu de javu

menakar rindu
kisah dejavu
tentang kau dan aku


(8 Januari 2010)

dosa bukan urusan manusia

aku percaya
reinkarnasi itu ada
dan nyata

kau bilang,
percaya reinkarnasi
sama dengan dosa

aku tak peduli
dosa bukan urusan manusia
bagiku, hanya Tuhan
punya kuasa atas dosa
manusia di dunia



(8 Januari 2010)

ketika seorang mahasiswi memaki sang guru

pagi ini,
seorang mahasiswi memaki
ia tak suka caraku mengajari
agar kelak ia tak jadi pencuri
atau pelaku korupsi di negeri ini

pagi ini,
seorang mahasiswi memaki
ketika ia harus pergi dari kursi ujian
setelah tertangkap basah mencuri
jawaban ujian milik temannya

pagi ini,
seorang mahasiswi memaki
tak hanya sekali terjadi
dan, aku tetap teguh hati
tetap meminta ia pergi dari sunyi ruang ujian

sebab ayahku bilang biar saja ia memaki
ia tak tahu diri, ia tak sadar diri
tetap saja mendidik dan mengajar dengan nurani
karena negeri ini telah miskin nurani

pagi ini,
seorang mahasiswi memaki
ia tertangkap mencuri dari meja sebelah kiri

ah, makin miskin negeri ini
terserang dekadensi
krisis percaya diri
minus nurani
seperti mulut mahasiswi
yang telah memaki sang guru
pagi ini


(7 Januari 2010)

sebentuk daging merah muda

sebentuk daging merah muda
tergeletak di pinggir jalan
pada sebuah terminal tua

sebentuk daging merah muda
bernama cinta, terlahir dari cinta
dibuang begitu saja serupa dosa
sedang cinta tak mengenal dosa

sebentuk daging merah muda
dibuang di sebuah terminal tua
ah, siapa gerangan jadi raja tega ?
yang membutakan nurani
demi sebuah nama diri


(7 Januari 2010)

terserah

kau bilang,
aku orang tak biasa
di antara orang-orang biasa

kau yang lain bilang,
aku hanya orang biasa
di antara orang-orang tak biasa

aku bilang,
terserah kalian saja
tak hendak aku sangkal
pun tak hendak aku setuju
karena aku adalah aku
dengan segala kurang-lebihku


(7 Januari 2010)

bimbang

menimbang bimbang
pada simpang jalan
cinta malang melintang


(7 Januari 2010)

entahlah...

kau bilang rindu,
aku masih diam membisu

kau bilang cinta,
aku masih diam seribu bahasa

kau tanya mengapa,
aku jawab entahlah
mungkin saja aku mati rasa
atau sekadar istirah dari jengah

entahlah,
sungguh aku merasa bersalah
padamu yang tak pernah lelah


(6 Januari 2010)

cinta yang absurd

di sepanjang usia,
tak henti memandangi
tak henti mencermati
tak henti memahami
lukisan-lukisan absurd
yang memenuhi dinding
dalam ruang hati

lukisan-lukisan absurd
berjudul cinta,
yang kian hari kian absurd


(5 Januari 2010)

hujan januari

memandang hujan
dari balik jendela
memanggil kenangan
tentang tarian hujan kita


(5 Januari 2010)

“aku mencintaimu,” katamu

aku mencintaimu,
begitu pesan singkatmu
tertinggal pada kotak suratku
beberapa jam lalu

pesan yang tak sempat berbalas
semalam, tidurku terlalu pulas
atas lelah pada sesuatu yang kian tak jelas

aku mencintaimu,
begitu pesan singkatmu
dan, lidahku teramat kelu
mencari jawab atas pintamu
yang tak jua bertemu

ah, terselip di mana jawab itu ?
tunggu sebentar, bila kau tak buru-buru


(5 Januari 2010)

pada dini hari

dering teleponmu
membuat terjaga tidurku

ah, percakapan tak penting itu

ribuan kali telah kukatakan padamu,
tak hendak aku kembali pada masa lalu
di mana kau tikam sembilumu
pada jantungku

ribuan kali telah kukatakan padamu,
tak hendak aku berjalan mundur
pada kenangan-kenangan uzur
yang sempat membuatku kabur
dari kasih-Mu yang tak terukur


(5 Januari 2010)

sepasang merpati yang menggugat langit

hanya ada kau dan aku
sepasang merpati
sedang mematuki langit biru
menyemai mimpi

hanya ada kau dan aku
menepis kelu
tergantung pada ujung bibir
menggugat takdir

hanya ada kau dan aku
sedang belajar tuli
pada dunia yang kian tak peduli
sedang menggugat langit
pada takdir yang tak henti menggigit


(5 Januari 2010)

biarkan saja mereka, katamu

kau bilang,
manusia tak layak menilai manusia
yang benar itu pergunjingan
bukan penilaian

kau bilang,
mereka boleh nilai kita apa saja
suka-suka mereka
seperti yang mereka bilang
tentang agama kita yang beda

kau bilang,
mereka boleh bilang agama kita beda
sedang kita mengimani Tuhan yang sama

Tuhan yang hanya satu,
yang telah mencipta kau
dan aku dari tulang rusukmu

kau bilang,
biarkan saja mereka
suka-suka mereka saja


(3 Januari 2010)

tentang kisah tak sempurna

lahir ke dunia,
pada tanggal yang sama
pada bulan yang sama
pada tahun yang beda

berjalan di dunia,
dengan jalan yang beda
dengan langkah yang beda
dengan tujuan yang sama

kau dan aku,
berencana menjadi kita
menjadi kisah sempurna
dari kisah tak sempurna
sembari menunggu
putusan paripurna dari-Nya


(3 Januari 2010)

sekadar bertanya

kalian bilang,
menikah beda agama
sama dengan zina

dan, aku tanya
bila ada pasangan seagama
hidup serumah minus surat nikah sah
meski mereka bilang telah nikah sah
di depan penghulu
karena pernikahan itu
harus disembunyikan
dari istrimu terdahulu

lantas, itu namanya apa ?


(3 Januari 2010)

sepasang cincin di tembok berlin

pernah kita tinggalkan
sepasang cincin
pada runtuhan tembok berlin

sembari berharap,
kelak kita bertemu kembali
untuk menjalin harapan
pun impian di sisi barat
runtuhan tembok itu

dan, entah kapan kita
bisa kembali ke sana
sedang di sini, kita sibuk
melepas jerat-jerat
pada sekujur tubuh kita


(3 Januari 2010)

tentang meja yang berantakan

mengumpulkan catatan asal-asalan
yang lebih mirip tulisan cakar ayam
di atas kertas-kertas buram
yang kembali memenuhi meja kerja
serupa ketika aku belia,
bosan mendengar ceramah
yang itu-itu saja

bosan aku mendengarmu

(3 Januari 2010)

gambir

pagi ini,
kita berpisah
tanpa selamat tinggal


(3 Januari 2010)

ada lagi pesanmu ?

kualifikasi
seleksi
transparansi
resepsi
sirkulasi

capek deh, kataku
sembari berlalu

(3 Januari 2010)

pada malam gelisahku

alam bawah sadarku
kembali sebut namamu
dalam tidur gelisahku

entah mengapa,
aku pun tak tahu jawabnya

mungkin saja,
aku masih rindu padamu
yang telah pergi dariku
setahun lalu

(3 Januari 2010)

mantra di ujung jemari (2)

pagi ini,
tak ingin kutulis apapun
sembari berharap
tak akan terjadi apapun
hari ini


(3 Januari 2010)

mantra di ujung jemari (1)

pagi ini,
tertulis airmata
pada ujung jemari

malam ini,
mengalir airmata
pada lekuk pipi

esok pagi,
ingin kutulis pelangi
dan, kita berlari
melukis mimpi
tak kenal henti


(2 Januari 2010)

reinkarnasi

aku ingin lahir sebagai angin
yang bebas menghembus
ke mana saja aku mau,
menghembus pada wajahmu
adalah keinginan terbesarku

aku ingin lahir sebagai air
yang bebas mengalir
ke mana saja aku mau,
mengalir di antara jemari kakimu
adalah keinginan terbesarku

kau ingin lahir sebagai tanah
yang beri pijakan bagi kakiku,
tempat menanam segala cita
yang masih juga tertunda

kau ingin lahir sebagai api
yang beri terang pada gelapku,
tempat menyalakan semangat
yang sempat padam dalam badai lalu

dan, kita hanya bisa menunggu
hingga tiba waktuku dan waktumu
saling berpeluk dalam satu


(2 Januari 2010)

satu kata, tak ingin kudengar

bibir-bibir tak henti
bertanya satu kata,
yang amat aku takuti
hari ini, sekali lagi

sungguh,
tak ingin telingaku
dengar lagi satu kata,
yang aku takuti sekali lagi

pintaku satu,
kalian berhenti tanya
yang satu itu padaku

sungguh, aku tak ingin dengar
satu yang buatku berdebar


(2 Januari 2010)

elegi hujan

senyum palsu, sapa palsu
canda palsu, tawa palsu
terbingkai topeng palsu

semua palsu, semua semu
kecuali satu, airmataku
turun bersama rintik hujan
pada senjamu


