sepasang murai batu bercumbu di ranting pohon randu. di antara rimbun bunga-bunga randu. ya, ini memang musim bunga randu di desaku. dan juga musim bercumbu bagi pasangan-pasangan murai batu. dan tak perlu cemburu. sebab kicau mereka begitu merdu. serupa alunan simfoni klasik di telingaku.
sepasang murai batu bercumbu di ranting pohon randu. mengingatkanku pada dirimu, lelaki berdarah biru dan perempuan ayu di sudut tugu. mengingatkanku pada janji yang pernah terucap tiga tahun lalu. janji yang teringkari dan meninggalkan lebam-lebam biru di sepanjang langkah kakiku.
sepasang murai batu bercumbu di ranting pohon randu. terdengar merdu. sekaligus beku. pada hari-hari panjang yang masih tersisa di kota biru. pada langkah kaki yang masih satu-satu di jalan itu. jalan dengan beribu jarum yang masih menusuki telapak kakiku. sayang, aku tak akan berhenti. meski kicau sepasang murai batu begitu menyiksa pada setiap pagiku.
sepasang murai batu bercumbu di ranting pohon randu. dan segala kicau itu makin menguatkan hati untuk tetap merajut hari. meski mendung masih setia menggayuti. mengganti pelangi yang telah pergi dari ujung hati. sebab masih ada pelangi lain yang kelak menari di antara langkah-langkah kaki. setelah hujan mencumbu pagi, esok hari.
sepasang murai batu dan aku, tinggal menunggu waktu. siapa yang akan lelah lebih dulu?
(11 Januari 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar