Selasa, 25 Oktober 2011

sebuah kisah cinta: senja

Oleh: Ririe Rengganis



aku jatuh cinta
pada senja.
sebab ia amat tampan
dengan kulit jingga.

aku setia
pada senja.
aku selalu menunggu
datangnya, di berandaku.

aku menikah
pada senja.
sebab bersamanya,
bintang-bintang lahir dari rahimku.

aku dan senja
saling setia.
hingga malam mendekap
: lelap.



(25 Oktober 2011)


pesan untuk kekasihku, senja.

Oleh: Ririe Rengganis


(1)
mari bicara berdua.
di beranda,
sembari menatap
jingga senja.

(2)
mari menatap,
burung-burung
mengepak.
kembali pulang.

(3)
adakah malam
membenamkan mimpi?
biarkan saja,
sebab kita adalah kita.

(4)
biarkan embun,
mengalir esok pagi.
sebab kita tetap
saling memeluk, diam.


(25 Oktober 2011)

Jumat, 14 Oktober 2011

senja

Lirik: Ririe Rengganis
Gambar: Edy Hamzah



nak, hidup itu serupa senja.
indah. sayang, mampir sekejap di pelupuk mata.
sebelum malam menidurkanmu.

ketika burung-burung kembali ke sarang,
setelah sehari menghidupi diri
di antara pepohonan padi.

nak, terbanglah serupa burung-burung itu.
mengejar indahnya senja,
yang mampir sekejap di pelupuk mata.



14 Oktober 2011

rindu ciuman hujan

Lirik: Ririe Rengganis
Gambar: http://portibionline.com




hujan,
bila kau datang?
aku rindu
mencium peluhmu.



(14 Oktober 2011)

Minggu, 09 Oktober 2011

jejak rindu (2)

Lirik: Ririe Rengganis
Gambar: Kris Budiman




membaca kisahmu
di antara rimbun lumut
dan bebatu.

menemu jejakmu,
menuntas rindu
: padamu.



(10 Oktober 2011)

senandung sunyi

Lirik: Ririe Rengganis
Gambar: Zumrotul Mufidah




biarkan aku
sendiri,
kukuh pada tempa
hujan atau terik.

biarkan aku,
jadi senandung
dalam gelapmu
: cinta.



(9 Oktober 2011)


Selasa, 04 Oktober 2011

perempuan yang gemar mengaduk cangkir kopiku

Lirik: Ririe Rengganis
Foto: ladeva.wordpress.com




maaf, marahku tak serupa kopi instan
yang tak menyisakan ampas di dasar cangkir
bila kau menenggak isinya hingga tandas.

maaf, marahku lebih serupa kopi tubruk
yang mampu mengganggu kerongkonganmu
bila tanganmu kembali sibuk mengaduk.

sayang, kau tak pernah belajar dari lidahmu di masa lalu.
pagi ini kulihat kau kembali sibuk mengaduk
marahku. dengan segala pesan yang kau tulis
di dinding kamarku. entah apa lagi tujuanmu.

apakah diamku tak pernah cukup untukmu?
apakah pergiku tak memuaskanmu?
apakah sendiriku masih menggelitikmu?
maaf, hidupku bukan urusanmu.

pergi saja bersama lelakimu
hidup tenang bersamanya.
aku memilih pergi dalam diam
mengendapkan segala marah dalam cangkirku.

satu pintaku padamu
dan juga pada lelakimu
: tolong jangan kembali mengaduk isi cangkirku!



(4 Oktober 2011)