(2 Januari 2010)

last spring

musim semi,
luruh airmata
pada ibu jarimu


(2 Januari 2010)

'R'

huruf pertama
yang telah digurat ayah
sebagai tanda lahirku ke dunia

penuh getar
pada ujung lidah
mungkin ayah punya cita
kelak aku mampu beri getar
pada dunia yang kian menggelepar

dan, tiga getar
yang telah ayah gurat
pada tubuhku
pada langkahku
pun pada takdirku
lantas dengan apa aku
hendak menolak semua itu ?

dan, tiga getar
yang telah aku punya
mungkin telah beri getar
pada sumsummu
pada jantungmu
pun pada lidahmu

dan, tiga getar
yang telah aku punya
tak hendak buatmu menggelepar
sungguh tak ada niatku
inginku satu,
mengamini doa ayahku


(1 Januari 2010)

semiotika cinta

bila sebuah kata tereja
dari bibirku
terdengar beda makna
pada telingamu

lantas semua ini salahku atau salahmu ?
begitu kau tanya aku

tak ada yang salah, sayang...
ikuti saja hukum semiotika
begitu jawabku

dan, bila komunikasi cinta
telah berbeda makna
lebih baik, kita sudahi saja
daripada kita saling siksa jiwa

bukan begitu, sayang ?


(31 Desember 2009)

doa desember

setiap Natal tiba,
kau selalu percaya
Paman Santa bawa cinta
sebagai kado bagi kita berdua

setiap pergantian tahun tiba,
kau tak pernah lupa berdoa
dalam kapel gereja untuk setia
pada cerita cinta dua anak manusia
yang tak jua sempurna

pada setiap akhir doa,
kau selalu bertanya pada pendeta :

apa cinta ini sebuah dosa, Bapa ?

dan, kau selalu dapat jawaban sama

diam, tanpa sepatah kata


(31 Desember 2009)

silaturahmi ibu jari

ibu jari,
tanda silaturahmi
dalam sunyi


(31 Desember 2009)

satu doa, selamanya

satu doa,
untukmu yang setia

Tuhan mengasihimu selalu,
meski tanpa aku di sisimu


(31 Desember 2009)

mengaduk gundah

setelah puas mengaduk,
kau hanya diam terduduk
sedang aku tertunduk
dalam gundah yang tak jua takluk


(30 Desember 2009)

hanya berbagi

1
kau pinta cinta
dan, aku beri kau cinta

2
kau pinta sayang
dan, aku beri kau sayang

3
kau pinta rindu
dan, aku beri kau rindu

4
kau pinta kasih
dan, aku beri kau kasih

5
kau bilang aku tak setia
dan, aku bilang kau pun tak setia

6
kau bilang tak setiamu wajar
dan, aku bilang tak setiaku pun bukan dosa

aku ingin berbagi saja
sama rata sama rasa
seperti kau bilang dulu


(30 Desember 2009)

aku ingin pulang, padamu

: rsi


ingin aku pulang
pada ruang hatimu yang lapang

ingin aku pulang
pada ruang jiwamu yang indah

ingin aku pulang
pada teduh matamu yang sejuk

ingin aku pulang
pada rengkuh pelukmu yang hangat

ingin aku pulang
pada lembut jemarimu yang lentik

ingin aku pulang
pada kokoh bahumu yang bidang

ingin aku pulang
hanya padamu, belahanku


(30 Desember 2009)

tentang resah kita

menunggu nyata
sebuah doa
yang setia terucap
dari bibir yang basah
pun laku tanpa lelah

itu saja


(30 Desember 2009)

missing me

aku rindu diriku yang dulu,
bebas terbang tanpa benang
mengikat kedua sayapku

aku rindu diriku yang dulu,
entah di mana aku kehilanganmu
di antara hati yang terserak
di antara tawa yang tergelak

sungguh,
aku rindu diriku yang dulu
entah kapan aku bertemu denganmu kembali
seperti waktu itu,
terbang dengan kedua sayapku
sesuka hatiku


(30 Desember 2009)

fuck you !!!

di negeriku,
perempuan tak boleh bertingkah macam-macam
perempuan tak boleh berkata macam-macam
agar citra diri tidak terancam jadi perempuan malam

di negeriku,
perempuan harus menata laku
perempuan tak boleh terlalu banyak tahu
agar perempuan tak jadi perawan yang tak laku-laku

di negeriku,
perempuan harus pandai membawa diri
perempuan tak perlu sekolah terlalu tinggi
agar perempuan tak mengancam wibawa suami

begitu pesanmu padaku
sebelum aku berlalu dari pandangmu

dan, aku bilang padamu
persetan dengan semua laranganmu
tak hendak aku hidup dalam sangkar emasmu
atau jadi ratu dalam kerajaanmu
dengan menukar kebebasanku

tidak akan pernah, sayang


(29 Desember 2009)

bukan puisi cinta

esok pagi,
aku datang ke kotamu
bukan untuk menemuimu
dan tak perlu kau jemput aku
di stasiun kereta itu

sungguh,
tak perlu kataku
karena aku bukan lagi perempuanmu
sejak kau tikam punggungku
hari ini, tepat setahun lalu

esok pagi,
di stasiun kereta itu
hanya akan kau temui
seorang perempuan, yang enggan memandangimu lagi

esok pagi,
dan hari-hari setelahnya
kau hanyalah mantan calon menantu
yang diidamkan orangtuaku,
bukan aku

bagiku,
kau hanya seorang playboy cap tengu
yang tak punya malu,
dan tak perlu kau berharap kembali padaku

maaf, tak ada lagi tempatmu dalam ruang hatiku


(29 Desember 2009)

esok pagi, tak perlu kau jemput aku

esok pagi,
aku datang ke kotamu
bukan untuk menemuimu
dan tak perlu kau jemput aku
di stasiun kereta itu

sungguh,
tak perlu kataku
karena aku bukan lagi perempuanmu
sejak kau tikam punggungku
hari ini, tepat setahun lalu

esok pagi,
di stasiun kereta itu
hanya akan kau temui
seorang perempuan, yang enggan memandangimu lagi

esok pagi,
dan hari-hari setelahnya
kau hanyalah mantan calon menantu
yang diidamkan orangtuaku,
bukan aku

bagiku,
kau hanya seorang playboy cap tengu
yang tak punya malu,
dan tak perlu kau berharap kembali padaku

maaf, tak ada lagi tempatmu dalam ruang hatiku


(29 Desember 2009)

semalam...

semalam…


menghitung detik
pada jam dinding
yang bising

menghitung detak
pada ruang jantung
yang bingung

: menunggumu,
sang pemanah rindu
menemaniku, selalu


(29 Desember 2009)

pelukis dan pencuri

kaulah itu,
yang pernah melukis senyum
pun mengukir tawa
pada sulaman bahagia
yang aku punya

kaulah itu,
yang telah mencuri senyum
pun merampok tawa
dari sulaman bahagia
yang aku punya

kaulah itu,
yang memberi senyumku
pun tawaku padanya

dan, doaku hanya satu :
kau bahagia bersamanya,
selamanya

sembari aku bilang :
sayonara,
semoga kita tak pernah jumpa,
selamanya



(29 Desember 2009)

malam itu, ketika kau tanya aku (5)

bagiku,
kau terhebat di antara yang terhebat
kau pun bertanya, bagaimana bisa ?

ya, karena hanya kau yang mampu
memasung hatiku dalam relung hatimu



(28 Desember 2009)

de javu

ketika aku bersamamu,
saling memeluk di antara rimbun kayu putih
di depan gereja itu, syahdu

sungguh,
aku alami dejavu yang paling
di antara yang paling
dan membuatku tak mampu lagi berpaling
dari aroma tubuhmu yang tak lagi asing



(28 Desember 2009)

ode untuk kekasihku

mencarimu,
di antara aksara-aksara biru
tak jua aku temui kau di antaranya...

ah, lelahku...
izinkanku istirah di bahumu
dan menggantung busur panahku
dalam ruang hatimu



(28 Desember 2009)

entah mengapa, aku pun tak tahu

entah mengapa,
hatiku bisa sekeras baja
yang membuatku tak mudah percaya
pada embusan cinta
yang kau tiup pada telinga

mungkin lebih baik bagimu,
bila hatiku sekeras batu
karena kau bisa menjelma tetes-tetes air
yang mampu melubangi keras batu
dengan tekunnya rindu

entah mengapa,
aku pun tak tahu



(27 Desember 2009)

tak perlu lagi kau tanya

hatiku telah terserak,
entah di mana

tubuhku telah tergeletak,
entah di mana

tak perlu lagi kau tanya,
mungkin hati dan tubuhku
telah jadi makanan
bagi anjing-anjing geladak
yang gila hormat dan kekuasaan

tak perlu lagi kau tanya,
karena tak akan aku jawab
segala tanyamu sia-sia

tak perlu lagi kau tanya,
karena aku lebih suka menutup mulut
demi kalian, para pengecut
yang gemar obral mulut



(27 Desember 2009)

setelah ini apa lagi ?

setelah rindu,
apa lagi hendak kau
tulis dalam ruang hatiku ?

setelah cinta,
apa lagi hendak kau
tulis dalam hitam mataku ?



(27 Desember 2009)