Minggu, 27 Desember 2009

sanjung itu milik-Mu, bukan milikku

segala sanjung itu
bukan milikku
dan, aku tundukkan hati
hanya pada-Mu



(27 Desember 2009)

kau, yang dulu dan kini

dulu, kau hanya penduduk di ujung negeri
yang tak tersentuh teknologi
dalam langkah tertatih
menuju kota, mencari tenar

kini, kau adalah pesohor negeri
tetap saja kau perlu rendah hati
dan, itu tak akan membuatmu
rendah di mata yang lain
justru itu akan membuatmu tinggi
pun bernilai di mata yang lain

begitu sulitkah bagimu
menjadi rendah hati
seperti pernah diajarkan ibu
semasa kecil dulu ?

mata lain mungkin bisa kau tipu
sayang, tidak dengan mataku
bagiku, kau hanya ingin
mengingkari masa lalumu
yang kelabu, di sudut desa itu



(27 Desember 2009)

Sabtu, 26 Desember 2009

malam itu, ketika kau tanya aku (4)

biarkan aku terbang
tanpa bimbang atau benang
pengikat sayap
dalam sebuah atap

maaf, aku belum siap



(27 Desember 2009)

senja yang setia

mentari pagi
tak lagi menjenguk hari
dan, hanya senja
begitu setia
menemani luka


(26 Desember 2009)

malam itu, ketika kau tanya aku (3)

pernah aku terjebak cinta buta
hingga aku lupa pada logika
pun terjerembab pada lubang terdalam
melahirkan serapah yang tak sudah
membawaku pada jengah
yang amat resah pun lelah

sungguh, kini aku telah beda
bukan lagi belia
yang pernah kau kenal
pada masa remaja

tak mudah bagiku,
terjatuh pada cinta yang sama
apalagi yang buta
tanpa kalkulasi logika

kau boleh bilang apa saja
tentang diriku, yang mati rasa
atau apa saja yang kau suka

maaf, aku hanya waspada
karena enggan kembali terluka
oleh cinta yang sama



(26 Desember 2009)

empedu dan madu

empedu itu,
masih ada di genggamanku
sisa luka lalu
meski madu telah mengalir
pada bibirku

dan, aku tak punya hati
bila harus beri empedu itu padamu
biarlah, aku simpan luka lalu
sendiri, untukku
tak perlu kau tahu, Sayangku

tak hendak aku beri empedu,
padamu yang begitu lugu
menunggu dalam rindu

tak hendak aku beri empedu,
padamu yang mengukir senyumku
kala jenuh membelenggu

hisap saja madu pada bibirku
sepuas hatimu, sesuka dirimu
karena hanya itu yang mampu
sebagai penebus rindumu padaku



(26 Desember 2009)

malam itu, ketika kau tanya aku (2)

bagaimana mereka bisa membaca
susunan aksara asmara
di antara kita ?


dan, jawabku :

tak perlu seorang jenius,
membaca susunan aksara asmara
yang meluncur mulus
dari hatimu yang setipis lakmus



(26 Desember 2009)

malam itu, ketika kau tanya aku (1)

dan, jawabku :

entahlah




(25 Desember 2009)

pada malam hening

mereka bilang,
kita adalah pasangan sempurna
punya segala dan cinta

biarkan mereka,
anggap saja sebagai doa
bagi langkah kita
yang tak jua bertemu sempurna

mereka bilang,
kita adalah pasangan sempurna
serupa tuan dan nyonya
begitulah sapaan mereka pada kita,
dan, kita hanya tersenyum saja

biarkan mereka,
anggap saja sebagai doa
bagi langkah kita
yang tak jua bertemu sempurna

mereka bilang,
kita adalah pasangan sempurna
biarkan saja

dan, biarlah hanya kita
menikmati luka atas cinta
yang tak jua bertemu sempurna
pada langkah-langkah berbeda

dan, biarlah hanya kita
menikmati semua tanpa dusta
dalam pelukan dan satu ciuman di kening
pada malam hening
sama seperti malam-malam hening yang lain



(24 Desember 2009)

pada simpang jalan-Mu

begitu banyak tanya,
yang tak hendak kutanya
pada-Mu yang selalu setia

hingga aku tiba
pada persimpangan tanpa rambu
atau memang aku yang tak mampu
membaca rambu-Mu

malam ini,
adalah malam-malam yang sama
dengan tanya yang sama :
dari tulang rusuk siapa
telah Kau ciptakan aku ke dunia ?

tulang rusuk dia,
atau dia
atau dia
atau dia

itu saja,
tanyaku pada-Mu
tunjuk saja rambu-Mu
dan, aku segera menepi dari perjalananku


(24 Desember 2009)

Selasa, 22 Desember 2009

rinduku...

