Sabtu, 20 November 2010

kisah anak-anak matahari

di rumah, ibu bekerja keras tanpa henti. sejak pagi hingga pagi menyapa kembali. demi sesuap nasi bagi kami, anak-anak matahari. ya, kami adalah anak-anak matahari. sebab kami sering terpanggang matahari di setiap perempatan jalan demi sesuap nasi sekadar penyambung hidup. terkadang orang-orang dalam mobil mengkilat yang banyak melintas di jalanan itu memanggil kami anak-anak trotoar. sebab kami selalu terlelap di atas trotoar-trotoar bila malam telah datang memeluk hari.

di rumah, ibu bekerja keras tanpa henti. menjual apa saja demi penyambung hidup kami. menjual tanah-tanah makam kami. menggadai tanah-tanah warisan bagi anak-cucu kami. tanah-tanah yang tak mungkin kembali pada kami. bahkan ibu harus menjual diri. ibu harus menelan segala caci-maki dari tetangga yang tak tahu diri. seringkali ibu harus membiarkan tubuhnya diinjak kaki-kaki mereka, penjual nurani. semua dilakukan ibu demi kami, anak-anak matahari.

di rumah, ayah tak peduli pada kami. ayah tak pernah peduli meski ibu harus menjual diri demi kami, anak-anak matahari. ayah tak pernah peduli pada kami, yang harus mengorek sampah demi sesuap nasi. ayah tak pernah peduli pada kami, yang harus saling injak demi bisa berdiri tegak hari ini. ya, ayah memang tak pernah peduli kami. meski kami hampir mati karena kekurangan gizi. meski kami hampir mati karena membela kehormatan diri.

di rumah, ayah memang tak peduli pada kami. bagi kami, ayah tak punya nurani. ya, kami memang harus bersikap kurang ajar hari ini. dan kami tak akan minta maaf atas sikap kurang ajar kami. sebab telah begitu lama ayah tak pernah peduli pada kami. ayah tak pernah memberi perlindungan pada kami, anak-anak matahari. dan ayah telah sengaja membiarkan saudara-saudara kami disiksa dan dibunuh tetangga. ayah tak punya nyali untuk memberi pembelaan pada kami. sedang selama ini kami telah memberi segenap jiwa raga kami untuk menjaga nama baikmu, ayah. lantas masihkah kami, anak-anak yang masih tersisa harus tetap memanggilmu ayah? mungkin lebih baik bila kami menjadi durhaka bagimu, ayah. dan esok pagi, kami akan mengadakan kudeta padamu, ayah.



(19 November 2010)

Tidak ada komentar: