Kamis, 18 Agustus 2011

Kembali





Pagi ini, aku melihatmu duduk berdua bersama istrimu. Di beranda rumahmu, menikmati kopi pagi dan beberapa potong roti. Koran pagi terbuka di tanganmu, sedang istrimu sibuk mengaduk kopi untukmu. Kalian berdua begitu bahagia di mataku, pagi ini. Aku pun berlalu dari depan rumahmu dalam langkah-langkah kecil setengah berlari menuju tempat belajarku.

Tuhan Maha Baik. Dia tidak membiarkanku terlambat masuk kelas hari ini. Kelas telah penuh terisi, delapan orang telah duduk di bangku masing-masing termasuk aku. Menunggu Sang Guru yang belum kunjung tiba. Aku harus belajar dengan tekun mulai pagi ini. Mengejar ketinggalan kemarin sebab aku tidak mampu berdamai dengan diri sendiri. Sebab aku tidak mampu berdamai dengan hatiku sendiri.

Ketika tiba-tiba bayanganmu dan istrimu di beranda menikmati kopi pagi ini melintas tanpa permisi di ruang benak, aku segera menghalaunya pergi. You were my past, this class is my future. Meski Yogyakarta tidak lagi senyaman dulu untuk ditinggali menurutku. Aku mesti bertahan menghirup oksigen yang sama denganmu setiap detik, hingga waktu itu tiba: Selamat tinggal, Yogyakarta.

Tuhan Maha Baik. Sebab Dia menguatkanku setiap pagi, ketika perjalananku menuju kelas mesti melewati beranda rumahmu. Tuhan menguatkanku lewat rute itu sebab tidak ada jalan lain bagiku, kecuali melewatinya dan menjadi lebih kuat setiap hari. Tuhan Maha Baik dengan segala rencana terbaik yang telah Dia tuliskan dalam catatan hidupku. Aku tinggal menjalani skenario-Nya dengan bersyukur dan tanpa mengeluh. Ya, Tuhan Maha Baik. Sebab Dia telah membiarkanku bernafas hingga pagi ini. Sebab Dia masih menuntunku menuju titik akhir yang entah kapan aku sampai padanya.

Pagi ini dan pagi-pagi selanjutnya, aku harus terbiasa melihat kalian berdua duduk di beranda. Pagi ini dan pagi-pagi selanjutnya, doa sederhana untuk kalian: semoga selalu bersama dalam suka dan duka hingga ajal Tuhan memisahkan. Pagi ini dan pagi-pagi selanjutnya, aku harus kembali menekuni lembar-lembar pustaka demi melanjutkan cita-cita yang sempat tertunda. Bersama-Mu, Tuhan yang Maha Baik.




19 Agustus 2011





5 komentar:

My Time Travel mengatakan...

ahhh, bagaimana hal sedih ini bisa jadi indah dalam tulisanmu mbak Ririe?

ririe rengganis mengatakan...

hehehehe, Mbak Ida terlalu memuji :-D

Rerupa mengatakan...

hehe..nanti tak jak ngopi nang the coffee shop maneh, mbak. ra sah meri karo wong ngopi kuwi wkwkwkw

ririe rengganis mengatakan...

hora meri :-P

Rerupa mengatakan...

wekekekek..pokok e ngopi ra athe' gulo. penting iku ben rasa kopine ra terkontaminasi gulo :D