dalam setiap perjumpaan,
selalu aku katakan pada-Mu
tak hendak kutinggalkan diri-Mu
demi yang lain

meski yang lain berlomba
menggodaku dengan segala tipu daya
tak hendak kutinggalkan diri-Mu,
yang telah begitu setia
mendampingiku ke mana saja

dalam setiap perjumpaan,
selalu aku katakan pada-Mu
tak perlu cemburu padaku

sungguh, tak hendak kutinggalkan diri-Mu
hingga aku kembali ke dalam pelukan-Mu lagi

pelukan-Mu, yang selalu aku rindu



(23 Desember 2009)

biarkan aku...

biarkan aku rebah di kaki-Mu
dan, segala rencana terbaik itu pada ujung jemari-Mu

biarkan aku rebah dalam pangkuan-Mu
dan, segala resahku terhapus dalam belaian tangan-Mu

biarkan aku menangis hanya di hadapan-Mu,
karena airmataku adalah milik-Mu

biarkan aku,
selalu tunduk hanya pada-Mu

Amin



(23 Desember 2009)

berhentilah berlagak serupa Tuhan di hadapanku

tak perlu bicara padaku tentang surga dan neraka. seolah kau pernah menjenguknya di atas sana. dan, tak perlu kau menudingku atheis. bagiku kau lebih bengis. dengan mulutmu penuh kudis berbuih. tak lelah mengeja norma dan dogma, sedang kaki tanganmu masih saja berkubang dalam dosa.

tak perlu bicara padaku tentang surga dan neraka. aku percaya Tuhan itu ada. dan, aku pun adalah salah satu makhluk-Nya. tak perlu bicara padaku tentang surga dan neraka. sedang kau tak paham hakikatmu sebagai manusia, yang harus berbagi kasih pada sesama.

tak perlu bicara padaku tentang surga dan neraka. sedang mulutmu masih saja gemar mengunyah bangkai manusia lain. tanganmu masih saja gemar menusuk punggung manusia lain. kakimu masih saja gemar menendang pantat manusia lain. dan, kelaminmu masih saja haus cairan dari manusia lain.

tak perlu bicara padaku tentang surga dan neraka. seolah kau manusia paling suci di dunia, dengan dahimu yang menghitam. dengan tanganmu yang tak henti memutar tasbih, pun rosario. dengan bibirmu tak henti mengucap puja atau novena.

tak perlu bicara padaku tentang surga dan neraka. seolah kau Tuhan di dunia. kau hanya manusia. manusia semata. atau kau lupa bila kau manusia ? dan, lantas menjadi tuhan-tuhan kecil di dunia, dengan merendahkan manusia-manusia lain. kau lupa, kau manusia. bukan Tuhan.

tak perlu bicara padaku tentang surga dan neraka. kau bukan Tuhan. bukan Tuhan, yang kelak mengangkatku ke surga. bukan Tuhan, yang kelak merendamku ke neraka. kau manusia serupa denganku, yang masih membawa kotoran dalam usus besarmu ke mana saja.

berhentilah berlagak serupa Tuhan di hadapanku. sungguh, aku muak !!!



(22 Desember 2009)

empat cangkir teh, untukmu

cangkir pertama,
untukmu, yang syahdu
dalam puja novena
setia membasah bibirmu

cangkir kedua,
untukmu, yang lugu
embusan angin lalu
setia dalam sujudmu

cangkir ketiga,
untukmu, yang lucu
dalam ngungunmu
berbalut gelak tawamu

cangkir keempat,
untukmu, yang candu
dalam resah gundahmu
terbungkus pekat asapmu

empat cangkir teh
telah terhidang untukmu
pada jingga senja
tanpa dusta, tanpa luka
lukis saja tawa dalam cinta

tak hendak kutangisi
masa laluku, pun masa lalumu
terlalu sayang untukku,
melukis biru atau ungu
pada airmatamu



(22 Desember 2009)

Senin, 21 Desember 2009

22 Desember 2008

bilur-bilur ungu
pada ruang kalbu
sembunyi dalam bisu

sembunyi airmata
beku pada sembilu
terbungkus senyum
pada bibir terkulum



(22 Desember 2009)

sebuah pesta biasa, katamu

aku terjebak. dalam sebuah perjamuan hura-hura. penuh sanjung puja pura-pura. dan, topeng-topeng dusta para penjilat kuasa. ah, bagaimana aku bisa terjebak ? gumamku. mungkin aku terbius dan mabuk, hingga seseorang menjebakku di sini. jebakan sempurna, di antara tubuh-tubuh telanjang, begitu seseorang di sebelahku berkata.

perempuan bertubuh indah, melintas di depan mata semua. membuat gerah segala syahwat. maaf, aku tak hendak menghujat, tentang siapa yang laknat. tentang siapa yang bejat. kalian, para penjilat. atau kau, pengumbar aurat. keluarkan aku dari situasi keparat ini segera, pintaku padamu, sang pelukis berwajah bengis.

dan, sang pelukis pun menelanjangi tubuhmu dengan mata binalnya. menelusuri lekuk tubuhmu dengan kuas asmara dan cat romansa. mencumbui tubuhmu serupa kanvas cinta. ah, kau begitu indah, begitu sang pelukis berkata. pada sebuah perjamuan hura-hura, penuh sanjung puja pura-pura. dan, topeng-topeng dusta para penjilat kuasa.

perempuan bertubuh indah, melintas di depan mata. menggamit mesra wajahku yang biasa. dan, aku hanya tertunduk. kau bertanya, mengapa aku tunduk ? memandangmu pun aku tak punya nyali. kau terlalu sempurna, gumamku. siapakah aku ? seorang pengukir kata, yang dipandang sebelah mata. tak punya masa depan, begitu mereka biasa meludahku. dan, aku hanya akan menelanjangimu lewat ukiran kata. mencumbui tubuhmu pada ujung pena. menikmati tubuhmu hanya dalam benak.

perempuan bertubuh indah. menggamit mesra lenganku. menuntunku dekat pada tubuhmu. menuntun hidungku mencium aromamu. dan, aku hilang. melayang ke awang-awang. menemukan tubuhku telanjang, di atas ranjang. di bawah sinar mentari, yang telah bertandang.

kalian binatang !!! binatang-binatang jalang !!! dan, suaraku terbang bersama sayap-sayap udara. pada pagi yang penuh nista.



(21 Desember 2009)

pemburu dan senja

ketika aku dilahirkan ke dunia, bunda ayahku bersuka cita. seluruh keluarga bersuka cita. sang penerus tahta telah tiba ke dunia, begitu mereka berkata.

aku pun bahagia, jadi penerus tahta keluarga pemburu. aku pun bahagia, menerima takdirku. sebagai pemburu. dan, bukan buruan. pemburu yang tangguh, begitu sang guru berburu berkata.

hingga aku berjumpa senja. dalam mata seorang pujangga, yang telah mengukir cinta. dalam busur panahku. dan, sang senja bertanya : sebentar malam, ke mana kau hendak istirah, wahai sang pemanah cinta ? apakah kau tak lelah, wahai sang pemanah cinta ?

aku pun terdiam, dalam dekapan senja. aku lupa bertanya pada sang guru berburu. tentang siang, tentang malam. tentang istirah, tentang lelah. aku pun terdiam, dalam dekapan senja. di mana tempat istirah, bila lelah itu datang mendera ?

sebentar malam, dan aku terdiam. dalam dekapan senja, yang penuh cinta.



(21 Desember 2009)

Minggu, 20 Desember 2009

jangan cintai aku...

jangan cintai aku,
tak ingin aku melukaimu
kelak, ketika kau tahu
lubang hitam dalam hatiku

jangan cintai aku,
tak pantas aku untukmu

jangan cintai aku...




(20 Desember 2009)

Sabtu, 19 Desember 2009

sisa semalam

sisa percakapan
tentang rindu kian
lindap, dan lembab
di ujung malam

sekian ribu hari
telah aku ingkari
demi sebuah janji
pada pijakan hati



(20 Desember 2009)

after the love has gone

mendengar keluhmu
tentang kekasih
yang telah lama kau tunggu
kekasih, yang terkasih

keluh penuh peluh
dalam penantian panjang
demi sebuah sayang
yang bukan sekadar bayang

mendengar keluhmu,
tentang kekasih
yang kian menjauh
setelah sebuah pertemuan
terengkuh dalam lenguh

dan, aku mendengar
seperti yang kau pinta
: seorang teman pendengar
tidak lebih, pun tidak kurang

kau tak perlu menawar
karena aku tak ingin terluka
bila aku lebih dari sekadar
seorang teman pendengar

biarkan aku mendengar,
itu saja pintaku


(20 Desember 2009)

senja di malioboro

memungut kembali setiap kenangan,
yang pernah terjejak di sepanjang malioboro
di antara langkahlangkah jengah

esok, aku tak akan menemuimu kembali
karena aku tak ingin kembali
menjejak langkahlangkah tak pasti
tentang kisah sepasang hati

biarkan aku memandangmu
berjarak dari kejauhan
dan, itu sudah sangat cukup
memuaskan rinduku padamu

esok, kau tak perlu mencariku lagi
karena aku telah memutuskan pergi
dari segala konspirasi sepi
yang menusuk segenap ulu hati



(20 Desember 2009)

maaf, aku lupa...

kemarin,
kau pinta hatiku
menemani resahmu

kemarin,
kau pinta tubuhku
memeluk gundahmu

kemarin,
kau pinta aku
mengiringi langkahmu

kemarin,
aku bilang padamu
pintamu terlalu banyak

sedang aku lupa
hatiku tertinggal di mana
tubuhku terserak di mana
pun langkahku terjejak di mana

entah lupa
atau ingin lupa
aku benarbenar lupa

maaf, aku lupa...



(19 Desember 2009)

maafkan aku...

kau adalah sebuah kisah
yang datang ketika aku kalah
dan, luka itu pun masih merah

dalam jengah,
bisa jadi aku telah membangun resah
pada hatimu yang gundah

maafkan aku,
tak hendak kubangun gundah
ke sekian dalam hatimu
yang sesejuk embun

maafkan aku,
tak hendak kubangun jengah
ke sekian dalam hatimu
yang serapuh sayap kupukupu

maafkan aku,
bila telah menikam sembilu
dalam hatimu



(19 Desember 2009)

penyulam rindu

kau mengenalku,
kala aku masih hijau
memandang matamu
pun aku masih malumalu

dua belas tahun berlalu,
kau datang menyulam rindu
pada ruang kalbu
yang tak lagi hijau

begitu banyak kisah berlalu
yang kau tak tahu tentangku

dan, bila ada kisah kelabu
menghias langkahlangkahku
masihkah kau ada di sisiku ?

masihkah kau menyulam rindu ?
pada ruang kalbu
yang mungkin telah kelabu

elegi empat penjuru

empat penjuru,
menghembus rindu
pada jiwaku
yang hanya satu

empat penjuru,
berwarna dadu
melukis hatiku
yang hanya satu

empat penjuru,
bermata sendu
menarik tubuhku
yang hanya satu

terdiam aku,
dalam segala puja
pada siang dan malamku
hanya padaMu

dalam setiap sujudku,
pintaku hanya satu,

: beriku satu
malaikat pelindung
terbaik dariMu



(19 Desember 2009)

Jumat, 18 Desember 2009

suatu hari, di depan gereja

mulutmulut terus mendesah
pada kisah tentang entah

sedang kita tak pernah
resah apalagi jengah
kita enggan mengalah
itu saja, satusatu masalah

masalah,
yang bukan masalah
bagi kita

aku hanya lelah
kau pun lelah
lantas, ke mana kita ?

terbang saja ke surga
dan, kita akan bersama
selamanya, itu katamu semalam

itu masalah, kataku
dengan apa kita pergi ke surga ?
dan, kau diam saja

tak perlu menyerah,
meski kadang aku muntah
dengan segala serapah
dari mulutmulut mereka

sampai kapan ?
tanyamu dengan tatapan itu,
tatapan sama dengan dua belas
perayaan kelahiran yang lalu

: entah



(18 Desember 2009)

dua hati, menunggu entah

dua hati,
dingin dalam diam
menunggu lumer

entah dalam mulutmu
atau mulutku

: menunggu entah



(18 Desember 2009)

Kamis, 17 Desember 2009

dusta dari bibir birumu

selaksa dusta
telah kau eja
dengan sempurna

menipu mata
mendusta jiwa
pun menyayat luka

aku tunggu,
satu kejujuran terakhir
terucap dari bibirmu
yang kian membiru

itu saja, aku tunggu



(17 Desember 2009)

biru yang lain

mata pisau
itu kembali nyata
di pelupuk mata

jangan tawarkan
cinta, bila ada luka
mengiris nadi

jangan tawarkan
rindu, bila ada beku
membalut sumsum



(17 Desember 2009)

catatan yang belum usai

kau menghilang
dalam bayangbayang

catatan ini
mengabur dalam
pandang, menderas
dalam sungai bening

catatan ini,
entah kapan usai
menuju Damai



(17 Desember 2009)

senja, di stasiun kota

tiba senja
di stasiun kota,
aku datang
dalam rindu

padamu, pelantun
tembang sayang
padamu, perantai
rindu membiru

ah, sayang
kau tak datang
pada senja
yang membawaku
datang padamu

mungkin kau lupa
biarlah, kutunggu saja
sampai kau datang

malam ini
atau esok pagi

aku tunggu



(17 Desember 2009)

cahayamu, aku

jangan lagi
kau tanya cinta
yang kupunya
serupa apa

masih sama
bibir mengeja

: cahaya

penerang
dalam gelapmu,

: aku


(17 Desember 2009)

rindu sepuhan

menunggu rindu
di ujung bibirmu
manis sekaligus kelu

: rindumu palsu



(17 Desember 2009)

Rabu, 16 Desember 2009

empat dan tiga belas

empat dan tiga belas
itu tak pernah ada
dalam hitungan langkah,
begitulah pesan purba

entah mengapa,
aku tak mampu bertemu
jawab atas dera tanya
meski darahku sama

sungguh, aku tak percaya
pada pesan purba
tentang empat dan tiga belas
bagiku, mitos belaka

meski darahku sama,
biarkan aku tetap tak percaya
pada mitos purba
tentang empat dan tiga belas

meski darahku sama,
biarkan aku tetap berbeda
dari langkahlangkah purba

melompat empatempat
bersama tiga belas sayap
menuju senyap



(16 Desember 2009)

jalan puja

: untukmu, yang selalu kusebut dalam doa


bila ini cinta
beri saja tanpa cemburu,
begitu selalu pintaku padaMu

tak pernah kupinta
cinta sempurna
serupa dongeng istana
dengan akhir bahagia

tak pernah kutakar
mahal mahar
serupa saudagar
penuh timbang tawar

bila ini cinta,
beri saja setia
tanpa mendua



(16 Desember 2009)

Selasa, 15 Desember 2009

renik rindu

1
mencari jejakmu
di antara akarakar lumut
pemecah batubatu

: meremah tanah

2
rindu membatu
di antara debudebu
lekat pada poripori udara

: menusuk nafas




(15 Desember 2009)

maaf, rayumu tak berlaku

kau bilang aku manis,
dengan mulutmu yang bengis

kau bilang aku imut,
dengan bibirmu yang melumut

kau bilang aku smart,
dengan lidahmu yang menjilat

kau bilang aku hebat,
dengan bualmu yang berkarat

aku bilang tak perlu merayu
bila hatimu masih saja berbulu
serupa musang belang

aku bilang tak perlu memuji
bila jiwamu masih saja berduri
serupa landak terjebak

aku bilang kau badut pengecut
serupa kucing kalut tersudut

biarkan aku pergi
kau tak perlu mencari
sebelum kau bersih hati
tanpa dengki
sebelum kau bersih jiwa
tanpa prasangka

maaf, rayumu tak berlaku
karena aku bukan gulagulamu




(15 Desember 2009)

Senin, 14 Desember 2009

pada malam biru

ada gamang
tak jua bertemu
jalan terang

ada hilang
tak jua bertemu
nyaman sarang

ada sayang
tak jua bertemu
langkah tenang

ada rindu
tak jua bertemu
degup jantungmu

ada kau
masih terpaku
di sudut gelapmu

ada aku
bertanya padamu
mengapa masih meragu

ada kau dan aku
dalam bisu
pada malam biru


(15 Desember 2009)

siluet malam, di sebuah boulevard

tubuh lelah. pun hati jengah. pada matamata tak ramah. pada mulutmulut penuh desah. pun pada tangantangan rajin menjamah. rindu pada istirah. sayang, masih menyala mata. pun melanglang benak, menyeruak malam. sembari menikmati malam, di antara lalu lalang langkahlangkah kaki para penjaja diri.

hmmm, kota yang tak pernah tidur. penuh bilurbilur menghibur. bagi para pencari kasur, yang bosan pada kasur tua di rumah. dan, langkah-langkah pun masih menjelajah. kota yang tak pernah lelah. di antara asap dari mulutmulut rekah. hingga tubuh lelah, pun hati jengah tersungkur pasrah pada tanah basah.



(14 Desember 2009)

elegi sahabat, pada sebuah pagi

aku datang padamu, sahabatku. setelah musibah itu menimpamu. dan, melihatmu terpekur di balik kelambu.

kau bilang, sedang berkawan sepi. mengukur batas hati. tak ingin lagi bermimpi. bila mimpi hanya duri menusuki hati. ah, ingin pergi menuju matahari. biarlah terik membakar segala diri dalam sepi.

aku melihatmu, memandang tanah lapang dari balik jendela. memandang daradara bergerombol dan beterbangan.

kau bilang, ah, mereka begitu bebas. sayapku telah patah. aku tak lagi bisa terbang sebebas mereka. aku hanya bisa meringkuk di balik jendela dengan sisasisa airmata.

aku bilang, hapus airmatamu. keluarlah dari balik kelambu. sayap barumu akan tumbuh. tak perlu lagi mengeluh. tak perlu lagi mengaduh. tentang seorang pejantan angkuh, yang telah membuang jenuh di antara nikmat lenguh.

aku bilang, kubur masa lalu itu. di bawah hitam batubatu. kembali menjadi karang. atau kembali terbang membangun mimpimu, yang sempat tertunda. ketika kau lengah pada langkah yang salah. dan, bila kau masih gemar membantah. atau hendak mengulang salah. atau tak hendak mengubah langkah. maafkan aku, sahabatku.

aku bilang, terserah !!!



(14 Desember 2009)

chocolate strawberry

ku tulis namamu di atas awan
sayang, angin selalu menghapusnya

ku tulis namamu di atas air
sayang, gelombang selalu mengahpusnya

ku tulis namamu di ruang hatiku
dan, dirimu tinggal di dalamnya, selamanya

legit, katamu
selegit coklat lumer dalam mulutmu
kau tulis namaku di atas pasir
sayang, jejak-jejak lain menghapusnya

kau tulis namaku di atas batu
sayang, lumut-lumut menghapusnya

kau tulis namaku di ruang hatimu
dan, diriku tinggal di dalamnya, selamanya

manis, kataku
semanis strawberry rekah dalam mulutku

persetan, orang-orang di luar sana
menilai apa saja tentang kita

bagi kita,
kita adalah perpaduan sempurna
legit manis serupa coklat dan strawberry



(14 Desember 2009)

Minggu, 13 Desember 2009

beautiful poison

minggu yang sesak
terlalu banyak
berjumpa katak
terbahak-bahak
di ujung teratak

cantik-cantik
pun tampan-tampan
mempesona mata
dengan aneka warna
merah, biru, kuning, jingga

bagiku, tetap tak ramah
telinga terjamah
suara-suara meriah
pun racun menanti
di ujung lidah

aaarrrggghhh !!!

bagiku, katak tetaplah katak
meski kau bermahkota di kepala
hanya pandai berteriak
tak mampu bertindak




(13 Desember 2009)

aromamu, aroma racun serangga

tibatiba aroma
tubuhmu meruap
hinggap mengendap
serupa asap
racun serangga

aaarrrggghhh !!!




(13 Desember 2009)

pada sebuah siang

janji bertemu denganmu
di kantin sekolahku
menikmati makan siang
yang lengang di sudut ruang

segelas iced lemon tea
mungkin jadi pelepas dahaga
dan pereda degup di dada

lidahmu mengeja kata
membuka segala dusta
tentang kita,
bahwa kau tidak lagi setia
pada janji kita di depan altar

bibirmu mengeja petir
muntah segala getir
tentang dia,
yang kau pilih sebagai selir
pada janji kita yang berakhir

dan, aku pun melengang pergi
meninggalkanmu sendiri
tanpa basabasi

punggungku telah menjawabmu
serupa sepotong roti
dengan sebilah belati
menusuk ulu hati
ketika mentari kian meninggi




(13 Desember 2009)

kopi dan donat

secangkir kopi
satu ciuman di pipi
sebuah donat
satu pelukan hangat

cukup bagiku,
mengawali hariku
bersamamu




(13 Desember 2009)

secangkir kopi, sebuah melodi

secangkir kopi
penuh cinta
menyapa pagi

bersama sang mentari
membangun mimpi
tentang sebuah melodi



(13 Desember 2009)

mata keranjang, terjun saja ke jurang

segelas air
penghapus dahagamu
itulah aku

setitik cahaya
penuntun gelapmu
itulah aku

sehembus udara
pelega nafasmu
itulah aku

sebidang tanah
pemberi pijakanmu
itulah aku

cukupkah semua itu
dalam hidupmu ?

bila masih kurang,
terjun saja ke jurang

dasar lelaki mata keranjang !!!





(13 Desember 2009)

malam minggu, di taman kota

di taman kota itu,
ada begitu banyak laku
dan, ini malam minggu

tak ada lagi malu atau tabu
ketika semua berbaur jadi satu
ketika dua hati telah menyatu

dan, sepasang mataku adalah saksi
atas pertemuan dua hati
di sudut gelap taman kota

ayah ibumu di rumah
menganggap polahmu tabu
dan, kau malah menjawab:
"tabu buatmu,
bukan tabu buatku"

kalian masih hijau
berani menerjang rambu
dan, tinggal menangis pilu
ketika semua telah terlalu

dan, aku hanya bisa berkata:
"malam minggu, di taman kota
sepasang anak muda bercinta
menuju nikmat sesaat
setelahnya saling berteriak keparat"

kalian kepala batu,
tak menurut petuah ayah ibu
memberi sembilu di hati ayah ibu

tunggu saja,
kalian membatu dalam sembilu



(12 Desember 2009)

Jumat, 11 Desember 2009

pada ujung senyummu

pujian itu melenakan
celaan itu melemahkan
dan, keduanya adalah senjata
pembunuh yang tangguh

entah, mana akan kau pilih
untuk membunuhku
di ujung senyummu




(12 Desember 2009)

rindu di antara rumpun bambu

mengukir hijau rindu
di antara rumpun bambu
sehijau rindumu padaku



(12 Desember 2009)

: untuk para penggunjing

abcdefghijklmnopqrstuvwxyz
zyxwvutsrpqonmlkjihgfedcba

telah kau ucapkan berjuta kata
telah kau tumpahkan airmata
di hadapanku
tentang segala rindu
pun segala rayu

maaf, aku bukan perempuan lemah
hatiku masih tetap sama
aku tak akan menyerah
pada badai yang kau hembuskan

maaf, aku bukan perempuan lemah
hatiku masih tetap sama
tetap merah
tetap berdarah

maaf, aku tak akan menyerah
pada remah-remah remeh
yang hanya pandai mencela
yang hanya pandai menggunjing
di belakang punggung




(12 Desember 2009)

perempuan angin

kita pernah berkencan
di bawah rembulan
yang sama

kita pernah berlari
di bawah mentari
yang sama

sayang, kita berbeda
langkah dan cita
kita berbeda pandang
tentang definisi bahagia

kau sibuk hurahura
dalam hingar bingar
kau sibuk pestapora
dalam gegap gempita
sesuatu yang tak kusuka

kita berpisah
di simpang jalan itu
kau pulang ke rumahmu
dan, aku menjelma angin

berhembus bebas
meretas batas
hingga segala tuntas
segala langkah dan cita
tentang bahagia
yang berbeda




(12 Desember 2009)

peri bermulut belati

jengahku,
melihat segala polahmu

kau simpan keris
di balik punggung indahmu
serupa ular
menyimpan racun
di antara taring-taring tajamnya

jengahku,
meski kau secantik peri
sayang, mulutmu setajam belati

maaf, aku tak sudi
mengenalmu lagi




(11 Desember 2009)

asmara dalam segelas brandy

bercengkrama
dalam aroma asmara
dan segelas brandy
di ujung jemari
menanti pagi




(11 Desember 2009)

persahabatan embun dan daun

embun menenun
sejuk setiap pagi
pada tubuh daun



(11 Desember 2009)

natal yang dua belas

pohon terang
berkerlip bintang
telah terpasang
di sudut ruang

kubus-kubus
berbalut pita
rapi berbaris
tanpa tangis

dua belas natal
telah terlampaui
terjaga mata hati
pada laku yang banal




(11 Desember 2009)

membaca tanda

membaca tanda di antara mata
mencermati tanda pada tubuh gemulai
mendengar tanda dari desah nafas

membaca cinta,
yang ternyata tiada

tertinggal sesal
dalam jejak-jejak nakal
yang kian tertinggal
di ujung kanal




(11 Desember 2009)

morfin pun tak lagi berlaku

bekas jahitan
dengan rembesan
darah segar
di sudut jantung

tersisa ngilu,
morfin pun
tak lagi berlaku

tertinggal,
pekat asap
serak abu
di sudut asbakmu




(10 Desember 2009)

Kamis, 10 Desember 2009

malam menghitam

malam kian temaram
aku pun kian terbenam
dalam hitam



(10 Desember 2009)

cinta itu serupa jelangkung

: untuk sahabat


pada sebuah senja,
kau bertanya padaku tentang cinta
dan, aku pun tersenyum dalam kulum

pada sebuah senja yang kian temaram,
pada sebuah perjalanan dari pusat kota
ku temukan jawab atas tanyamu tentang cinta

cinta itu serupa jelangkung,
datang tak diundang
pergi pun tak diantar

dan, bila cinta telah datang padamu
nikmati saja setiap debarnya
dengan segala suka cita

dan, kelak bila cinta telah pergi darimu
nikmati pula setiap perihnya tanpa segala duka cita

nikmati saja,
semua tanpa tanya
hingga jawab itu datang dari tangan Sang Maha



(9 Desember 2009)

sorry

sorry,
i am not a witch
neither a bitch

i am just an ordinary lady with a lot of stitch
in the depth
that you've never know

so please,
don't put another stitch in it



(9 Desember 2009)

dua puluh tujuh

: hesty wulandari


dua puluh tujuh
kuntum mawar merekah
mewarnai aliran darah

dua puluh tujuh
sinar bintang berbinar
menemani bulan bersinar

dua puluh tujuh
begitu banyak keluh
begitu banyak aduh
begitu banyak riuh
begitu banyak gemuruh

menunggu satu,
sebuah sauh
tempat segala berlabuh
meredam keluh
meredam aduh
meredam riuh
meredam gemuruh

menunggu satu,
sebuah sauh
tempat segala berlabuh
menghapus segala peluh



(8 Desember 2009)

menit menggigit

empat menit ?
hanya waktu sejimpit
tak mengapa, selama menggigit
dibanding ribuan menit
tanpa jerit



(8 Desember 2009)

kwatrin mimpi (2)

menetes embun
dari malam ngungun
mencecap mimpi tawar
dari sekuntum mawar

kepak sayap
hilang senyap
menyemai mimpi
biji bunga matahari

bila itu mimpi
berakhir nyeri
tak perlu ratap
tak putus harap

menjelma bidadari
membangun mimpi
tak hanya pada bumi
pun pada langit menaungi



(8 Desember 2009)

kwatrin mimpi (1)

: untuk sahabat



belum di akhir
sebuah perjalanan
airmata mengalir
menyisir genangan

meluap bendung
lama terkurung
dalam menung
sebagai sulung

terbang tinggi
menjelma peri
tinggalkan duri
menusuki hati

berkembang seri
serupa mentari
menghampiri pagi
menyemai mimpi



(8 Desember 2009)

Minggu, 06 Desember 2009

tarian hujan

1
hujan datang
mengguyur ilalang
menyapa siang
di ujung petang

2
desir angin
pun menantang
segala terbang
dan menghilang

3
deras air
pun mengalir
batu membutir
di tepian akhir

4
hujan datang
segala menghilang
dalam desir angin
pun deras air
kian menjalang



(6 Desember 2009)

Sabtu, 05 Desember 2009

desember yang dua belas

: pemilik siberian husky


1
teduh mata
siratan sukma
teguh jiwa
langkah setia

2
batu biru
pengikat rindu
setelah dua belas
desember berlalu

3
kau serupa embun
dalam laku waktu
guyur hujan
hembus badai
dan terik mentari

4
suratan akhir
tiba menggigil
dalam beku salju
yang mencair
di altar Surga



(5 Desember 2009)

Jumat, 04 Desember 2009

kisah segitiga dalam tiga gelas champagne

termangu,
dua pasang mata
menatapku

meminta satu jawab
tentang degup jantung
menggantung
di antara bingung

sunyi pun pecah,
suara renyah menggugah
hati-hati yang resah

: buang saja gundah
tak perlu ada yang berubah

nikmati saja setiap kisah
di antara kita bertiga
tanpa kisah yang lelah

: buang saja jengah
di malam yang meriah

bersama tiga gelas champagne
serta hiruk pikuk pesta dansa
hingga pagi tiba
dan mentari kembali menyapa

aku, kau, dan dia kembali nyata
di antara langkah-langkah tergesa




(4 Desember 2009)

senyum si raja kecil

: regan danadhyaksa


kelahiranmu telah ditunggu,
buah cinta ayah bundamu
dan tumpahan kasih sayang
sebagai cucu yang lama dirindu

sebagai raja kecil,
senyummu telah menyentil
jiwa-jiwa kerdil
tingkahmu telah menawan
jiwa-jiwa arogan
dan hadirmu adalah anugerah
bagi jiwa-jiwa yang lelah




(4 Desember 2009)

sekali lagi, untuk kekasih-kekasihku

dalam ikatan yang sama, aku percaya jiwa kita telah disatukan. meski tubuh terpisah, kau di utara dan aku di selatan. berbagi kisah tentang kasih sebuah keluarga. sebuah keluarga besar, tentunya.

semoga kau tak pernah lupa, kita pernah berbagi tawa. kita pernah berbagi airmata. kita pernah ditempa oleh resi yang sama. kita pernah belajar mengeja aksara yang sama. kita pernah menulis rasa yang sama, meski dalam warna yang berbeda. kita pernah belajar menyulam gurindam. kita pernah belajar menenun pantun. kita pernah belajar menyongket soneta. kita pernah belajar mencumbu lagu.

semoga kau tak pernah lupa, kita pernah belajar berjalan di atas jalan setapak yang sama. kita pernah belajar berlari di atas tanah lapang yang sama. kita pernah terjatuh di tempat yang sama. dan, kita pun tak pernah lelah belajar bangkit kembali. melangkah kembali. berlari kembali. melompat kembali. demi sebuah mimpi, yang tak akan pernah usai dimaknai.

semoga kau tak pernah lupa, pada cerita yang pernah membesarkan kita. pada cerita yang pernah mendewasakan kita. cerita tentang tawa. cerita tentang bahagia. cerita tentang luka. cerita tentang airmata. terjejak di setiap sudut sebuah kota bunga.

semoga kau tak pernah lupa tentang aku, yang selalu duduk di sudut ruangmu. dalam diamku. memandang sulaman kesedihan kisahmu, dalam airmataku. pun, memandang rajutan kebahagiaan kisahmu, dalam senyumku.

semoga kau tak pernah lupa tentang aku, meski aku telah terpisah jarak darimu.

semoga saja....




(4 Desember 2009)

maaf, kau bukan lelakiku !!!

kemarin, kau bilang sayang. dan, ku lihat kau bercinta di atas ranjang. dengan seorang gadis belia, yang kau bilang tersayang. hingga peluh tubuhmu menggelinjang di sekujur pori-porimu.

sekarang, setelah kau bosan bertualang. dengan vagina, yang telah kau buat berlubang, lantas kau buang sayang itu ke dalam keranjang sampah di depan pintu ruang hatimu.

esok, kembali kau rayu gadis-gadis lugu dengan segala ludah berbisamu. kembali kau cumbu gadis-gadis lugu dengan segala nafsu liarmu. kembali kau bertualang bersama perempuan-perempuan, yang telah berlubang vaginanya, di atas ranjangmu. kembali seperti sebelum kau bertemu perempuan-perempuan lugu, yang kau beri sedu membiru dalam keranjang sampah di depan ruang hatimu.

maaf, aku telah membuang segala tentangmu ke dalam keranjang sampah di depan ruang hatiku. karena bagiku, kaulah lelaki jalang, yang penisnya selalu menegang bila bertemu perempuan-perempuan lugu berlalu di depan hidungmu.

maaf, kau bukan lelakiku !!!




(4 Desember 2009)

permata biru

: mahabiru


elok wajahmu
lucu polah tingkahmu
menawan senyummu

mahabiru,
begitulah namamu
pengikat hati
pun penyejuk jiwa
bagi ayah bundamu

selalu



(4 Desember 2009)

kupu-kupu bersayap biru

biru sayapmu
sendu tawamu
kelu senyummu
batu hatimu

dalam diamku,
aku tetap membisu
dan segala gerakmu
pada ujung mataku




(4 Desember 2009)

Kamis, 03 Desember 2009

kau: dengung lebah

membaca jengah
pada deretan gundah
di antara lebah-lebah

aku menunggu,
segala dengung musnah
di antara deru kota

dan, kau masih saja
menghitung salah
pada rembulan memerah




(3 Desember 2009)

catatan kemarin

bermain hujan
di tengah sabana
bersama ratusan impala

entah esok atau lusa
segala kembali semula

mengeja aksara
di antara rimbun angsana
dan hembus angin
pada helai-helai rikma




(3 Desember 2009)

ingatan sunyi

memungut ingatan purba
tentang batu-batu hitam
pada langkah-langkah lelah

musnah,
tanpa jejak membekas

kosong



(3 Desember 2009)