pernah ku bilang, aku tak akan menyentuhmu. atau menyentuh perempuanmu. pernah ku bilang, biarkan aku hidup sendiri. dalam duniaku. pernah ku bilang, duniaku berbeda. dengan dunia kalian. pernah ku bilang, tentang pilihanku. dan, kau jalani pilihanmu. pernah ku bilang, semua itu padamu, bukan ?
sayangnya, kau meludahiku. sekali lagi, pagi ini. dengan segala serumu. tentang sesuatu, yang bahkan aku tak pahami.
pernah ku bilang, aku bukan milikmu. dan, aku tak ingin kembali pada masa lalu. sebuah romansa semu. sebuah kisah abu-abu. aku hanya ingin kau jadi temanku. itu saja.
sayangnya, kau sering tiba-tiba memuntahkan seru. bila aku bercanda dengan teman-temanku. entah cemburu, seperti pernah kau katakan padaku. dan, aku pun tak hendak cemburu pada perempuanmu. perempuan yang telah melahirkan penerus-penerusmu.
sayangnya, kau meludahiku. sekali lagi, pagi ini. dengan segala serumu. tentang sesuatu, yang bahkan aku tak pahami.
kemarin, aku masih mampu tersenyum menerima ludahanmu. kemarin, aku masih mampu tersenyum menerima segala serumu. sayangnya, pagi ini, telah habis senyumku untukmu.
maaf, aku bukan tempat meludahmu !!!
(28 November 2009)
Hidup itu pilihan, bergantung pada isi kepala dan hati Anda dalam menjalaninya (Ririe Rengganis).
Sabtu, 28 November 2009
bukan aku, perempuan itu
bukan aku,
penghembus angin
yang kau cari
bukan aku,
penenun hujan
yang kau cari
bukan aku,
pelukis pelangi
yang kau cari
bukan aku,
pencuci kaki
yang kau cari
bukan aku,
sungguh bukan aku
perempuan itu
pergilah,
bila aku sembilu
dalam hatimu
pergilah,
bila aku empedu
dalam darahmu
pergilah,
rajutlah bahagiamu
bersama perempuanmu
dan, aku pun hendak
kembali menenun hidupku
yang sempat poranda
terhembus badaimu
(28 November 2009)
penghembus angin
yang kau cari
bukan aku,
penenun hujan
yang kau cari
bukan aku,
pelukis pelangi
yang kau cari
bukan aku,
pencuci kaki
yang kau cari
bukan aku,
sungguh bukan aku
perempuan itu
pergilah,
bila aku sembilu
dalam hatimu
pergilah,
bila aku empedu
dalam darahmu
pergilah,
rajutlah bahagiamu
bersama perempuanmu
dan, aku pun hendak
kembali menenun hidupku
yang sempat poranda
terhembus badaimu
(28 November 2009)
Jumat, 27 November 2009
ku maafkan, segala serumu
tanda serumu,
kau lempar padaku
selalu
tanda serumu,
dalam ludahmu
dalam matamu
dalam lakumu
tanda serumu,
menumpuk
dan membatu
dalam hatiku
telah ku maafkan
setiap tanda serumu,
meski bukan untukku
(28 November 2009)
kau lempar padaku
selalu
tanda serumu,
dalam ludahmu
dalam matamu
dalam lakumu
tanda serumu,
menumpuk
dan membatu
dalam hatiku
telah ku maafkan
setiap tanda serumu,
meski bukan untukku
(28 November 2009)
pengantin di depan altar
di depan altar,
kau ditinggal sendiri
sebelum terucap janji
sehidup semati
di rahimmu,
tertanam benih
dari seorang lelaki
yang pernah mencintai
di hatimu,
tersembunyi entah
semacam serapah
atas jengah membuncah
(27 November 2009)
kau ditinggal sendiri
sebelum terucap janji
sehidup semati
di rahimmu,
tertanam benih
dari seorang lelaki
yang pernah mencintai
di hatimu,
tersembunyi entah
semacam serapah
atas jengah membuncah
(27 November 2009)
sisa pesta semalam
dua gelas bir,
di atas meja
sisa semalam
demi pergaulan, katamu
entah esok, entah lusa
aku masih bisa tersenyum
mendengar segala tentangmu
(27 November 2009)
di atas meja
sisa semalam
demi pergaulan, katamu
entah esok, entah lusa
aku masih bisa tersenyum
mendengar segala tentangmu
(27 November 2009)
janji yang diingkari
janji itu diingkari
begitulah lidah
bila tak sejalan nurani
demi kesenangan diri
telah kau tusuk
jantung pertiwi
(27 November 2009)
begitulah lidah
bila tak sejalan nurani
demi kesenangan diri
telah kau tusuk
jantung pertiwi
(27 November 2009)
ketika hujan datang
di bawah rinai,
menunggu inspirasi
mencipta imajinasi
membangun mimpi
bersama kekasih hati
tentang rindu membiru
(27 November 2009)
menunggu inspirasi
mencipta imajinasi
membangun mimpi
bersama kekasih hati
tentang rindu membiru
(27 November 2009)
Kamis, 26 November 2009
inspirasi sunyi
setumpuk kertas kerja
dan segelas scotch
menunggu inspirasi
menghampiri dalam sunyi
(26 November 2009)
dan segelas scotch
menunggu inspirasi
menghampiri dalam sunyi
(26 November 2009)
kerikil-kerikil tajam
setelah aku. setelah teman-temanku. siapa lagi yang akan kau korbankan setelah ini? aku hanya berkata benar, tetapi kau malah menganggapku berbuat makar. aku hanya berkata jujur, tetapi kau malah menganggapku ngelindur. kau bilang aku debu dalam matamu. kau bilang aku duri dalam dagingmu. kau bilang aku batu dalam langkahmu. kau bilang aku mimpi buruk dalam tidurmu.
aku bilang: biarin !!!
kau jual diri, demi membangun relasi. kau bunuh nurani, demi memperkaya diri. kau makan bangkai teman sendiri, demi membangun percaya diri.
untuk segala yang kau lakukan. untuk segala yang kau tuduhkan. aku tak akan berhenti membayangimu. serupa bayang-bayang yang selalu menguntit pergimu. aku tak hanya jadi debu dalam matamu. aku tak hanya jadi duri dalam dagingmu. aku tak hanya jadi mimpi buruk dalam tidurmu. lebih dari itu, aku akan membayangimu. akulah kerikil di bawah telapak kakimu. akulah kerikil dalam dalam sepatumu. akulah kerikil dalam setiap suap nasimu. dan, akulah kerikil dalam celana dalammu.
(26 November 2009)
aku bilang: biarin !!!
kau jual diri, demi membangun relasi. kau bunuh nurani, demi memperkaya diri. kau makan bangkai teman sendiri, demi membangun percaya diri.
untuk segala yang kau lakukan. untuk segala yang kau tuduhkan. aku tak akan berhenti membayangimu. serupa bayang-bayang yang selalu menguntit pergimu. aku tak hanya jadi debu dalam matamu. aku tak hanya jadi duri dalam dagingmu. aku tak hanya jadi mimpi buruk dalam tidurmu. lebih dari itu, aku akan membayangimu. akulah kerikil di bawah telapak kakimu. akulah kerikil dalam dalam sepatumu. akulah kerikil dalam setiap suap nasimu. dan, akulah kerikil dalam celana dalammu.
(26 November 2009)
untuk kekasihku, semoga
ingin titip rinduku padamu
ingin titip cintaku padamu
ingin titip kasihku padamu
inginku tersendat ragu
membaca rindu purbamu yang bukan untukku
melihatmu tak jua melangkah maju tuk merengkuhku
masih saja kau terdiam di sudut ruangmu
inginku tersendat ragu
kelak, mampukah kau berdiri di sisiku
menghalau segala sampah
yang terbawa debur ombak pada pantai kita?
inginku tersendat ragu
mampukah kau menghapus raguku
dengan segala yakinmu?
(26 November 2009)
ingin titip cintaku padamu
ingin titip kasihku padamu
inginku tersendat ragu
membaca rindu purbamu yang bukan untukku
melihatmu tak jua melangkah maju tuk merengkuhku
masih saja kau terdiam di sudut ruangmu
inginku tersendat ragu
kelak, mampukah kau berdiri di sisiku
menghalau segala sampah
yang terbawa debur ombak pada pantai kita?
inginku tersendat ragu
mampukah kau menghapus raguku
dengan segala yakinmu?
(26 November 2009)
pemuja syahwat
bayi itu telah dibunuh, ketika ia masih berupa janin. bayi itu telah dibunuh, bahkan sebelum ia lahir. kau bukan Ibrahim, yang diutus menyembelih Ismail sebagai tanda baktimu pada Tuhan. kau hanya seorang manusia biasa. bagaimana kau begitu tega? bagaimana kau begitu hina? membunuh darahmu sendiri.
aku pikir kau tak punya rasa. aku pikir kau tak punya jiwa. aku pikir kau tak punya cinta. kau hanya punya nafsu semata. puas bermain-main dengan liang vagina. puas bermain-main dengan senggama. kau buang darahmu begitu saja. dan, kau masih fasih menyebut nama Tuhanmu.
kau hebat !!! pemain watak yang hebat dalam panggungmu. kau layak dapat Oscar. dan, aku beri kau standing ovation atas permainan drama yang kau mainkan.
atas nama bakti pada Ibumu, kau terpaksa membuang darahmu. begitu katamu padaku. atas nama kebebasan diri, kau terpaksa membuang darahmu. begitu katamu padaku. atas nama kesenangan diri, kau terpaksa membuang darahmu. begitu katamu padaku. atas nama jiwa mudamu, kau terpaksa membuang darahmu. begitu katamu padaku.
aaarrrggghhh !!! kalian sama saja. manusia-manusia biadab tak punya nurani. menepuk dada sendiri serupa orang suci. dan, melempar tahi pada wajah-wajah yang lain.
bermainlah sebaik mungkin di atas panggungmu. bermainlah sebaik mungkin membawa peranmu sebagai pemuja syahwat. kelak, Tuhan akan memberimu penghargaan yang tepat. untukmu, untuk kalian, pemuja syahwat.
(25 November 2009)
aku pikir kau tak punya rasa. aku pikir kau tak punya jiwa. aku pikir kau tak punya cinta. kau hanya punya nafsu semata. puas bermain-main dengan liang vagina. puas bermain-main dengan senggama. kau buang darahmu begitu saja. dan, kau masih fasih menyebut nama Tuhanmu.
kau hebat !!! pemain watak yang hebat dalam panggungmu. kau layak dapat Oscar. dan, aku beri kau standing ovation atas permainan drama yang kau mainkan.
atas nama bakti pada Ibumu, kau terpaksa membuang darahmu. begitu katamu padaku. atas nama kebebasan diri, kau terpaksa membuang darahmu. begitu katamu padaku. atas nama kesenangan diri, kau terpaksa membuang darahmu. begitu katamu padaku. atas nama jiwa mudamu, kau terpaksa membuang darahmu. begitu katamu padaku.
aaarrrggghhh !!! kalian sama saja. manusia-manusia biadab tak punya nurani. menepuk dada sendiri serupa orang suci. dan, melempar tahi pada wajah-wajah yang lain.
bermainlah sebaik mungkin di atas panggungmu. bermainlah sebaik mungkin membawa peranmu sebagai pemuja syahwat. kelak, Tuhan akan memberimu penghargaan yang tepat. untukmu, untuk kalian, pemuja syahwat.
(25 November 2009)
faith
pernah kau bertanya apa agamaku. dan, aku hanya tersenyum menjawab tanyamu. aku percaya Tuhan itu ada. aku percaya Tuhan itu satu di dunia ini. aku percaya surga itu ada. aku percaya neraka itu ada. aku percaya malaikat itu ada. aku percaya iblis itu ada.
kau bilang aku tak beragama. kau bilang aku berdosa. dan, aku hanya tersenyum mendengar ucapmu. aku percaya, hanya itu yang ku punya. aku percaya, itu saja. lantas ini membuatku berdosa, seperti ucapmu itu?
bagiku, agama itu pribadi. tak perlu berlagak suci, sedang kau masih suka makan teman sendiri. tak perlu berlagak suci, sedang kau masih suka menjual nurani.
bagiku, agama itu memisahkan manusia. dan, telah ku lihat kaum fanatik telah memisahkan manusia. membagi manusia dalam sekat-sekat, sedang Tuhan tak pernah menciptakan sekat-sekat. membagi manusia dalam perbedaan-perbedaan, sedang Tuhan menyatukan manusia.
bagiku, percaya itu lebih menyatukan manusia. menyatukan bahwa Tuhan itu ada. Tuhan mengajarkan kasih pada seluruh umatnya, bukan mengajarkan peperangan atas nama agama. Tuhan mengajarkan kasih. dan, aku percaya Tuhan pun mengasihiku, mengasihimu, mengasihi kita, apapun warna agamamu. dan, tak perlu kau merasa paling tinggi di antara yang lain, sedang Tuhan menciptakanmu sama serupa denganku.
(25 November 2009)
kau bilang aku tak beragama. kau bilang aku berdosa. dan, aku hanya tersenyum mendengar ucapmu. aku percaya, hanya itu yang ku punya. aku percaya, itu saja. lantas ini membuatku berdosa, seperti ucapmu itu?
bagiku, agama itu pribadi. tak perlu berlagak suci, sedang kau masih suka makan teman sendiri. tak perlu berlagak suci, sedang kau masih suka menjual nurani.
bagiku, agama itu memisahkan manusia. dan, telah ku lihat kaum fanatik telah memisahkan manusia. membagi manusia dalam sekat-sekat, sedang Tuhan tak pernah menciptakan sekat-sekat. membagi manusia dalam perbedaan-perbedaan, sedang Tuhan menyatukan manusia.
bagiku, percaya itu lebih menyatukan manusia. menyatukan bahwa Tuhan itu ada. Tuhan mengajarkan kasih pada seluruh umatnya, bukan mengajarkan peperangan atas nama agama. Tuhan mengajarkan kasih. dan, aku percaya Tuhan pun mengasihiku, mengasihimu, mengasihi kita, apapun warna agamamu. dan, tak perlu kau merasa paling tinggi di antara yang lain, sedang Tuhan menciptakanmu sama serupa denganku.
(25 November 2009)
Selasa, 24 November 2009
iseng sendiri
menunggu pagi
berteman secangkir kopi
dan sebatang api
membakar di ujung jemari
(24 November 2009)
berteman secangkir kopi
dan sebatang api
membakar di ujung jemari
(24 November 2009)
sandiwara yang tak pernah usai
: untuk pedagang gula-gula
dalam diamku, telah ku jenguk satu demi satu ruang dalam jiwa-jiwamu. ternyata benar, tak pernah salah tanda-tandamu ku maknai. tak terlewat sebuah titik. tak terlewat sebaris garis. tak terlewat sebentuk aksara. segala jujur termuntahkan dalam dinding-dinding hatimu. tinggal menunggu waktu berbicara. tinggal menunggu kejujuranmu atas aksara-aksara tereja dari mulutmu.
sayang, kejujuran itu tak pernah terucap dari bibirmu. bibir yang selalu kau lumasi madu. bibir yang selalu kau lapisi gula-gula. bibir yang selalu fasih mengucapkan maaf, meski tangan dan kaki tetap melakukan salah yang sama. bibir yang selalu fasih mengucapkan maaf, meski hati tetap saja dipenuhi belatung-belatung gemuk.
sayang, kau tak perlu kau minta maaf. bila maafmu hanya semu. maaf yang bersemir madu dan manis gula-gula itu. maafmu palsu, serupa aspartam dan sakarin meninggalkan pahit di ujung lidah. pun bibir bersemir madu dan manis gula-gulamu itu meninggalkan pahit di ujung hati yang basah.
bagiku, kau hebat dalam membawa peranmu di muka bumi ini. bila kau tetap ingin berpura-pura, silakan saja. asah bakatmu sebaik mungkin, menjadi orang suci atau apapun namanya. aku tak akan pernah peduli. aku memilih pergi, karena aku telah benar-benar muak melihat sandiwaramu.
(24 November 2009)
dalam diamku, telah ku jenguk satu demi satu ruang dalam jiwa-jiwamu. ternyata benar, tak pernah salah tanda-tandamu ku maknai. tak terlewat sebuah titik. tak terlewat sebaris garis. tak terlewat sebentuk aksara. segala jujur termuntahkan dalam dinding-dinding hatimu. tinggal menunggu waktu berbicara. tinggal menunggu kejujuranmu atas aksara-aksara tereja dari mulutmu.
sayang, kejujuran itu tak pernah terucap dari bibirmu. bibir yang selalu kau lumasi madu. bibir yang selalu kau lapisi gula-gula. bibir yang selalu fasih mengucapkan maaf, meski tangan dan kaki tetap melakukan salah yang sama. bibir yang selalu fasih mengucapkan maaf, meski hati tetap saja dipenuhi belatung-belatung gemuk.
sayang, kau tak perlu kau minta maaf. bila maafmu hanya semu. maaf yang bersemir madu dan manis gula-gula itu. maafmu palsu, serupa aspartam dan sakarin meninggalkan pahit di ujung lidah. pun bibir bersemir madu dan manis gula-gulamu itu meninggalkan pahit di ujung hati yang basah.
bagiku, kau hebat dalam membawa peranmu di muka bumi ini. bila kau tetap ingin berpura-pura, silakan saja. asah bakatmu sebaik mungkin, menjadi orang suci atau apapun namanya. aku tak akan pernah peduli. aku memilih pergi, karena aku telah benar-benar muak melihat sandiwaramu.
(24 November 2009)
sang penenun rasa
kau pernah datang
menenun tawa
serupa bianglala
selepas hujan reda
kau pernah datang
mengajakku terbang
bersama ramarama
mengunjungi bungabunga
aneka warna di taman kota
kau kembali datang
menenun hujan di langitku
kau kembali datang
melempar tanda serumu
ke dalam pangkuanku
entahlah,
lakukan saja semua inginmu
tertawalah kembali
bersama belahan jiwamu
biarkan aku sendiri
bersama sekeping hati
yang pernah kau curi
ketika musim semi
menghampiri
(24 November 2009)
menenun tawa
serupa bianglala
selepas hujan reda
kau pernah datang
mengajakku terbang
bersama ramarama
mengunjungi bungabunga
aneka warna di taman kota
kau kembali datang
menenun hujan di langitku
kau kembali datang
melempar tanda serumu
ke dalam pangkuanku
entahlah,
lakukan saja semua inginmu
tertawalah kembali
bersama belahan jiwamu
biarkan aku sendiri
bersama sekeping hati
yang pernah kau curi
ketika musim semi
menghampiri
(24 November 2009)
belenggu cinta
di depan altar, kau bilang akan setia padaku. dalam sakit dan sehatku. dalam miskin dan kayaku. dalam jatuh dan bangkitku. dan, kau selipkan belenggu cintamu di jari manisku.
di depan altar, aku bilang akan setia padamu. dalam sakit dan sehatmu. dalam miskin dan kayamu. dalam jatuh dan bangkitmu. dan, aku selipkan belenggu cintaku di jari manismu.
di depan altar, kau pinta aku pergi bersamamu. kau pinta aku meninggalkan duniaku. kau pinta aku mengatakan selamat tinggal pada mereka, teman-temanku.
di depan altar, aku pinta kau berjalan bersamaku. aku pinta kau tetap ada dalam duniamu. aku pinta kau tetap bersama mereka, teman-temanmu.
di depan altar, aku bilang padamu, aku akan berjalan bersamamu. aku tak sanggup meninggalkan duniaku. aku tak sanggup mengatakan selamat tinggal pada mereka, teman-temanku. karena mereka tak pernah mengizinkanku pergi bersamamu. mereka tak mengizinkanku mengatakan selamat tinggal. karena aku bukan hanya milikmu, tetapi milik mereka juga.
di depan altar, aku bilang padamu, aku akan berjalan bersamamu selama kau tak membelengguku dalam belenggu cintamu.
(24 November 2009)
di depan altar, aku bilang akan setia padamu. dalam sakit dan sehatmu. dalam miskin dan kayamu. dalam jatuh dan bangkitmu. dan, aku selipkan belenggu cintaku di jari manismu.
di depan altar, kau pinta aku pergi bersamamu. kau pinta aku meninggalkan duniaku. kau pinta aku mengatakan selamat tinggal pada mereka, teman-temanku.
di depan altar, aku pinta kau berjalan bersamaku. aku pinta kau tetap ada dalam duniamu. aku pinta kau tetap bersama mereka, teman-temanmu.
di depan altar, aku bilang padamu, aku akan berjalan bersamamu. aku tak sanggup meninggalkan duniaku. aku tak sanggup mengatakan selamat tinggal pada mereka, teman-temanku. karena mereka tak pernah mengizinkanku pergi bersamamu. mereka tak mengizinkanku mengatakan selamat tinggal. karena aku bukan hanya milikmu, tetapi milik mereka juga.
di depan altar, aku bilang padamu, aku akan berjalan bersamamu selama kau tak membelengguku dalam belenggu cintamu.
(24 November 2009)
Senin, 23 November 2009
untuk dia, bukan untukmu
bila kau pikir aku tulis puisi cinta untukmu, kau keliru. ku tulis bait-bait hati di antara dentum perkusi untuk dia, sang jantung hati.
dia, lelaki yang selalu mengukir senyum di setiap mendungku. dia, lelaki yang selalu melukis tawa di setiap dukaku. dia, lelaki yang selalu tulus hatinya. dan bukan sepertimu, lelaki yang selalu bulus otaknya.
bila kau pikir aku tulis puisi cinta untukmu, kau keliru. ku tulis senandung jiwa di antara dawai biola untuk dia, sang pujangga cinta.
dia, lelaki bersahaja, meski tak bergelar sarjana. dia tak pernah dusta tentang rasa. bukan sepertimu, lelaki dengan berjuta gula-gula di ujung lidah bercabangmu.
bila kau pikir aku tulis puisi cinta untukmu, kau keliru. ku tulis ini untuk dia, sang belahan jiwa.
(22 November 2009)
dia, lelaki yang selalu mengukir senyum di setiap mendungku. dia, lelaki yang selalu melukis tawa di setiap dukaku. dia, lelaki yang selalu tulus hatinya. dan bukan sepertimu, lelaki yang selalu bulus otaknya.
bila kau pikir aku tulis puisi cinta untukmu, kau keliru. ku tulis senandung jiwa di antara dawai biola untuk dia, sang pujangga cinta.
dia, lelaki bersahaja, meski tak bergelar sarjana. dia tak pernah dusta tentang rasa. bukan sepertimu, lelaki dengan berjuta gula-gula di ujung lidah bercabangmu.
bila kau pikir aku tulis puisi cinta untukmu, kau keliru. ku tulis ini untuk dia, sang belahan jiwa.
(22 November 2009)
jebakan rindu
kau bisu, aku gagu
terjebak dalam rindu
tanpa nafsu
mengiris serupa sembilu
kau bisu, aku gagu
tak perlu lagi kau unduh
rindu dari hati membiru
yang telah beku
terbenam salju
(21 November 2009)
terjebak dalam rindu
tanpa nafsu
mengiris serupa sembilu
kau bisu, aku gagu
tak perlu lagi kau unduh
rindu dari hati membiru
yang telah beku
terbenam salju
(21 November 2009)
lelaki hujan
kemarau lalu
meranggas jiwamu
tenunan hujan
dalam mata indahmu
bermain kita bersama
dalam tenunan hujan
pada sebuah senja
di tepian taman
dalam tenunan hujan
kita erat berpelukan
(20 November 2009)
meranggas jiwamu
tenunan hujan
dalam mata indahmu
bermain kita bersama
dalam tenunan hujan
pada sebuah senja
di tepian taman
dalam tenunan hujan
kita erat berpelukan
(20 November 2009)
Kamis, 19 November 2009
angin sunyi
meranggas daun jati
merintik daun trembesi
dalam embus angin sunyi
di tepian hati
(14 Nopember 2009)
merintik daun trembesi
dalam embus angin sunyi
di tepian hati
(14 Nopember 2009)
: menjelma batu
kutuk saja aku jadi sebuah batu, meski tak terbayar segala letihmu mengandungku.
kutuk saja aku jadi sebuah batu, meski tak terbayar segala sakitmu melahirkanku.
kutuk saja aku jadi sebuah batu, meski tak terbayar segala jengahmu membesarkanku.
kutuk saja aku jadi sebuah batu, dan aku tak akan membantah titahmu.
: menjelma batu
aku,
demi segala letihmu
demi segala sakitmu
demi segala jengahmu
: menjelma batu
aku,
tak ingin durhaka padamu
tak mampu ukir bangga di hatimu
tak sanggup jadi siapapun untukmu
: menjelma batu
itulah aku
bukan apapun
bukan siapapun
hanya batu,
pengganjal pintu rumahmu
dalam matamu
dalam langkahmu
(14 November 2009)
kutuk saja aku jadi sebuah batu, meski tak terbayar segala sakitmu melahirkanku.
kutuk saja aku jadi sebuah batu, meski tak terbayar segala jengahmu membesarkanku.
kutuk saja aku jadi sebuah batu, dan aku tak akan membantah titahmu.
: menjelma batu
aku,
demi segala letihmu
demi segala sakitmu
demi segala jengahmu
: menjelma batu
aku,
tak ingin durhaka padamu
tak mampu ukir bangga di hatimu
tak sanggup jadi siapapun untukmu
: menjelma batu
itulah aku
bukan apapun
bukan siapapun
hanya batu,
pengganjal pintu rumahmu
dalam matamu
dalam langkahmu
(14 November 2009)
ku cuci darahku, malam ini
bukan hanya kadang seperti sering kau bilang, melainkan memang. ku teriakkan itu sekarang, bila air lebih kental dari darah.
memang, itu pernah ku bilang. dan, aku ingin mencuci darahku dengan air yang pernah kita minum bersama. aku ingin mencuci darah yang telah mengingkariku. mengingkari adaku. mengingkari lakuku.
aku akan mencuci darahku, malam ini. aku tak akan menyesali. aku tak akan kembali.
darahku telah ingkar janji.
(13 November 2009)
memang, itu pernah ku bilang. dan, aku ingin mencuci darahku dengan air yang pernah kita minum bersama. aku ingin mencuci darah yang telah mengingkariku. mengingkari adaku. mengingkari lakuku.
aku akan mencuci darahku, malam ini. aku tak akan menyesali. aku tak akan kembali.
darahku telah ingkar janji.
(13 November 2009)
pohon waru
rinai hujan
semilir angin
datang padamu
setelah kemarau lalu
meranggas hijau daun waru
merimbun dalam hatimu
(11 November 2009)
semilir angin
datang padamu
setelah kemarau lalu
meranggas hijau daun waru
merimbun dalam hatimu
(11 November 2009)
tanda serumu bukan untukku
tanda serumu
meninggalkan lebam biru
di sekujur jiwaku
tanda tanyamu
meninggalkan gurat ungu
di dalam relungku
tanda titikmu
meninggalkan rona kelabu
di seluruh langkahku
tanda komamu
tak pernah kau beri padaku
tak pernah adil buatku
segala biru
segala ungu
segala kelabu
kau tumpahkan padaku
patahkan saja sebelah sayapku
patahkan saja sepasang kakiku
patahkan saja sepasang tanganku
butakan saja sepasang mataku
tulikan saja sepasang telingaku
hingga puas segala buas jiwamu
(11 November 2009)
meninggalkan lebam biru
di sekujur jiwaku
tanda tanyamu
meninggalkan gurat ungu
di dalam relungku
tanda titikmu
meninggalkan rona kelabu
di seluruh langkahku
tanda komamu
tak pernah kau beri padaku
tak pernah adil buatku
segala biru
segala ungu
segala kelabu
kau tumpahkan padaku
patahkan saja sebelah sayapku
patahkan saja sepasang kakiku
patahkan saja sepasang tanganku
butakan saja sepasang mataku
tulikan saja sepasang telingaku
hingga puas segala buas jiwamu
(11 November 2009)
pada jingga senja
: untuk andrey
pada jingga senja, burung layang-layang telah kembali pulang. dan, kau masih saja mengais serpihan-serpihan hari sembari menunggu sang putri, yang selalu bersemayam di relung hati.
pada jingga senja, ku lihat cinta di mata seorang jejaka. cinta yang tak lekang oleh cuaca. cinta yang selalu berhembus serupa udara menerpa gerah jiwa. cinta yang selalu mengalir serupa air menghapus dahaga jiwa.
pada jingga senja, ku ucap sebaris doa tulus untukmu: Tuhan, berkati dia dengan seluruh cinta-Mu. sang jejaka, yang di bola matanya selalu terlukis cinta. sang jejaka, yang di relung hatinya selalu terukir setia.
berkati dia selalu, Tuhan.
(11 November 2009)
pada jingga senja, burung layang-layang telah kembali pulang. dan, kau masih saja mengais serpihan-serpihan hari sembari menunggu sang putri, yang selalu bersemayam di relung hati.
pada jingga senja, ku lihat cinta di mata seorang jejaka. cinta yang tak lekang oleh cuaca. cinta yang selalu berhembus serupa udara menerpa gerah jiwa. cinta yang selalu mengalir serupa air menghapus dahaga jiwa.
pada jingga senja, ku ucap sebaris doa tulus untukmu: Tuhan, berkati dia dengan seluruh cinta-Mu. sang jejaka, yang di bola matanya selalu terlukis cinta. sang jejaka, yang di relung hatinya selalu terukir setia.
berkati dia selalu, Tuhan.
(11 November 2009)
don juan
malam kian terlelap
roda-roda telah tiarap
pun jemarimu sibuk melalap
tubuh-tubuh sintal tak bersayap
dalam pekat asap
dan aroma alkohol menguap
(8 November 2009)
roda-roda telah tiarap
pun jemarimu sibuk melalap
tubuh-tubuh sintal tak bersayap
dalam pekat asap
dan aroma alkohol menguap
(8 November 2009)
bedebah
kau bedebah
begitu nyata bersalah
pun masih berani berkilah
dan bersumpah atas nama Allah
Hebat !!!
kau benar-benar bedebah
(8 November 2009)
begitu nyata bersalah
pun masih berani berkilah
dan bersumpah atas nama Allah
Hebat !!!
kau benar-benar bedebah
(8 November 2009)
musim kering
angin berdenting
debu riuh berdesing
rumput-rumput kering
jati-jati melangsing
kerikil-kerikil kian meruncing
(6 November 2009)
debu riuh berdesing
rumput-rumput kering
jati-jati melangsing
kerikil-kerikil kian meruncing
(6 November 2009)
Selasa, 03 November 2009
saujana
: sang mata elang
jiwa setia
nyawa cinta
nafas mantra
laku melumut
melumat batu
menjelma tanah
daun rindu
bunga cinta
pohon kasih
tulusmu, untukku
(3 November 2009)
jiwa setia
nyawa cinta
nafas mantra
laku melumut
melumat batu
menjelma tanah
daun rindu
bunga cinta
pohon kasih
tulusmu, untukku
(3 November 2009)
kaulah itu, tempatku menuju
kaulah cinta,
tempat jiwa menjelma
kaulah rindu,
tempat kalbu menuju
kaulah hujan,
setelah kemarau galau
kaulah pelangi,
setelah rinai terhenti
kaulah mentari,
setelah malam mencekam
kaulah rembulan,
setelah penat menjerat
kaulah redup
setelah silau terhalau
kaulah hidup
bersamamu menuju surga-Mu
(3 November 2009)
tempat jiwa menjelma
kaulah rindu,
tempat kalbu menuju
kaulah hujan,
setelah kemarau galau
kaulah pelangi,
setelah rinai terhenti
kaulah mentari,
setelah malam mencekam
kaulah rembulan,
setelah penat menjerat
kaulah redup
setelah silau terhalau
kaulah hidup
bersamamu menuju surga-Mu
(3 November 2009)
Senin, 02 November 2009
Lelakiku Cantik
aku memilihmu sebagai lelakiku
bukan karena cantik wajahmu
bukan karena sempurna tubuhmu
atau segala melekat padamu
aku memilihmu sebagai lelakiku
karena langkahku seimbang bersamamu
karena jiwaku lengkap bersamamu
karena diriku adalah tulang rusukmu
aku memilihmu sebagai lelakiku
bukan untuk hari ini
bukan untuk esok hari
tetapi di sepanjang sisa umurku
berjalan bersamamu
dalam gundahku
dalam bahagiaku
aku memilihmu sebagai lelakiku
tanpa ragu, tanpa malu
karena kau adalah aku
karena aku adalah kau
karena kita adalah satu
selalu
(2 November 2009)
bukan karena cantik wajahmu
bukan karena sempurna tubuhmu
atau segala melekat padamu
aku memilihmu sebagai lelakiku
karena langkahku seimbang bersamamu
karena jiwaku lengkap bersamamu
karena diriku adalah tulang rusukmu
aku memilihmu sebagai lelakiku
bukan untuk hari ini
bukan untuk esok hari
tetapi di sepanjang sisa umurku
berjalan bersamamu
dalam gundahku
dalam bahagiaku
aku memilihmu sebagai lelakiku
tanpa ragu, tanpa malu
karena kau adalah aku
karena aku adalah kau
karena kita adalah satu
selalu
(2 November 2009)
basabasi basi
basabasimu benarbenar basi
terbungkus topengtopeng cantik
menutup bopengbopeng jiwamu
basabasimu benarbenar basi
terbungkus katakata manis
menutup lidahmu bercabang ular
basabasimu benarbenar basi
bodohnya aku, percaya padamu
tertipu senyum manismu
tertipu uluran tanganmu
ku kira tulus dari hatimu
ternyata palsu
dan, kau menikamku
tepat di punggungku
ingin ku tak percaya
sayang, itu nyata
basabasimu benarbenar basi
tak perlu tawarkan dirimu lagi
sebagai sahabat sejati
maaf, aku pergi
dan, tak akan pernah kembali
(2 November 2009)
terbungkus topengtopeng cantik
menutup bopengbopeng jiwamu
basabasimu benarbenar basi
terbungkus katakata manis
menutup lidahmu bercabang ular
basabasimu benarbenar basi
bodohnya aku, percaya padamu
tertipu senyum manismu
tertipu uluran tanganmu
ku kira tulus dari hatimu
ternyata palsu
dan, kau menikamku
tepat di punggungku
ingin ku tak percaya
sayang, itu nyata
basabasimu benarbenar basi
tak perlu tawarkan dirimu lagi
sebagai sahabat sejati
maaf, aku pergi
dan, tak akan pernah kembali
(2 November 2009)
Minggu, 01 November 2009
cerita tentang peri yang selalu datang malam hari
malam ini, aku menjelma peri. mengunjungi mimpi lelaki-lelaki, sembari menikmati melati. sang peri hanya tersenyum geli, mendengar seorang lelaki berkisah tentang diri dalam sebuah mimpi di malam sunyi : telah aku daki gunung tinggi, telah aku seberangi laut mati, telah aku bangun seribu candi, telah aku tulis seribu puisi hati, dan menjadi pujaan seribu hati demi mendapatkan hati sang peri.
lelaki itu bertanya pada sang peri, apalagi harus aku lakukan demi bersanding denganmu, sang peri ?
dengan santai, sang peri menjawab : tak perlu kau menjadi pujaan seribu hati, tak perlu kau menulis seribu puisi hati, tak perlu kau membangun seribu candi, tak perlu kau seberangi laut mati, tak perlu kau daki gunung tinggi bila kau hanya ingin unjuk gigi demi sebuah sanjung-puji dan menjadikanmu berbangga diri pada godaan-godaan duniawi.
dengan santai, sang peri menjawab : tak perlu kau disanjung sebagai pahlawan di panggung bingung, bahkan kau tak memahami hatimu linglung. bila kau ingin bersanding denganku, cukuplah menjadi pahlawan hatiku. cukuplah menjadi lelaki sejati, bukan sekadar banci, yang gemar bermain hati dengan membakar diri dalam sanjung-puji.
dan, sang peri pergi. meninggalkan sang lelaki. termenung sendiri
(1 November 2009)
lelaki itu bertanya pada sang peri, apalagi harus aku lakukan demi bersanding denganmu, sang peri ?
dengan santai, sang peri menjawab : tak perlu kau menjadi pujaan seribu hati, tak perlu kau menulis seribu puisi hati, tak perlu kau membangun seribu candi, tak perlu kau seberangi laut mati, tak perlu kau daki gunung tinggi bila kau hanya ingin unjuk gigi demi sebuah sanjung-puji dan menjadikanmu berbangga diri pada godaan-godaan duniawi.
dengan santai, sang peri menjawab : tak perlu kau disanjung sebagai pahlawan di panggung bingung, bahkan kau tak memahami hatimu linglung. bila kau ingin bersanding denganku, cukuplah menjadi pahlawan hatiku. cukuplah menjadi lelaki sejati, bukan sekadar banci, yang gemar bermain hati dengan membakar diri dalam sanjung-puji.
dan, sang peri pergi. meninggalkan sang lelaki. termenung sendiri
(1 November 2009)
Langganan:
Postingan (Atom)