Jumat, 28 Agustus 2009

perempuan dan luka

di negeriku, perempuan tak boleh terburu-buru. apalagi berburu. Nenekku dan Ibuku bilang itu saru. Ayahku bilang itu tabu. mereka bilang, perempuan hanya boleh menunggu.

ah, mereka tak tahu betapa nikmatnya berburu. bersembunyi di balik perdu. tersungkur, lebam meninggalkan luka membiru. tak jarang hingga ungu. koyak-moyak hingga luluh lantak. hingga meninggalkan kepingan-kepingan terserak.

luka itu nikmat. menjerat hingga menembus urat. sepuluh tahun lalu, aku serupa pecandu. penuh bilur-bilur biru. di sekujur jantungku. tinggal menunggunya berhenti berdenyut. dan, meninggalkan segaris sinar serta bunyi tut tut tut tut. di alat rekam itu.

pemburu itu mati suri. hingga suatu waktu, seseorang datang. mengejutkan jantungku kembali. membisikkan bait demi bait doa di telingaku. Syahdu.

seseorang yang mengajariku kembali berdoa. mengajariku kembali bersujud. mengajariku kembali percaya pada-Mu. dan, aku tak ingin lagi menjadi pemburu.

ku tundukkan hatiku di hadapanmu. ku tundukkan mataku pada setiap lelaki di hadapanku. dan, telah ku patahkan busur panahku.

dan, tak lelah dirimu mengajariku mencintai-Mu dengan caramu. mengajariku mencintai gunung. mengajariku mencintai laut. mengajariku mencintai hutan.

sayang, Engkau masih mengujiku. jurang terjal-Mu telah mengambil dirimu dari sisiku. membawamu ke Surga bersama-Mu. selamanya.

dan, Engkau telah membawa setengahku.
bersama-Mu

dan, sepuluh tahun itu telah berlalu.

*****


aku tak ingin lagi jadi pemanah, di Kurusetra
karena aku bukan Srikandi tanpa Arjuna

telah ku patahkan busur panahku sepuluh tahun lalu
di hadapanmu
semoga damai selalu dirimu di dalam surga-Mu

*****


di negeriku perempuan tak boleh sekolah lebih tinggi dari lelaki. apalagi jadi petinggi. lelaki akan ngeri. dan, tak akan pernah menjadikanmu isteri.

ah, kalian tak tahu mencari ilmu itu seru. lebih seru daripada berburu. dan, aku tak ingin lagi menjadi pemburu. ilmuku untuk mengabdi pada negeri, bukan untuk menjadi petinggi. ilmuku untuk mengabdi pada Ibu Pertiwi, bukan untuk membuat lelaki ngeri.

sayang, kalian masih tak peduli. memandang perempuan yang bersekolah tinggi sebagai perempuan tak punya hati, tak punya nurani.

ah, perempuan itu masih punya hati. masih punya nurani. dan, masih mudah tersakiti. kalianlah, lelaki yang tak punya hati, tak punya nurani, selalu bermain api di hati siapapun yang kau kehendaki.

tak hanya satu dirimu, lelaki lugu bermata sendu yang memandangku serupa perempuan berhati batu.

ah, kalian benar tak tahu betapa rapuh diriku. bersembunyi di balik senyumku. menyembunyikan airmata dalam hatiku.

tak henti ku pinta pada-Mu menguatkan hatiku serupa karang di tepi pantai.
tak henti ku pinta pada-Mu meluaskan hatiku serupa samudera tanpa tepi.

tak henti ku pinta pada-Mu, karena aku bukan Rabi’ah Al Adawiyah
hatiku tak pernah henti membuncah
meski kadang lelah, meski kadang jengah
hingga ku ingin istirah

dan, dengan lantang aku katakan:
aku telah kalah

*****


kemarin, ketika Engkau menuntunmu dalam hidupku. lelaki bermata sendu. aku amat bersyukur pada-Mu. benarkah lelaki bermata sendu itu Engkau kirim untukku ?

dan, aku tak harus menyerahkanmu kembali pada-Mu
bibirku tak henti mengucap syukur atas nama-Mu
memohon setengah nyawaku dalam dirimu

jikalau memang harus menyerahkanmu kembali pada-Mu
pada perempuan hatimu, Peri Nirmala-mu tercinta
aku ikhlas, berbahagialah bersamanya

ini ujianku, kenaikan kelasku
akan ku hadapi, meski tertinggal setengah nyawaku
seperti pernah kau bilang dalam pesan singkatmu padaku:
“akulah pemantik lintang kejoramu.”

telah usai tugasku, memantik api kembali dalam gelap hatimu
telah usai tugasku, menghangatkan beku dalam dinding jantungmu
telah usai tugasku, menghapus airmata dalam pelupuk matamu
telah usai tugasku, membalut luka di sekujur jiwamu

kini, bersinarlah kembali di dalam hati Peri Nirmala-mu
demi api yang telah kau titipkan dalam hatinya

dan, aku akan tetap tersenyum untuk kalian berdua
selamanya

*****


dan, kau lelaki di atas Surga-Mu
berhentilah menuntunku menemui lelaki penggantimu
berhentilah, jantungku telah membiru
karena hanya dirimu
mampu mencintaiku tanpa karena

Tuhan, jikalau Engkau tak memberiku Cinta di dunia
berikanku Cinta di dalam surga-Mu

berikanku sepasang sayap indah agar aku bisa terbang ke sana
kembali bersamamu, lelakiku.
Pematah busur panahku, sepuluh tahun lalu.
pertemukan kami, di dalam surga-Mu

Amin.

*****

Tidak ada komentar: