Rabu, 27 Agustus 2008

hanya sebuah catatan

ketika aku dilahirkan ke dunia oleh ibuku 30 tahun lalu,
ayahku memberiku nama rengganis sebagai nama belakangku...
waktu itu, aku belum tahu apa artinya.

ketika aku beranjak dewasa,
aku pun bertanya pada ayah, apa sebenarnya arti nama rengganis itu?
ayah bilang: adalah nama burung berkicau, burung mungil berbulu coklat muda yang rajin berkicau tanpa henti, tanpa kenal lelah menggembirakan orang lain yang mendengar kicauannya.
harapan ayah: aku terus berkarya tanpa kenal lelah untuk orang-orang di sekitarku.
semoga itu terwujud kelak.

ketika usiaku beranjak lebih dewasa,
aku pun mencari tahu, apa sebenarnya arti nama rengganis itu?
satu buku menjawab: adalah nama seorang dewi yang turun dari kahyangan hanya untuk menikmati keindahan taman bunga milik seorang pangeran di bumi.
menikmati dengan memetiki setiap kuntum bunga yang bermekaran di taman itu, membuat sang pangeran sedikit gemas karena ada yang dengan sengaja merusak taman bunga kesayangannya.

ketika sang pangeran ingin mencari tahu siapa gerangan yang telah merusak taman bunga kesayangannya? ternyata seorang putri cantik bernama rengganis.

sang pangeran pun jatuh hati, hingga akhirnya mereka menikah dan hidup bahagia selamanya...

ketika usiaku beranjak lebih dewasa,
aku pun masih mencari tahu, apa arti nama rengganis itu?
satu buku lain menjawab: adalah nama seorang perempuan hebat yang dengan teguh menjaga keperawanan hingga ia menikah, mencarikan madu bagi suaminya, dan menyelamatkan kerajaan suaminya ketika musuh menyerang, seperti Srikandi dalam Kurusetra.

ketika aku merasa telah terlalu tua untuk bertualang,
di sebuah sudut sunyi, kusadari bahwa...
nama itu seperti kutukan untukku...
terlalu berat untuk kusandang...
banyak harapan yang tak terkabul, mungkin...

harapan ayahku, harapan ibuku...
harapan dongeng-dongeng itu....

dan, aku hanya mampu menjadi rengganis, tanpa arti...

"burung itu tak lagi gesit, kedua sayapnya terluka.
meski kedua matanya masih waspada.
hujan hanya sarana menyamarkan airmata, bukan sarana penyemai cinta."

"hujan akan terus turun untuk menyamarkan airmataku,
membasuh darah dari luka baruku, luka yang selalu terbuka kembali sebelum mengatup. dan, aku hanya bisa berkata: keajaiban itu tak pernah ada untukku."

"hujan telah lama turun, beku... reranting telah berbunga sewarna, ungu...
kicauan rengganis masih terdengar miris...
sepasang sayapnya masih terluka, ia tak lagi mampu mengepak."

"ungu itu sendu, kata orang.
ungu itu syahdu, kataku.
ungu itu misteri hati, misteri nyeri, misteri illahi.
ungu itu kalbu, mendayu dalam syahdu, sangat merdu dalam hatiku."

di sebuah sudut, dalam keramaian, hingar bingar..
kalbu menggumam :
"romantika cinta itu milik belia, sepenggal roman picisan
yang mudah usang karena masa,
membekas lara, tanpa airmata.
Duka telah membatu dalam kalbu."

(27 Agustus 2008)

mutiara dan kupu-kupu

"mutiara itu cantik, putih, kemilau, abadi...
berharga, sejak mula...

tidak dengan kupu-kupu, yang mesti berjuang,
dari pupa lalu kepompong...

kecantikan kupu-kupu pun tak abadi, sebelum akhirnya mati"

(untuk lelaki yang tak pernah menganggapku ada dalam hidupnya: ternyata hanya ada mutiara dalam hatimu), 27 Agustus 2008.

aku

saat cinta berbalas dusta,
saat mimpi menjadi nyeri,

aku hanya bisa berkata:
"ternyata aku bukanlah siapa-siapa untukmu"
hanya perempuan dungu, yang terbujuk rayu...

dan itu, aku...

lelah

aku hanya jengah, lelah...
ketika sepasang sayapku patah,
Mahabharata belum usai..
biar Srikandi di jalannya.
biar Sumbadra tetap di jalannya.
hingga angkara Karna paripurna

(1 Juni 2008)

sekadar catatan kecil

aku pernah menatap cinta, tapi tak kuasa...
karena cahayanya terlalu sempurna.
lalu aku ingin memaknai airmata, tapi tak bisa...
karena aku hanya hamba.
akhirnya, aku hanya bisa merangkai kalimat cinta...
bukan untuk siapa saja.
hanya untuk menenangkan hati, bahwasanya aku manusia biasa.

(1 Juni 2008)

lara

rindu membeku dalam kalbu...
sepasang sayap itu, pun tak mampu mengepak...
lemah, tanpa daya...
dan, rindu pun hanya membekas lara dan airmata

(14 Oktober 2007)

Lelaki Pejantan

Semburat senja jingga merona pada helai rambutnya...
Sayu matanya tak pernah lepaskan duka....

"Hai, jantan !!!
Ternyata lidahmu berdusta, ludahmu berbisa..."

(lelaki yang hanya mampu jadi pejantan: selalu ada darma dan karma)
- 21 Agustus 2007 -

Setahun berlalu, ternyata sakit itu masih tertinggal di sana...

persimpangan

persimpangan jalan itu selalu ada...
dan, aku tak tahu kemana aku harus melangkahkan kaki...

(poem for all the men that i ever met, 26 Oktober 2007)

kupu-kupu

untuk bram seto


Kupu-kupu itu cantik
Meski aku tak secantik kupu-kupu...

Kelak, aku ingin jadi kupu-kupumu...
Terbang dan hinggap di hatimu,
tanpa menyakitimu seperti kupu-kupu yang tak pernah menyakiti kelopak bunga...

Kelak, aku ingin terbang di sisimu selamanya...

Jika kau izinkan...


cinta itu apa?

Ketika cinta harus menabrak dinding pembatas
maka cinta laksana ombak menabrak karang di bibir pantai

Ketika cinta harus berhadapan dengan norma
maka cinta laksana dosa terlarang yang haram didekati

Ketika cinta harus berhadapan dengan kasta
maka cinta laksana bumi dan langit terpisah horison, entah dimana

Begitu banyak laksana cinta
meski hanya satu bentuk tersimpan dalam nurani

(14 Juni 2008)

mawar ungu

kelopak ungu luruh satu-satu
duri tajamnya tak lagi mampu menusuk ulu
sembilu telah menghunus dalam akar
menyayat duka, seabadi jingga

(15 September 2007)