Sabtu, 17 Juli 2010

rumah di ujung pelangi

perjalanan ini baru mulai,
tetapi langkah-langkah kaki telah gontai
entah kapan kita akan sampai
pada rumah di ujung pelangi ?


di bawah terik yang sama,
kita masih saja menapaki langkah
entah kapan tujuan bukan sekadar angan

di bawah rintik yang sama,
kita masih saja meneruskan langkah kaki
menuju sebuah rumah cita di ujung pelangi

di bawah langit yang sama,
kita masih saja tak henti berharap
semoga segala harap segera terdekap
bersama dalam pelukan Sang Maha
pun semoga segala restu segera tertuju
dalam satu singgasana di ujung pelangi-Mu


dan, semoga rumah cita
di ujung pelangi itu bukan sekadar fatamorgana
: indah di mata, tetapi menyimpan kelabu

dan, semoga rumah cita
di ujung pelangi itu memang benar milik kita
: hanya kita




(July 16th, 2010)

Jumat, 16 Juli 2010

menunggu embun

kutunggu tetes-tetes embun
mengalir dari batangmu
membasahi tanahku
menumbuhkan benih hijau,
yang kau tinggalkan senja lalu
bersama embus anginmu

kutunggu,
hingga mentari cemburu
dan meninggalkanku sendiri
dalam biru




(July 11th, 2010)

sembilu di rumah pernikahanku

dan, kita selalu berpunggungan bila malam tiba
setelah rutinitas bercinta, yang itu-itu saja
serupa sepasang orang asing di ranjang kita

dan, kita masih berbasa-basi bila pagi tiba
tentang menu sarapan pagi di meja, yang masih sama
serupa sepasang orang asing di meja makan kita

dan, kita tak saling bicara bila hari berjalan di tubuh kita
sebab kau dan aku sibuk menjalani agenda, yang tetap sama
serupa sepasang orang asing di bangku taman kota

lantas untuk apa kita mengikat janji di depan altar suci ?
bila segalanya masih penuh basa-basi,
yang kadang memberi warna pasi di ruang hati
pun pada segala penjuru langkah kaki

kau bilang demi ibadah, aku bilang terserah
kau bilang demi menghindari dosa, aku bilang percuma
kau bilang demi cinta, aku bilang sia-sia
sebab tak ada lagi sisa dusta dari perjalanan cinta,
yang penuh pura-pura di antara kita

dan, lebih baik bila kita akhiri saja semua
sebab kau telah berdusta tentang perempuan,
yang kau simpan diam-diam di ruangan lain
di rumah hatimu, yang seluas sabana




(July 10th, 2010)

aku jenuh, sungguh

aku jenuh,
pada langkah-langkah tertempuh

aku jenuh,
pada lenguh-lenguh di ranjang berpeluh

aku jenuh,
pada janji-janji terseduh
di meja kopi yang angkuh

aku jenuh,
hingga telapak-telapak kaki melepuh
sedang kau di sana masih tanpa gaduh
menunggu bintang yang tak jua jatuh
di pangkuanmu, lelaki bermata teduh

aku jenuh, sungguh
bagaimana bila aku menjelma pembunuh
malam ini, ketika langit tak henti berpeluh ?

aku jenuh, sungguh
segala tentangmu
: lelaki bermata teduh




(July 10th, 2010)

mobil-mobil mengkilat di depan gedung rakyat

mobil-mobil mengkilat di depan gedung rakyat



mobil-mobil mengkilat
masih saja berbaris rapat
di depan gedung rakyat

mobil-mobil mengkilat,
yang dibeli dari keringat rakyat
dan, kalian: wakil rakyat
yang malah jadi penikmat uang rakyat

mobil-mobil mengkilat,
yang selalu bebas ngadat
sering membuat rakyat mengumpat
bila berlalu cepat di jalanan padat

mobil-mobil mengkilat,
yang makin membuat rakyat sekarat
di antara harga-harga makin meningkat

mobil-mobil mengkilat
berpenumpang para keparat,
yang gemar melindas tubuh-tubuh rakyat




(June 27th, 2010)

semalam dalam pelukan seorang pelacur

semalam,
aku melihatmu jatuh tertidur
mendengkur. dalam pelukan seorang pelacur.

ah, mungkin kau terlalu lelah
menjelajah. dalam setiap pori dan celah.
bibirmu pun tak henti mendesah
sebuah nama, yang kau cinta tanpa lelah

semalam,
kau nyenyak mendengkur
dalam pelukan seorang pelacur
hingga mentari pagi menyela di jendela
bersama aroma sarapan dari meja dapur




(June 14th, 2010)

sebuah drama lain pada sebuah siang

(1)
perempuan itu,
masih saja cemburu padamu
sedang kau telah begitu sabar menuntunnya
pun mengikuti segala inginnya

cemburu telah begitu kuat menutup mata hati,
lantas ke mana cinta yang pernah terpatri pergi ?

curiga telah begitu erat membawa prasangka,
lantas ke mana kasih yang pernah terkisah musnah ?


(2)
lelaki itu,
masih saja setia menunggumu
sedang kau telah begitu kasar menamparnya
dengan tuduhan perselingkuhan

cemburu yang telah menutup mata hatimu,
hanya berbalas kesabaran pada wajah lelaki itu

curiga yang telah teranyam pada lidahmu,
hanya berbalas senyuman pada bibir lelaki itu


(3)
aku diam,
seperti biasanya. tanpa sepatah kata
meski mata ini tetap berkaca-kaca
sekali lagi, menyaksikan drama rumah tangga

pertengkaran sia-sia,
akibat curiga dan cemburu buta
tanpa logika dari dua orang dewasa
di antara seorang bayi yang meronta

ah, sudahlah...
aku sudah teramat lelah
menyaksikan segala ulah kalian
meributkan perselingkuhan yang tak pernah ada




(June 12th, 2010)

setumpuk surat cinta

kemarin,
kutemukan setumpuk surat cinta,
yang bercerita tentang kisah hatimu
pada perempuan lugu bermata sendu

setumpuk surat cinta,
yang tak pernah kau kirim pada perempuan itu
meski sekian tahun telah berlari dari usiamu

setumpuk surat cinta,
yang kutemukan di bawah ranjangmu
: ternyata untukku




(June 11th, 2010)