semalam, kau menjamuku dengan sempurna. candle light dinner, istilah kerennya. makan malam berdua di tengah temaram cahaya dari tiga batang lilin di tengah meja. kau beri aku setangkai mawar merah sebagai pembuka, sembari memuji penampilanku yang bercita rasa. itu rayumu padaku. dan, alunan musik mulai terdengar dari seorang pemain biola yang kau sewa entah dari mana, menemani makan malam kita. begitu sempurna, begitu kata gadis-gadis belia. sayangnya, aku bukan gadis belia, yang mudah termakan rayuan sang cassanova.
semalam, ku ikuti saja permainanmu dengan segala pura-puraku, serupa niat kelabu dalam ruang hatimu. bila kau bertanya padaku bagaimana aku tahu tentang niat kelabumu, maka aku bilang dari sorot matamu itu. sayang, kau tak bertanya tentang itu. dan, aku pun masih pura-pura tak tahu niat kelabumu.
semalam, ketika makanan penutup terhidang di atas meja. aku makin melihat niat kelabumu itu. di hadapanku, terhidang sepotong keju dan segelas anggur. di hadapanku, ku lihat bibirmu tersenyum palsu dan meluncurkan kata-kata tak jujur. dan, aku beranjak pergi. meninggalkanmu sendiri. meninggalkan makan malam romantis impian tuan-tuan putri. bagiku, sebuah harga diri tak akan terbeli, meski kau mati tertembak peluru besi.
semalam, ku bilang padamu tak perlu lagi, segala puji yang terdengar basi. tak perlu lagi, makan malam romantis di atas gedung tinggi. tak perlu lagi, sungguh, kataku. kau tak bisa membeli seorang bidadari dengan uang hasil korupsi. tak akan pernah bisa, Sayang. bila kau masih memaksa, relakan saja nyawamu melayang. karena akulah sang bidadari, yang diutus turun ke bumi, membenahi segala kekacauan di muka bumi, membasuh segala luka di ruang-ruang hati, pun menyemai kembali cinta di setiap penjuru bumi. hingga tiba waktuku kembali ke dalam surgaku sendiri, suatu hari nanti.
(21 Oktober 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar