Sabtu, 20 November 2010

Selembar Daun

Di sebuah pohon besar, aku tinggal di sana. Bersama perempuan-perempuan daun lain, aku diajari memberi makan pohon besar tempatku tinggal. Aku diajari menerima kunjungan embun setiap pagi. Aku diajari melahirkan bunga-bunga semerbak bila musim semi menyapa. Aku diajari melahirkan buah-buah bila musim tiba. Aku diajari melahirkan pucuk-pucuk daun muda. Aku diajari menjadi legawa bila telah tiba waktu luruh dan kembali ke tanah.

Di sebuah pohon besar, aku tinggal di sana. Belajar memahami hidup di antara perempuan-perempuan daun lain. Meski tubuh kami sama, tetapi kami tidaklah sama. Beberapa perempuan daun mengajari aku menjadi bijak memahami segala gerak. “Bergeraklah selaras dengan angin bila ia menggoyang tubuhmu. Sehingga angin tak akan mampu mematahkan kakimu,” begitu Daun Tua Bijak pernah berpesan padaku.

Di sebuah pohon besar, aku tinggal di sana. Belajar memahami hidup di antara perempuan-perempuan daun lain. Meski tubuh kami sama, tetapi kami tidaklah sama. Beberapa perempuan daun mengajari aku untuk tidak menjadi congkak dalam bertindak. “Berhembuslah dengan rendah hati dan santun di atas pohon ini. Sehingga kelak bila tiba waktumu luruh, maka kau akan luruh dengan anggun,” begitu Daun Tua Bijak pernah berpesan padaku.

Di sebuah pohon besar, aku tinggal di sana. Belajar memahami hidup di antara perempuan-perempuan daun lain. Meski tubuh kami sama, tetapi kami tidaklah sama. Beberapa perempuan daun mengajari aku untuk tidak mencela dalam setiap kata. “Berkatalah seperlunya dengan mulutmu. Sebab mulutmu akan lebih berguna untuk mencecap embun pagi dan menghembus udara sejuk bagi penghuni bumi,” begitu Daun Tua lain pernah berpesan padaku.

Di sebuah pohon besar, aku tinggal di sana. Belajar memahami hidup di antara perempuan-perempuan daun lain. Meski tubuh kami sama, tetapi kami tidaklah sama. Daun Hijau Tua adalah namaku. Mencecap embun dan kabut adalah tugasku setiap pagi tiba. Bukan sekadar membuang kata dan suara bila angin mencumbu pohon besar ini. Menghembus udara sejuk bagi penghuni bumi adalah tugasku. Bukan sekadar membuang gerah dengan segala sampah tak berguna.

Di sebuah pohon besar, aku tinggal di sana. Belajar memahami hidup di antara perempuan-perempuan daun lain. Meski tubuh kami sama, tetapi kami tidaklah sama. Daun Hijau Tua adalah namaku. Sebelum waktuku memanggil, aku ingin terus belajar memberi dan bukan meminta kembali. Aku ingin hidupku tetap punya arti, meski aku terlahir sebagai selembar daun di atas pohon besar ini. Aku ingin hidupku tetap punya arti, hingga kelak aku luruh dan meremah. Kembali ke tanah. Sendiri.



(16 November 2010)

Tidak ada komentar: