ketika aku menyapamu, itu karena kau teman lamaku. tidak lebih, tidak
kurang. ketika aku bertanya tentang istrimu, itu karena aku tidak ingin dekat
dengan suami orang meski itu teman lamaku. sebab aku tidak ingin melukai hati
perempuan lain. lantas apa jawabmu waktu itu? kau bilang tak punya istri,
karena tak ada perempuan yang sudi hidup denganmu dalam kesibukanmu yang tak
berjeda itu. atas dasar jawaban itu, aku berani melanjutkan berbincang
denganmu. tentang hidupmu. tentang hidupku. tentang apa saja.
hingga pada satu waktu, aku beranikan diri untuk menyampaikan perasaan yang
pernah tertuju padamu enam belas tahun lalu. lewat sebuah catatan pendek. tanpa
harap apapun, termasuk bertepuknya rasa yang pernah ada itu. sebab aku tahu
jarak waktu yang membentang belasan tahun itu telah mengubah masing-masing dari
kita. aku hanya ingin kamu tahu bahwa belasan tahun lalu, ada yang
memperhatikanmu diam-diam. itu saja. bila lantas kau menafsirkan catatan pendek
yang kutulis untukmu itu adalah perasaan cinta yang mesti kau balas. maaf, kau
keliru besar. aku sudah tak punya minat pada cinta macam itu. tujuan hidupku
sudah amat berbeda.
hingga pada satu waktu, kau mendiamkanku. aku tahu, aku salah. aku minta
maaf padamu, tetapi kau tetap diam. dan kau menghapus pertemanan di antara
kita. baiklah. kesalahanku tak termaafkan dan aku mesti berbesar hati untuk
itu. aku mesti berbesar hati tak lagi berteman denganmu dalam bentuk apapun.
aku mesti pergi dari hidupmu. dan, aku pergi.
hingga pada satu waktu, seorang perempuan datang padaku, menyebutku seorang
paparazzi. oh! itu perempuanmu rupanya. maaf, lidah perempuanmu amat menusuk
hatiku. paparazzi?! apa yang kukuntit? kau yang tak jujur padaku atas
keberadaan perempuanmu. kau yang terlalu pengecut untuk menjelaskan padaku. lantas,
ketika aku membalas ucapan perempuanmu dengan sekian kata yang memang pantas
untuknya, juga untukmu, maka itu jadi kesalahanku?! maafkan aku untuk sekian
kata yang memang pantas ditujukan untuk kalian. toh, aku sudah pergi dari
hidupmu. jauh-jauh hari.
hingga pada satu waktu, kau mengancamku lewat pesan pendekmu. begini
bunyinya: aku ingatkan padamu, aku tak
suka kata-katamu di twitter. jauhi cewekku, aku merasa click dengannya. jauhi hidup
kami. aku tak ingin membenci orang. halooo?! siapa pula yang mendekati
cewekmu? siapa pula yang mendekati kalian? aku dibenci orang sepertimu? aku tak
peduli. aku tak pernah masuk hidup siapapun, tidak juga hidupmu. jadi, aku tak
perlu keluar dari hidup siapapun. lantas, pesan pendek lain sampai hampir
tengah malam. begini bunyinya: aku jadi
tahu kenapa teman-teman kuliahmu menjauhimu dulu. hei! memang siapa kamu?
keberadaanku saja tak kau anggap dan kau berani menilaiku? kau tahu betapa
brengsek dan pecundangnya teman-teman kita? meminjam tugas dan memanfaatkan
teman demi kepentingan sendiri pada masa itu, para calon pecundang. ah! tak
penting juga aku menjelaskan padamu. toh, kau pun sejenis dengan mereka.
aku, hingga di titik ini telah dididik dengan keras untuk tak jadi
perempuan menye-menye yang suka mengadu pada lelakinya, karena perempuan lain
telah membalas sekian kata yang telah dikeluarkannya lebih dulu untuk perempuan
lain itu. aku perempuan yang telah dididik sejak kecil oleh ayah dan ibuku
untuk menjadi ksatria di antara para ksatria itu, hitam adalah hitam, putih
adalah putih. aku, hingga di titik ini telah dididik dengan keras oleh
lingkungan, yang telah menguji harga perempuanku dan sekian peristiwa yang
telah menyakiti kemanusiaanku. aku, hingga di titik ini bukanlah perempuan yang
bisa kau ancam dengan sekian katamu, meski kau lelaki. eh, entah kau ini lelaki
atau bukan. aku sangsi.
lantas, kau bertanya untuk apa aku menuliskan ini semua? aku menulis,
karena aku ingin menulis. entah lelaki sepertimu atau perempuan seperti
perempuanmu akan membacanya atau tidak, aku tak peduli. atau makin
menggunjingkanku di luar sana, sila saja. aku tak peduli. tak akan. hidupku
terlalu berharga untuk berurusan dengan sepasang makhluk macam kalian. aku
menulis, karena aku ingin menulis. itu saja.
-- untuk tuan dan
nona a --
terima kasih
telah membuatku makin kuat sebagai perempuan hari ini.
terima kasih
telah membuatku membuka mata atas diri kalian.