Minggu, 26 Oktober 2008

Kembara Angan

Kemarin, telah ku lepaskan segala angan.
tentang dirimu.
tentang kita.

Kemarin, telah ku lepaskan segala angan.
tanpa keraguan.
tanpa air mata.
tanpa duka.

tak seperti biasanya.

Ku lepaskan semua harapan
yang sempat meraja dalam sukma.

Telah ku tegaskan dalam jiwa,
bahwa Tuhan mungkin punya rencana terbaik dalam hidupku kelak.

Ketika, ku bangun pagi ini di kotamu
telah ku temukan diriku
menjelma kupu-kupu
yang siap terbang
bebas
ke angkasa raya
tanpa ragu

Telah ku tegaskan dalam jiwa,
bahwa tak perlu ada lagi air mata duka.

seorang teman masa kecilku berkata
dalam kelakarnya:

kadang, dirimu itu ibarat Savitri,
begitu mengharap nyawa Setiawan pada Yamadipati.
(begitu gigih, katamu)

kadang, dirimu itu ibarat Sumbadra,
begitu rela membagi belahan jiwa.
(begitu legawa, katamu)

kini, kulihat dirimu ibarat Srikadi,
yang siaga menghadapi Bhisma
dalam Kurusetra
yang sigap menyelesaikan Mahabharata
seorang diri
(begitu ksatria, katamu)

Teman masa kecilku berkata
masih dalam kelakarnya:

nona kecil itu
kini menjelma ratu
yang begitu mirip dengan arca batu
dingin

"kita berdua tertawa, setelahnya"

Akhirnya, teman masa kecilku berkata
masih dalam kelakarnya:

pangeran itu tak akan datang sekarang,
karena ia begitu bodoh
tak mampu melihat mutiara dalam jiwa
tak mampu meraba sutra dalam sukma

pangeran ini, yang akan selalu menjagamu,
dalam tawamu
dalam dukamu
bahkan, dalam tidurmu
karena pangeran ini juga begitu bodoh
mirip dengan kodok,
yang hanya menyanyi dalam hujan
yang hanya mampir sebagai pelipur
yang kemudian kabur...

"kita berdua tertawa
setelahnya, kita berpelukan"

di bawah rintik hujan.

(Yogyakarta, 27 Oktober 2008)

Tidak ada komentar: