Kamis, 04 Februari 2010

ketika kita tak lagi sama

semalam, ketika aku hampir memeluk kelam. kau datang menenun benang pada jarak terentang di antara kita. ah, benang-benang itu telah membuat kau kepayang sepertinya. sedang aku tetap diam sembari mendengar dentang jam di dinding kamar. menghitung detik-detik menggelitik di antara bibir-bibir mencibir.

ketika pagi tiba, aku terjaga sembari bertanya pada mentari yang masih buta. semalam, kau bisikkan apa ke telingaku? aku lupa, sungguh. dan, satu-satunya yang kuingat adalah aku terbangun pagi ini dengan hati yang begitu hampa.

dan, aku jalani pagi dengan hati sunyi. tanpa bicara dengan kanan kiri. benar-benar sepi. memaksa diri mengingat pesan yang mungkin saja terkubur bersama mimpi, yang tak lagi suci. mimpi yang pernah diludahi mulut-mulut banci di sudut kota yang sepi.

oya, aku baru saja ingat. ketika ingatan itu datang lamat-lamat seiring dengan mentari yang datang terlambat. semalam, kau bisikkan sebuah cerita tentang masa lalu kita. tentang cinta yang datang terlambat. ketika luka telah banyak terlihat pada sekujur ruang jiwa.

maafkan aku. bila tak mampu beri cinta yang sama padamu. bukan aku tak mau. aku ingin menata laku setelah cerita lalu datang serupa mimpi buruk pada setiap malamku. dan, aku tak ingin beri mimpi buruk itu dalam hidupmu. biarkan aku nikmati sendiri segala biru dalam darahku.

dan, bila kau tanya sampai kapan kau mesti menunggu. maafkan aku. bila tak mampu beri jawab atas tanyamu. sungguh, tak ada maksudku menggantungmu serupa layang-layang tanpa benang di angkasa yang begitu luas tanpa batas.

maafkan aku. karena aku pun tak tahu di mana batas itu. batas laku di mana aku mampu benar-benar lupa pada segala kisah kelabu, yang begitu setia mengiringi setiap tidurku. sebagai mimpi buruk, yang setia membuatku terjaga pada setiap malamku. sungguh, maafkan aku.



(15 Januari 2010)

Tidak ada komentar: