Selasa, 20 Maret 2012

aroma dusta



Oleh: Ririe Rengganis



sudah terlalu banyak dusta terlontar dari bibirmu. sementara aku membaca sekian dusta dari dua matamu itu. sekian dusta lain aku baca dari gerak tubuhmu. sekian dusta yang lain terdengar dalam ratapanmu.

Stop! aku tidak ingin mendengar atau melihatmu lagi di jalanku.

pergi saja ke kamarmu. pergilah ke sudutnya. tidak ada orang lain yang sanggup menyembuhkan penyakitmu itu. mulailah bertanya pada nuranimu: untuk apa kau lakukan semua? bukankah dusta itu penyakit tanpa obat? sebab sebuah dusta akan bersambung dusta yang lain pula. akankah kau hidup bersama dusta selamanya? entah sampai kapan kau sanggup memikul beban dustamu. entah sampai kapan kau sanggup dibelit sulur-sulur dustamu.

ah, satu-satunya hal paling alami yang pernah kutemui itu ternyata kau dan sekian dustamu. benar-benar alami. tanpa bahan pengawet. mudah busuk bila disimpan terlalu lama. maaf, aku tidak sanggup menghirup aroma dustamu lagi.



(21 Maret 2012)




Kamis, 15 Maret 2012

another tears


another tears

Oleh: Ririe Rengganis



air mata itu tumpah lagi. ketika dengan berat hati, mulut mesti berucap kisah ini berakhir. ini bukan tentang keraguan padamu, yang telah sekian belas tahun menunggu. ini bukan tentang cinta belia, yang mungkin tidak pernah ada dalam diriku. ini tentang aku, yang mesti menyelesaikan perjalanan sendiri. sebab kutukan itu telah diukir dalam aliran darahku. sebab kutukan itu telah diukir dalam namaku. sebab kutukan itu telah tertulis dalam jalan kisahku.

ya, sejuta kutukan itu memang mesti aku tuntaskan sendiri. sejuta kutukan untukku, yang kelak kuubah sebagai pengubah jalanmu, anak-anakku. sebab kalian berhak hidup lebih baik, ketika zaman makin kejam menghajar tubuh kalian.

ya, sejuta kutukan itu mesti aku telan sendiri. mengunyahnya diam-diam. dan kelak memuntahkannya sebagai bunga-bunga di taman. tempat kalian bercanda dengan seribu kupu-kupu di musim semi yang baru.



(15 Maret 2012)