Rabu, 16 September 2009

Tanda Cinta Kami Pada Sang Resi

: A Tribute to HMA. Icksan





pagi itu, kuliah pertamaku dalam kelasmu
datang agak terlambat, angkot selalu penuh
dan aku harus duduk di barisan terdepan
sebagai ganjaran atas keterlambatanku

pagi itu, kuliah pertamaku dalam kelasmu
matakuliah Teori Sastra
diawali dengan satu pertanyaan singkat
dengan jawaban yang mengundang debat
masih ku ingat pertanyaanmu:
apakah itu kursi ?
dan kelas pun menjadi riuh
sementara aku hanya diam termangu
mendengar jawaban teman-teman
yang berdengung serupa lebah madu

kau menunjukku, karena duduk di depanmu
dan sejak tadi hanya termangu menatapmu,
aku jawab sekenaku:
dalam makna denotasi
kursi itu tempat duduk, apapun bentuknya
selama berfungsi sebagai tempat duduk
dalam makna konotasi
kursi identik dengan kekuasaan

dan kau hanya mengangguk
berganti menunjuk teman-teman yang lain
satu demi satu

dan aku begitu terkesima memandangmu
lelaki seusia kakekku
rambut gondrong, telah memutih seluruhnya
putih keperakan, terikat serupa ekor kuda
dengan semangat yang tetap muda
langkah-langkah kakimu pun masih setegap pemuda

pagi itu, kuliah pertamaku dalam kelasmu
dan kau berpesan sesuatu pada kami semua:
tak begitu penting bagaimana penampilanmu di kelas ini
bagiku yang penting adalah bagaimana otakmu bekerja
bagiku yang penting adalah bagaimana rasamu bekerja

dan itu pelajaran pertama untukku:
don't judge the book by it's cover

dan hingga kini aku pun masih belajar sepertimu
tak memandang orang lain dari wujud wadag semata
menilai orang dari kemampuannya mengendalikan lidah
menilai orang dari kemampuannya mengendalikan amarah
menilai orang dari kemampuannya mengendalikan tingkah polah

pagi itu, kuliah pertamaku dalam kelasmu
awal langkahku menjadi diriku
mengasah rasa, mengasah asa, mengasah peka

dan kau adalah pujangga bagi kami
memahat kata di setiap nafas kami
memahat kata di setiap langkah kami
menyenandungkan balada di setiap kuliah kami
mengasah rasa, mengasah asa, mengasah peka

dan kau adalah resi bagi kami
mengajari langkah kami dengan tradisi
mengajari kami memahami nurani
mengisi hati kami dengan puisi
mengasah rasa, mengasah asa, mengasah peka

pagi ini, tak lagi ada lagi aku dalam kuliah di kelasmu
masih ada pahatanmu dalam hatiku
masih ada pahatanmu dalam nafasku
masih ada pahatanmu dalam langkahku

pagi ini, tak ada lagi aku dalam kuliah di kelasmu
dan kami tetap ada di sini,
menjaga tradisi
menggunakan nurani
mencintai puisi
dalam sebuah silaturahmi











(15 September 2009)

Tidak ada komentar: