Rabu, 17 Maret 2010

pagi ke tujuh belas, bulan ke tiga

siapakah kita,
yang mulai tekun menenun cerita
pun merenda asa

siapakah kita,
yang selalu berbagi tawa
pun menampung curahan airmata

siapakah kita,
yang mulai menanam benih kasih
pun mencabuti sembilu cemburu

siapakah kita,
yang saling memompa tekad
pun melarung segala resah

siapakah kita,
yang mereka bilang belahan jiwa
sedang saya masih bertanya,
benarkah ? mungkin saja,
sebab kita mulai saling rindu
bila tak saling temu
di antara lembaran buku

siapakah kita ?
kembali saya bertanya,
maaf bila saya lupa
sebab amnesia kembali melanda
ketika kau mengecup kening penuh cinta
pada pagi ke tujuh belas, bulan ke tiga



(17 Maret 2010)

Senin, 15 Maret 2010

pengerat berkedok sahabat

tak perlu lagi kau tebar aroma cinta
pura-pura dari hatimu yang penuh dusta
sebab aku tak akan lagi percaya

sebab masih amat lekat dalam ruang ingat
tentangmu, yang anggapku sahabat
pun anggapku saudara dalam jabat erat
dan, semalam baru kutahu betapa pengerat
dirimu, yang pernah memelukku erat
dalam romansa sahaja yang hangat

sebab aku tak bisa memberimu rupiah,
yang kau pinta untuk sebuah pesta nikah
lantas kau buang aku serupa sampah
baiklah, aku tak hendak berbalik arah
dengan menjilat ludah yang telah tumpah

sebab aku tak ingin memuntah serapah
padamu, yang pernah memuntah darah
pada sebuah ruang hati yang teramat lelah
dengan segala kisah tentang entah



(16 Maret 2010)

iseng (2)

menelan butir-butir valium
pun menghisap opium
dari bibir semerah yodium

dan, tubuh pun rebah pada peluk
hingga mentari menyapa di ufuk
sedang kepala masih saja menyuruk
pada peluk yang begitu empuk
sebab mata masih lekat menahan kantuk

ah, sepertinya aku sedang mabuk
padamu, lelaki bertanduk



(15 Maret 2010)

menunggu

dan, aku pun telah banyak belajar
pada segala kuntum mawar,
yang tumbuh liar di antara belukar

dan, aku pun telah amat sadar
dari segala luka memar,
yang pernah membuatku menggelepar

sebab tak ada yang abadi di dunia
bahkan kejora pun mulai redup
pada langit pagiku
sedang aku masih menghitung detakmu
pada malam kelamku

dalam bisu,
masih saja menunggumu
kembali menerangi langitku



(14 Maret 2010)

iseng (1)

tidak perlu lagi kau tunggu
kelahiran sebuah tulisan baru
dari tarian jemariku

sebab aku sedang amat sibuk
menganyam rindu dengan kekasih baru
pada sebuah kencan tanpa kantuk
di atas pulau kapuk


(14 Maret 2010)

HAPSARI

adalah bidadari pinilih,
curahan segala kasih
pun tautan segala rindu
dalam singgasana kalbu sang prabu

sebab kau adalah permaisuri,
yang selalu menghuni ruang hati
dan, bukan sang putri pemanah
yang memilih pergi tanpa desah
pada punggung kuda
ketika malam telah lelah


(12 Maret 2010)

Kamis, 11 Maret 2010

sampah, enyah !!!

pada sebuah sudut dunia, yang berjuluk surga katulistiwa. makin banyak manusia menjelma dewa. terlalu sibuk mencatat dosa-dosa sesama. hingga alpa pada dosa-dosa, yang tersimpan pada punggung sendiri. tangan dan kaki sibuk berbuat anarki. mulut sibuk melempar caci maki. pun pembelaan diri, yang tanpa arti. lantas di mana nurani, yang kata kalian dijunjung tinggi ?

kalian sebut diri sebagai kaum cerdik pandai dan berpegang pada religi. sayang, mulut kalian penuh aroma bangkai. sedang otak kalian tersimpan dalam tungkai. ah, kau hanya cerdik menggelitik. pun mengusik mereka, yang telah melangkah berisik sejak pagi buta. demi mulut dan perut keluarga di rumah. ah, kau hanya pandai mengakali mereka yang lugu. dengan segala ilmu yang kalian pelajari dari sekolah tinggi. ah, kalian hanya bersembunyi di balik kedok religi. demi mendapat sebutan sebagai titisan nabi.

kalian sebut diri sebagai agent of change. iya, kalian memang pantas mendapat sebutan itu. ketika kalian ubah nurani jadi anarki. kalian berantas korupsi dengan mencuri di rumah sendiri. kalian bilang sebagai manusia bermoral. sayang, tingkah laku kalian bebal. lantas apa beda kalian dengan mereka, yang sering kalian teriaki di depan gedung tinggi ?

TAK ADA SAMA SEKALI.

argh !!! kalian ini hanya setumpuk sampah, yang masih mengharap rupiah dari rumah. rupiah kiriman orangtua, yang telah bekerja tak kenal lelah. ah, kalian ini hanya setumpuk sampah, yang terserak di halaman rumah. lebih baik kalian segera enyah dari pandang mataku. atau kelak kulebur kalian pada tungku apiku, yang rindu kalian: sampah-sampah terserak di penjuru halaman rumah.



(10 Maret 2010)

Senin, 08 Maret 2010

tentangmu, yang tak terlahir dari rahimku

sebab kau tak pernah lahir dari rahimku,
lantas tak bolehkah aku menyayangimu
sama serupa perempuan yang telah membawamu
selama sembilan bulan dalam rahimnya ?

ah, tahukah kau senyummu
pada setiap pagiku
lebih cerah dari cahaya mentari itu

ah, tahukah kau pelukanmu
pada setiap harimu
lebih menenangkan dari seduhan teh itu

ah, tahukah kau tawamu
pada pelupuk mataku
adalah penawar lelah yang tiada tara

ah, tahukah kau tangismu
pada setiap sakitmu
adalah luka yang mengiris jiwa

ah, tahukah kau segala tentangmu
pada setiap detik waktuku
adalah asupan semangat dalam tarikan nafasku

ah, tahukah kau ?
lelaki terindah dalam hidupku
adalah lelaki kecilku,
yang kelak menyebutku bunda
dengan bibir mungilmu itu



(8 Maret 2010)

belahan hati sang mentari

telah kubuang segala ngungun
pada putik-putik embun,
yang terbangun pagi ini
bersama benang sari mentari
dalam rekah kelopak-kelopak mimpi

dan, tak hendak kunikmati kembali
segala ngungun, yang pernah kau kirim padaku
bersama kuntum-kuntum mawar biru itu
pun sempat membunuhku pada lingkaran hidup lalu

sebab aku telah bangkit dari mati suri
pada pagi ini
bersama nafas sang mentari

dan, kau tak akan mampu membunuhku kembali
sebab lingkaran hidup ini milik sang mentari,
yang setia mengiringi langkah-langkah kaki

sang kuda pengelana

biarlah jemari angin
membelai batang-batang rambut yang kian dingin
sebab hanya pada sang angin
batang-batang rambutku mampu sampaikan ingin

biarlah butir-butir pasir
menjilati pori-pori kaki yang kian nyinyir
sebab hanya pada butir-butir pasir
pori-pori kakiku mampu sampaikan desir

biarlah aku berlari bebas
pun tanpa batas
sebab aku terlahir sebagai kuda
liar, tanpa sadel dan pelana
hingga kau tidak bisa menunggang begitu rupa

bila kau mau, kau boleh berlari bersamaku
atau sekadar membelai punggungku,
yang begitu tegap dan gagah
pun sekadar membelai suraiku,
yang berkilau dan indah
kecuali satu, kau tidak bisa mengikat sadel dan pelana padaku

sebab aku bukanlah kuda tunggang,
yang akan pulang bila senja datang

sebab aku terlahir sebagai pengelana sabana
pun penjelajah padang-padang stepa,
yang selalu setia menungguku datang, sang kuda pengelana



(7 Maret 2010)

Sabtu, 06 Maret 2010

megalomania

bila kau pikir punya segala kuasa,
maka semua itu dusta semata
sebab pemilik segala kuasa hanya sang mahakuasa

bila kau pikir punya segala harta,
maka semua itu pun sekadar dusta
sebab pemilik segala harta pun sang mahakaya

kau hanyalah pemegang amanat,
itu pun sementara
sayang, kau memilih berkhianat
pun menjadi pendusta
demi sebuah citra, yang fana

ah, kau memang sakit jiwa
tidak lebih dari sekadar seorang megalomania,
yang lebih pantas tinggal di rumah sakit jiwa
daripada menjadi penghuni istana



(3 Maret 2010)

Senin, 01 Maret 2010

sebab aku terlahir beda

sebab aku terlahir beda
lantas kau bebas berdusta
akan cinta tersimpan pada hitam mata

sebab aku terlahir beda
bahkan sejak aku amat belia
ketika ayah mengirimku ke candradimuka
untuk belajar memanah dan berkuda
agar kelak aku mampu berlaga dalam bharatayudha

sebab aku terlahir beda
dari mereka yang gemar bersolek di depan kaca
demi memikat hati para ksatria berkuda
sedang aku lebih memilih diam di balik jendela
mencermati ribuan lembar pustaka

sebab aku terlahir beda
ketika aku tumbuh jadi sekuntum bunga
tidak kupilih taman kota untuk tempat bercengkerama
dengan kumbang-kumbang penggoda
sebab aku telah memilih tumbuh di hutan tepian kota
di mana sang baruna bebas membelaiku sesukanya

sebab aku terlahir beda
ketika ludira telah tertumpah sebelum masanya
maka segala cerca menghantam kaca-kaca jendela
hingga hancur berantakan pada lantai-lantai istana
pun membakar murka para penghuninya

sebab aku terlahir beda
ketika mereka sibuk menentukan mahar pengikat cinta
sedang aku malah memilih jadi pertapa
menjauhkan diri dari hingar-bingar dunia
untuk menemukan jalan menuju istana sang mahacinta
dengan membagi cinta pada segala makhluk di dunia

sebab aku terlahir beda
pun menempuh jalan berbeda dari kalian semua
hingga lantas kalian bebas menudingku pendosa
sebab ini adalah pilihan hidup semata
dan, aku bangga telah terlahir beda

sebab aku terlahir beda
dan, telah tuli kedua telinga pada segala cerca
dari kalian, yang selalu berlagak jadi berhala




(2 Maret 2010)